Senin, 28 September 2015

Bercinta Dengan Sepupuku Yang Imut Part 1


Langsung saja namaku Wildan umurku 19 tahun, tinggi 175, berat 65, kulit sawo matang dan lumayan ganteng, ukuran penis 19cm 5cm soal ukuran penis aku tidak bohong karena setiap pagi penisku selalu aku rendam dengan air teh ini aku lakukan atas anjuran temanku agar penis bisa panjang dan besar.
Meskipun kata temanku gak setiap orang berhasil dengan cara itu tapi apa salahnya dicoba dan hasilnya cukup memuaskan penisku kini sudah besar dan panjang.

Ups..kok jadi ngmongin penis mulu,oke..!langsung saja aku mempunyai adik sepupu namanya Arin umurnya baru 13 tahun karena memang beda umur kami 6 tahun,dia sangat cantik dan imut setiap hari selalu bikin aku gemas.

Hubungan kami sangat akrab sudah seperti saudara kandung karena selain rumah kami dekat dan setiap hari selalu bertemu kami juga sama2 anak tunggal.

Sejak kecil Arin sangat manja kepadaku dan aku juga sangat sayang kepadanya,karena memang dari dulu aku pengen adik perempuan tapi ntah kenapa ibuku tidak mau hamil lagi.Dan saat Arin lahir aku sangat senang sekali,setiap pulang sekolah aku selalu main kerumah tanteku untuk bermain2 dengan Arin.

Sampai beranjak dewasa pun Arin tetap manja kepadaku,setiap libur sekolah hari minggu ataupun hari libur lainnya dia selalu tidur dirumahku dan hanya mau tidur denganku.

Bahkan dari kecil aku sering memandikannya jadi pertumbuhan tubuh Arin dari kecil sampai beranjak dewasa aku tau semuanya,dari dadanya yang rata sampai mengembang meskipun belum besar tapi sudah membentuk tapi lucunya puntingnya seperti masuk kedalam jadi ditengah2 aerola yang berwarna pink itu seperti tidak ada tonjolan,kalo memeknya Arin dari kecil sudah tembem dan menggemaskan.

Selain itu kebiasaan Arin dari kecil sampai sekarang baik itu dirumahku atau dirumahnya setiap ada aku saat duduk selalu minta dipangku dan keluarga kami memakluminya karena sudah terbiasa dari kecil.

Katanya lebih nyaman dipangkuanku dari pada duduk sendiri,dan ini awalnya perubahan hubunganku dengan Arin,waktu itu Arin yang sudah kelas 1 SMP tidur dirumahku karena besoknya hari minggu.

Setelah makan malam kami sekeluarga nonton tv,ayah dan ibuku duduk berdua dikursi sedangkan aku memilih duduk dikarpet yang ada didepan kursi dan Arin yang datang paling akhir karena gosok gigi dulu langsung duduk,dipangkuanku tanpa permisi karena memang kebiasaanya dari kecil seperti itu.

Ortuku saat melihat Arin berada dipangkuanku tersenyum sambil geleng2 kepala,dan ibu mencubit pipinya Arin sambil berkata "kamu itu lo Rin sudah besar kok masih aja kolokan sama kakakmu" Arin tidak menjawab cuma senyum2 aja dan fokus lagi nonton tv.

Saat seperti inilah sebenarnya menurutku paling menyenangkan memangku Arin,entahlah yang pasti aku merasa nyaman dan kebiasaan saat Arin dipangkuan aku melingkarkan tanganku diperutnya dan mengelus2nya,kalo sudah begitu Arin pun bersandar dan merebahkan kepalanya didadaku,sambil menonton tv kami bercanda dan karena gemas sering aku mencium pipi kanan dan kiri Arin.

Sekitar 1 jam kami menonton tv tepatnya jam 9 malam ortuku beranjak kekamarnya mau tidur dan menyuruh kami segera tidur,tapi karena besok hari minggu dan filmnya bagus kalo gak salah X-men "wolferine" maka kami menolak dan meneruskan menonton tv berdua.

Pada saat adegan difilm ada ciumannya entah kenapa aku juga ingin rasanya berciuman dan setelah mencium pipi kanan kiri Arin tanpa sadar tanganku memegang dagunya dan kutarik pelan agar kepalanya menyamping langsung aku cium bibirnya yang tipis berwarng pink natural itu,cukup lama bibir kami menempel dan setelah bibir kami terlepas Arin menatapku cukup lama dan berkata.

"kok kakak cium bibir adek?"

"itu karena kakak sayang banget sama adek"

Sambil memeluk semakin erat perutnya, Arin pun tersenyum dan kembali fokus kefilm.
Setelah mencium bibir Arin untuk pertama kalinya itu ada perasaan dan getaran2 aneh yang selama ini tidak pernah aku rasakan kepada Arin,dan penisku mulai menggeliat berdiri.

Tak tahan ingin mencium bibirnya Arin lagi,aku membisikkan didekat telinga Arin "dek boleh kakak cium bibirmu lagi?" dan tanpa menoleh Arin mengangguk kan kepala.

"kalo begetu adek duduknya menghadap kakak aja" kataku kepadnya.
Arin langsung berdiri menghadapku mengangkangi pahaku kemudian duduk dipangkuanku.

Karena posisi duduk Arin yang mengangkangiku sehingga daster selutut yang dipakainya tersingkap tak ayal penis ku dan memek Arin menempel berlapis cd nya dan celana bola yang aku pakai saja,hangat aku rasakan dipangkal paha yang saling menempel.

Arin menunduk dan wajahnya memerah,mungkin gugup dan malu karena meskipun hubungan kami sangat dekat belum pernah dalam situasi yang sarat emosi seperti ini.

Aku angkat dagunya kemudian aku cium bibirnya dengan lembut,awalnya hanya kecupan2 lembut saja tapi lama2 aku coba melumat dan menyedot bibirnya,Arin hanya diam saja saat aku lumat dan sedot bibirnya tapi lama2 dia mulai membalas,terjadilah saling sedot dan saling lumat bibir dan terdengarlah berkecipak suara bibir kami yang saling beradu.

Cukup lama kami berciuman sampai nafas kami tersengal2 dan aku mulai melepaskan tautan bibir kami setelah bibir kami terlepas Arin memelukku dan membenamkan wajahnya didadaku.

Suaraku bergetar menahan birahi yang semakin memuncak saat aku mengajak Arin untuk tidur,dia tidak menjawab hanya mengangguk saja,lalu aku matikan tv dengan remot yang ada disebelahku.

Sambil tetap menggendong Arin aku berjalan kekamarku,dan sesampainya dikamar aku rebahkan Arin diranjang tanpa melepas pelukanku jadi aku masih setengah menindihnya.

Tanpa basa basi aku langsung melumat dan menyedot bibir Arin lagi dan langsung dibalas trjadilah saling lumat saling sedot kedua bibir kami,sesekali kumasukkan lidahku kedalam mulutnya mengail2 lidahnya.

Tanpa melepas pagutanku mulai kuayunkan pinggul menggesek memeknya yang masih terhalang cdnya dan celanaku,semakin lama ayunanku semakin cepat dan gesekan itu semakin nikmat kurasakan,mungkin Arin merasakan hal yang sama karena diantara ciuman kami terdengar lenguhan lenguhan nikmat Arin.

eeennggh...eeeehhhhh...eeennnggh.....
aku rasakan cd arin semakin lama semakin basah.


Semakin lama tidak tahan aku merasakan kenikmatan ini,rasanya percumku pun sudah keluar dari tadi.
Akupun melepas pagutan bibirku dan berkata "dek cdnya kakak lepas ya?" Arin hanya mengangguk mungkin juga ingin terus merasakan nikmat ini kembali.

langsung aku lumat bibirnya lagi dan tanpa melepas lumatanku mulai kuturunkan cdnya dan setelah cdnya terlepas aku juga melepas celanaku sambil terus saling lumat dan tetap menindih tubuhnya.

Dan setelah tubuh bagian bawah kami sudah terlepas semua,aku mulai menempelkan penisku dibelahan memeknya melintang keatas mengikuti alur garis memeknya dan mulai aku ayun menggesek gesek secara pelan.

Luar biasa rasanya hangat basah licin dan nikmat,Arinpun tersentak mungkin kaget karena merasakan gesekan antara memeknya dan penisku tanpa terhalang apapun.




Erangan demi erangan mulai terdengar dari mulut kami,dan ciumanku pun tidak hanya dibibir saja aku ciumi seluruh wajahnya,telinganya dan juga lehernya bergantian.
ooohhh...aaaaccchhh....aaaaaaaahhhhh...kak geliii....!

oooohhh....ooohhh...hmmmm....dek enaaaaakkkk.....!

Semakin lama memek Arin semakin basah itu memudahkanku menggeseknya semakin licin terasa,kuayunkan pinggulku semakin cepat.

aaaaccchhh.....aaaaaaaahhhhh.....ooooohhhhhh...adik mau pipis kak...oooohhh..adik mau pi.....pi.....sssss.....aaahhh.....!

Aku rasakan tubuh Arin menegang tangannya memeluk leherku sangat erat kakinya mengapit pinggulku erat2 dan mulai kejang kejang,tak lama kemudian.

sssseeeerrrr....sssseeeerrrr.....sssseeeerrrr.....

semprotan demi semprotan keluar dari memeknya dan membasahi batang penisku yang masih menggesek bibir memeknya,kepalanya mendongak mulutnya terbuka bergetar,matanya membeliak terlihat putihnya saja dan nafasnya tersengal2.

Arin mendapatkan orgasme yang dasyat seumur2 baru pertama kali dirasakannya.
Akupun terus mengayunkan pinggulku menggesek semakin cepat karena aku merasakan maniku sudah diujuk dan siap meledak.

ooooohhhhhh...oooohhh...dek...dek....ooooohhhhhh.. ...kakak juga mau ke.....ke...luarrrr...
ooohh....enak banget dek!.

cccrrrooootttt.......ccccrrrroooot......ccccrrrroo oot....
maniku keluar berhamburan diperut rata dan mulusnya Arin,nafasku tersengal2 sungguh nikmat yang aku rasakan.

Setelah nafas teratur dan mani sudah tidak ada yang keluar aku mulai membuka mata dan kupandangi wajah Arin yang cantik dan imut itu yang ternyata sudah tertidur kelelahan.

Aku beranjak dari tubuh Arin mengambil sapu tangan yang ada dilemari,aku bersihkan lendir dan mani di penisku dan kupakai kembali celanaku,kemudian aku bersihkan mani yang ada diperut Arin dan juga lendir dimemeknya,setelah itu aku pakaikan cdnya kembali.




Setelah semua selesai aku berbaring disampingnya,kutarik selimut menyelimuti tubuh kami berdua dan sebelum aku tidur kupandangi wajah cantik Arin yang tampak tertidur dengan tenangnya,kubelai wajahnya setelah itu kuciumi keningnya pipinya dan bibirnya .

"kakak sayang banget sama kamu dek..sayang banget"
Kupeluk tubuhnya sampai aku pun mulai ikut terlelap dalam tidur yanh indah.

Hot Mama Part 5



Selesai mandi mama berkata, “pake handuk terus pake pakaian.”

Langsung kupakai handuk biar kering. Mama melihat kontolku yang lemas.

“Bersihin yang bener kontol dan testisnya,” aku kaget mama berkata seperti itu. Aku ya menurut saja membersihkan hingga kering dengan anduk. Sekilas kulihat mama menjilati bibir lagi. “Pake aja bajumu, gak usah pake celana. Abis itu kita sarapan.”

Aku melangkah telanjang ke kamar, sementara mama masih di kamar mandi. Kuraih baju di kursi. Saat melewati cermin, aku bercermin dulu. Tubuh ini rupanya telah duakali menikmati memek mama. Aku jadi percaya diri. Aku ingin lebih. Akhrnya kupakai baju dan turun ke dapur. Aku makan yang ada. Sambil makan aku memikirkan apa lagi yang akan mama pakai. Kira kira sepenanak nasi, mama turun.

Aku kecewa melihat mama memakai daster handuk warna putih. Tangannya memegang map warna biru. Mama tak menatapku namun langsung sarapan. Suasananya mendadak sunyi karena aku pun memilih diam.

Setelah makan, mama menyeduh kopi. Setelah itu baru mama menatapku.

“Ingat nak, apa yang terjadi terjadilah. Hanya kamu gak boleh bicara sama siapa pun. Paham.”

“Iya mah,” kataku serius.

“Kamu menikmatinya gak?” pertanyaan mama mengejutkanku.

“Tentu saja. Mama kok nanyanya aneh sih.”

“Mama hanya penasaran, apa kamu gak merasa bersalah. Apalagi yang kita lakukan bener – bener salah.”

“Iya sih mah. Tapi saat melakukannya malah terasa alami. Natural kalau kata bule.”

“Mama seneng dengarnya,” katanya tegas lagi. “Mama hanya ingin memastikan. Seharusnya mama bisa menahan diri. Tapi seminggu ini karena dokter suruh mama bantu kamu, liat tubuhmu, denger kalau kamu suka tubuh mama... kamu telah membangunkan gairah yang telah padam semenjak mama cerai,” mama bicara sambil menatap cangkir kopinya.

“Tapi kamu mesti ingat, kita belum mendapat sampel hari ini. Jadi sebaiknya kita tak melakukannya lagi. Apalagi kamu gak bisa nyabut sebelum keluar.”

Aku kecewa, tapi hanya bisa mengangguk.

“Mama bawa catatan sesimu. Kamu tau kan tiap sesi selalu mama catet.”

Aku menagguk lagi. Namun tak kulihat lembar catatan itu. Yang kulihat hanyalah map. Lantas mama menarik beberapa lembar dari map tersebut.

“Sini lihat baik – baik.”

Kugeser kursi hingga bersebelahan dengan kursi mama. Mama meletakan kertas di meja. Kulihat mama telah mengisi kolom sesi tiap hari. Rata – rata kolom isinya antara dualima hingga empat puluh milimiter. Namun kolom jumlah total per harinya ternyata belum mama isi.


“Mah, gimana kalau Yusup tambahin jumlah yang keluar tiap hari?”

“Iya boleh aja.”

Aku bangkit, mengambil kalkulator dan kembali duduk di samping mama. Aku mulai memakai kalkulator. Kutambahkan jumlah sesi perhari hingga enam atau tujuh sesi. Kutambahkan juga angka di setiap kolom. Kini tiap total per harian beda – beda tipis antara lima hingga sepuluh mililiter.

“Menarik nih,” kataku.

“Apa yang menarik?”

“Coba perhatikan. Total jumlah per hari tak beda jauh. Jadi jika kita lupa nyatet, bisa kita perkirakan rata – ratanya.

Mama tersenyum, “oh gitu. Jadi maksudmu kamu mau kayak tadi lagi tanpa perlu ngukur – ngukur lagi, gitu?”

Aku tersipu mendengar kesimpulan mama.

“Bukan gitu mah,” maksudku jujur. “Yusup hanya bicara berdasarkan fakta. Bukan katanya, katanya , katanya. Di sini fakta hukum yang berbicara.”

“Alah bicaramu, bawa – bawa hukum segala. Jadi kamu pikir kita gak perlu bisa lakuin seharian tanpa kumpulin sampel?”

“Eh, ng.. maksud yusup gak perlu terlalu sering sih. Kadang – kadang aja hingga dokter dapat catatan dan bisa menyimpulkan apa yang terjadi. Lagian, bisa aja kita melakukannya diluar rata – rata.”

“Terserah kamulah,” jawab mama. Wajahnya kini berubah. Entah apa yang mama pikirkan. Kusadari mama tersenyum, “gini aja. Kita gak usah kumpulin sampel hari ini. Kamu udah bikin mama terangsang sejak pagi. Sekarang, biar mama bantu kamu keluar sealami mungkin. Asal,” mama berhenti bicara lalu menatapku. “kamu mesti muasin mama. Setuju?”

Aku menelan ludah. Tak percaya tapi ini terjadi. Mama nanya, duduk di kursi makan. Kontolku jadi gerak – gerak. Mama tentu saja melihatnya. Akhirnya aku mengangguk karena tak tahu apa yang harus kukatakan.

“Liat tuh, kontol kamu aja ngangguk setuju,” kata mama sambil tertawa. “Ke kamar mama yuk.”

Mama berdiri, aku berdiri. Eh kontolku ikut berdiri. Mama melihat dan tertawa lagi. “Buka aja kancingnya.” Mama lantas membuka kancingku hingga lepas, “nah, biar gini aja. Yuk.”

Mama berjalan dan aku mengikuti dari belakang. Tangan mama ke belakang dan langsung memegang kontolku. Menariknya.

Persetan dengan catat - mencatat. Aku bagai kambing yang dicocok hidungnya. Namun kali ini, mama menarikku untuk ngentot. Kontolku ditarik sepanjang jalan, naik tangga hingga sampai ke kamar mama. Baru setelah itu dilepas.

Kamar mama lebih besar dari kamarku. Ranjangnya apalagi. Juga ada kamar mandinya. Disekat dengan pintu geser bercermin. Di tembok bagian atas ranjang juga terdapat cermin besar. Di kamar mama memang banyak cerminnya. Di lantainya juga dipasang karpet. Entah untuk apa aku tak pernah tahu. Kamar mandinya, tentu lebih wah dibanding kamar mandiku.

Begitu sampai kamar, mama menutup pintunya. “Duduk di kasur!” perintah mama.

Aku duduk di tempat yang ditunjuk mama. Di hadapanku terdapat lemari yang memiliki cermin hingga dapat kulihat tubuhku. Mama lantas berdiri menghadapku, membelakangi cemin lemari.

Karena kita telah coba pelbagai cara buat kumpulin sampel, sekarang pake cara alami saja. Herbal. Siapa tahu sakitmu bisa hilang. Kita ngentot aja seharian. Kamu suka ide mama gak?”

“Biar Yusup pikirkan dulu,” aku menunduk, memegang kepala seolah sedang berpikir. “Tentu saja yusup suka mah.”

“Kamu juga mesti ngomong kasar, sekasar – kasarnya, bagaikan tiada lagi yang lebih kasar dari ucapanmu. Coba sekarang kamu bilang ingin ngentot mama.”

“Yusup ingin ngentot mama,” aku menurut.

“Lebih kenceng,” desak mama.

“Yusup ingin ngentot mama,” suaraku lebih keras.

“Yang tegas dong. Kamu kok lembek gitu sih,” mama mulai keras.

“Diam lu, gw entot tau rasa lo!”

“Bagus....! Kamu juga boleh panggil mama apa aja sesukamu. Gak usah sungkan. Pasti kamu bakal merasakan kenikmatan tersendiri. Percaya deh sama mama. Sekarang coba.”

Aku menelan ludah mendengarnya. Antara senang dan bingung. Memikirkan panggilan untuk mama.


“Mama jal ... ... jalang,” aku menelan ludah lagi.

“Bagus. Coba yang lain.”

“Dasar murahan. Lonte pasar. Babi gemuk, wadah kontol,” aku malu mengatakannya, tapi saat kulihat mama, mama begitu bersemangat. Matanya berbinar ria.

“Bagus. Mama memang lonte pasar murahan, lubang kontolmu. Entot babi gemuk ini. Entot juga pantat mama. Kamu mau gak? Papamu dulu juga suka ngentot pantat mama. Kamu mau ha?”

Efeknya edan. Kontolku ngambek ingin pulang ke sarangnya. Nafsuku sudah di ubun – ubun.

Mama melepas daster handuknya. Kini mama benar – benar telanjang. Pentilnya seperti mengeras. “Mama ingin icip – icip kontolmu.” Mama langsung berlutut di hadapanku. Mama menjilati dan mengisap kontolku dengan rakus. Seperti orang yang kelaparan. Testiku juga tak luput dari jilatan dan isapannya. Aku hanya bisa meremas rambutnya. Setelah itu mama melepas kontol dari mulutnya, “naik kasur, mama juga ingin dijilati.”

Aku berbaring. Kepalaku mengarah ke lemari bercermin. Mama lantas menaiki tubuhku. Pantatnya ada di atas wajahku. Dari sini kulihat pemandangan yang luar biasa. Mama mulai menghisap lagi kontolku. Kujilati memek mama sedang tanganku meremas pantat mama. Aku sangat suka aroma memek mama. Kumasukan juga lidahku ke dalamnya dengan selamat.

Mama masih tetap isep kontolku. Kini kucoba menahan agar aku tak cepat keluar. Memek mama penuh liurku hingga basah. Kini pantat mama tak mau diam, terus menggeliat. Inilah surga. Aku tak mampu menahannya lagi, “yusup mau keluar.”

Mama menghentikan mulutnya, “keluarin di mulut mama. Biar mama minum. Tapi, mama ingin kamu liat. Kita ganti posisi dulu.”

Mama bangkit lantas turun dari kasur. Mama berlutut di samping kasur dan lemari bercermin. Aku lantas berdiri di depan cermin. Mama langsung meraih kontolku. Mulutnya terus berusaha agar kontolku memuntahkan peju. Kulihat cermin lemari, di sana mama sedang menyamping menikmati kontolku. Dari samping kulihat susu mama gerak meski sudah kendor.

"Ahhhhh .. AHHHH ....... AHHHHHHHHHHHH .......,” aku keluar, pejuku nyembur dalam mulut mama.

Mama berhasil menelan sebagian, namun pada semburan berikutnya mulai keluar tetesan peju dari sela mulut mama. Hingga beberapa peju itu jatuh membasahi dagu dan susu mama. Setelah kontolku berhenti menyembur, mama mengusapkan lubang kontol ke pipinya. Setelah itu, mama melepas kontol dari genggamannya. Mama mengusapkan jari pada peju yang ada di susu dan dagu mama, lalu menghisapnya hingga bersih. Kulihat mama sangat menyukainya.

“Enak nak. Mama suka banget rasanya. Tau gak, sehabis mama catet setelah sesi kita sebelumnya, peju yang di gelas selalu mama minum sampai habis.”

Aku terkesima mendengarnya. Benarkah itu? Memang aku tak pernah bertanya tentang peju yang telah ada di gelas ukur. Aku tak peduli sebelumnya. Mendengar ucapan mama, melihat tetesan pejuku di wajah dan tubuh mama, membuat kontolku kembali bergerak – gerak. Mama memperhatikannya. Lantas mama kembali memasukan kontol ke mulutnya. Memainkan hingga keluar lagi pejuku beberapa tetes hingga aku lemas. Mama mulai menjilati kontolku lagi hingga bersih.


Akhirnya aku terjatuh, merebahkan diri ke kasur.

“Tambah enak,” mama bangun dan melangkah ke meja disamping kasur. Mama meraih tisu dan menyeka wajah serta tubuhnya dari spermaku. Setelah itu mama buang tisunya. “Tunggu bentar mama mau bersihin tubuh dulu.”

Aku hanya mampu melihat pantat mama bergoyang seiring langkahnya menuju kamar mandi. Sepeminuman teh kemudian, mama muncul sambil tersenyum berseri – seri. Mama lantas membaringkan tubuh di kasur. “Sana bersihin tubuh dulu. Abis itu tiduran sini sama mama.”

Aku bangkit dan melangkah ke kamar mandi mama. “Seksinya pantatmu,” kata mama sambil tertawa. Aku hanya balas tertawa. Aku ingat betapa mama sangat menyukai pantatku.

Kamar mandi mama jelas lebih bagus. Kunyalakan shower. Air lalu membasahiku dari shower yang dipasang di atas. Kusabuni diri hingga bersih. Setelah itu kubalus lagi tubuhku dan mengeringkannya memakai handuk.

Aku kembali ke kamar. Kontolku melambai, padahal aku bukan pria melambai. Kulihat mama melihat kontolku yang melambai, tidak seperti cibay.

“Anak mama udah bersih belum?” kata mama sambil tersenyum nakal menggodaku.

“Jelas dong mah,” aku naik kasur dan duduk di samping mama sambil punggungku bersender ke bantal. Aku menatap tubuh mama. Perutnya seperti tumpah ke pinggiran.

“Kamu boleh elus mama kalau mau sambil kita ngobrol.”

Kuelus perut mama dengan tangan kananku, lalu susunya. Kuremas dan kumainkan pentil mama dengan jempol serta telunjukku. Tanpa bicara, aku menundukan kepala dan menghisap pentil itu.

“Oh... bagus nak.”

Memang kontolku masih lemas, tapi tetep nikmat rasanya menyentuh mama. Elusan tanganku kembali ke perutnya. Lalu turun ke memeknya. Aku menatap mama menunggu anggukan setuju.

“Ayo mainkan jarimu di memek mama,” mama menimpali tatapanku, lantas menutup matanya menikmati sentuhanku. Kugerakan jari tengah di belahan memek mama. Pelan – pelan kutekan diantara gerakan itu.

“Oh...” kata mama disela tekanan jari tengaku di memeknya. “Terus nak, nikmat.” Aku memang tak berniat berhenti. “Coba tambah satu atau dua jari lagi nak.” Kutambahkan telunjuk, kini dua jariku berusaha masuk memek mama dan mengobelnya.

Aku jadi malu, meski telah beberapa kali melihat film porno, ternyata masih harus dipandu oleh mama.

"Ahhh ... Ohhhh ... ," teriak mama.

Kupercepat tempo jemariku. Pinggul mama kini mulai bergerak naik turun. Seseruput teh kemudian mama berteriak dan tubuhnya bergetar. Aku merasa jemariku basah. Kurasa mama keluar, meski sebelumnya aku tak pernah tahu bagaimana wanita keluar.

Mama tetap berbaring sambil menutup mata selama beberapa saat. “Makasih nak. Mama memang ingin keluar.” Mama lantas membuka matanya, “Abis ini mama pingin keluar pake kontolmu,” kata mama sambil menatap kontolku yang masih lemas.

“Kamu mau kopi nak? Mama bikin dulu yah, ntar mama bawa ke sini.”

Aku mengangguk setuju. Mama bangkit, memakai daster handuknya lagi dan berkata, “mama gakkan lama,” lantas keluar kamar.

***

Aku merasakan sentuhan di tanganku. Aku berguling dan membuka mata. Aku lantas sadar, sepertinya aku tertidur di kamar mama dan sudah berselimut. Mama sedang berdiri di sisi kasur, tangannya memegang cangkir.

“Bangun sayang.”

“Eh maaf mah. Yusup lama gak tidurnya?”

“Lebih dari satu jam. Saat mama datang kamu udah tidur. Mama gak ingin ganggu kamu, jadi mama biarkan kamu istirahat. Akhirnya mama keluar terus nelpon Wa Yani.

“Nih kopimu, biar segar,” kata mama sambil menyodorkan cangkir.

Aku duduk lantas menerima cangkir. Tubuhku masih berbalut selimut dari pinggah ke bawah. Mama duduk di kasur menghadapku, masih memakai daster handuk. Kuteguk kopi, nikmat. Kopiku kental. Laguku Sinatra, cewekku mama.

“Wa Yani titip salam untukmu.”

“Emang mama ngobrolin apa sama Wa Yani?”

“Kamu lupa ya, mama kan selalu ngobrol sama Wa Yani tiap libur. Biasalah.”

Wa Yani merupakan kakak mama. Tinggal di pesisir pantai. Kadang suka berkunjung ke rumah. Kini Wa Yani tinggal sendirian setelah suaminya meninggal karena jantung koroner. Wa Yani tak memiliki anak. Setelah kepergian suaminya, sudah beberapa kali mama bujuk agar tinggal dengan kami, namun selalu ditolaknya. Aku tahu kedekatan mama dan Wa Yani, sangat dekat. Aku jadi tersadar akan sesuatu.

“Apa mama udah... udah cerita kondisi Yusup ke Uwak?”

Mama menatapku sebentar, “tentu mama bilang kamu punya masalah kesetahan, tapi gak mama ceritain detailnya. Mama hanya bilang udah bawa kamu ke dokter.”

“Bagus mah. Kalau lebih detail lagi kan Yusup malu.”

“Kok malu. Kamu kan udah deket sama uwakmu. Mama yakin Uwakmu sangat peduli sama kamu dan ingin kamu sembuh.”

Kuputuskan untuk tak memanjangkan pembicaraan tentang Wak Yani. Tak terasa kopiku habis. Kutaruh cangkir di meja samping kasur. Mama tersenyum padaku, genit. “Gimana sekarang, udah seger lagi?”

“Iya mah, seger buger. Bener – bener ber suasanaseger.” Namun biasa, testisku kembali berkedut – kedut agak sakit, seolah meminta dikeluarkan isinya. “Kayaknya mesti keluar lagi nih mah.”

Mama tersenyum lantas menarik selimut biru tua, setua mama, yang menutupi tubuhku dengan pelan. Hingga nampaklah kontolku. Mama mengelus kontolku dengan jemarinya. “Cakep banget nak. Mama gak bosen memandangnya. Kita lihat apa yang mesti kita lakukan agar kamu keluar lagi dan lagi.”

Mama lantas berdiri dan menatapku. Tatapannya beda dengan saat sedang membicarakan Uwak Yeni, yang menatapku penuh dengan keibuan. Kini tatapan mama seperti tatapan binatang kelaparan yang memandang mangsanya. Tangan mama memegang pinggul dan susu mama. Mama lantas berbalik menunjukan pantatnya padaku. Mama menggoyangkan pantatnya.

“Kamu suka nak?” goda mama. Lantas mama berbalik lagi. Aku melihat mama mulai bernafsu.

“Pasti mah, pasti.”

“Mama jalan – jalan dulu di kamar ini biar kamu lihat sepuasnya. Kamu suka liat pantat tubuh mama kalau lagi jalan kan. Tapi sebelumnya, kamu harus melakukan sesuatu.”

“Lakuin apa mah?”

Mama mengambil lipstik dan melemparkan padaku. “Tulis sesuatu di pantat mama!”

Aku menelan ludah.

"Er ... ok ... apa?" Kontolku semakin sulit kukontrol.

“Duduk di sini biar mudah nulisnya.”

Aku meraih lipstik dan bergeser lalu duduk di pinggir kasur sementara mama berdiri membelakangiku. Pantatnya menantangku. Kuremas – remas pantatnya, juga kucium dan kujilati. Kuusapkan wajahku ke pantat mama. Mama tertawa kesenangan.

“Pantat mama seksi banget sih...” kataku puas. “Oke mah, Yusup mesti nulis apa?”

“Tulis huruf besar, di pantat kiri mama tulis 'lon' dan di pantat kanan mama tuli 'te.'”

Gila, mama yang selama ini kukenal kuna, bahkan terkesan alim, ternyata sangat binal. Kupegang lipstik dan mulai menulis huruf yang mama suruh. Kutulis besar – besar hingga jelas.

"Selesai," kataku. "Pantat mama jadi makin seksi."

“Oh ya,” kata mama lantas menggoyankan pantatnya.

Mama berbalik hingga membelakangi lemari cemin. Kini mama memalingkan wajah melihat cermin. “Bagus,” katanya sambil menatap cermin. “Mama dulu suka gini sama papa. Papamu benar – benar langsung terangsang.” Mama lantas melihat kontolku yang sedang berdiri sopan hormat pada mama. Mama membungkuk lantas mencium kontolku. Setelah itu mama menjilati dan menghisapnya. Terdengar suara sruput – sruput dari mulut mama. Entah disengaja atau tidak.

Setelah puas, mama menghentikan aksinya lantas menatapku lagi. “Mama ingin kamu ngomong kotor lagi.”

Mama lantas berjalan – jalan di kamar, tangannya memegang pinggul. Susunya naik turun. Saat melangkah menjauh, aku baca 'LONTE' di pantatnya.

“Gimana nak?”

“Meski cuma liat lonte murahan, tapi tetep merangsang.”

“Mau nyobain lonte murahan ini gak?”

“Tentu.”

“Mau ngentot kayak anjing?”

“Bener.”

“Ngomong dong!”

“Yusup ingin ngentot lonte.”

“Emangnya mama lonte?”

“Lu memang lonte murahan tukang minum peju, lebih rendah dari anjing kampung.”

“Bagus nak.”

“Biar lontemu minum pejumu lagi. Sodok lontemu dari belakang.”

Mama mendekati kursi, mengangkat satu kaki dan menaruhnya di kursi. Mama menatapku sedang tangannya bermain di memeknya. Kadang dimainkan juga anus mama dengan jarinya itu. Mama lantas menarik kedua bibir tembem yang menutupi memeknya hingga bisa kulihat memeknya dengan jelas.

Aku berdiri dan mendekati mama. Aku berlutut di belakang mama dan mulai menjilati pantat mama dari belakang. Mama lantas bergerak dan duduk di kursi. Mama lantas meraih kontolku dan kembali menghisapnya.

Tak mau diam, kuelus dan kuremas susu mama. Setelah beberapa saat, mama melepas kontolku, “entot susu mama!”

Mama memegang susu dan kuselipkan kontol ke susunya. Tak lama karena aku tak ingin keluar sekarang. “Cukup. Gw mau entot lu sekarang juga,” kataku.

Aku mundur. Mama berdiri lantas ke kasur. Mama lantas nungging sambil wajahnya menghadap cermin. “Ayo cepet!”

“Lu mau ngentot sambil liat? Cuih,” kataku namun tidak sampai mengeluarkan ludah, “bener – bener lonte murahan.”

Aku naik ke kasur dan berlutut di belakang mama. Kulebarkan pantat mama dan kumasukan kontol ke memeknya. Perlahan hingga setengah kontolku masuk kudiamkan. Kurasakan memek mama seperti memijit dan atau mencengkram. Kudorong lagi hingga mentok.

Langsung kusodok memek mama dari belakang. “Lu suka hah. Lu suka gw entot hah?”

“Iya, oh... oh...”

Kulihat cermin sedang mencerminkan perbuatanku dan mama. Kutarik rambut mama hingga wajahnya seperti menatap cermin. “Liat tuh babi gendut lagi ngentot.”

“Ahh.. ayhhh iya....” kulihat wajah mama sedang kenikmatan.

Setelah beberapa saat, kurasakan akan segera keluar. “Nih rasain nih peju gw!” Semburanku menyembur di memeknya.

Mama ikut berteriak, tubuhnya mengejang hingga akhirnya mama ambruk. Aku mendesah nikmat bersama mama. “Lu suka hah? Jawab babi!”

“Iya,” jawab mama senang.

***

Kami menghabiskan waktu di kamar mama. Ngentot dalam pelbagai posisi. Saat mama diatas, kuliahat susu mama goyang – goyang takkaruan. Kuhitung sepertinya aku empat kali keluar. Pernah ketika mama nungging di lantai dengan tangan dan lututnya menyentuh lantai. Kubuka lebar pantat mama lantas kujilati. Kuludahi juga anus mama beberapa kali hingga bener – bener becek, meski saat itu tak ada hujan tak ada ojek. Lantas kumasukan jari ke anus mama dan kukocokan jariku.

Mama mengerang. Erangan mama menyiratkan kenikmatan yang begitu dalam. Aku jadi ingin menggantika jari dengan kontolku. Namun masih bisa kutahan. Belum saatnya, pikirku. Meski kulihat mama sangat menikmati jariku di anusnya.

Tentu saja kami tak pedulikan gelas ukur. Mama selalu menelan pejuku atau kusemprotkan di memek mama. Aku sangat senang melihat pejuku menetes keluar dari memek mama.

***

Malam pun tiba. Mama mengingatkan kalau esok kita ada janji sama dolter Tari.

“Ingat juga, kamu gak boleh kasih tahu dokter seberapa jauh kita melangkah agar kamu keluar.”

Aku mengangguk setuju. Aku tahu hubunganku dengan mama bukan untuk konsumsi publik. Apalagi aku bukan public figure. Setelah makan, kami ngobrol sebentar hingga malam.

Aku memakai boxer dan sporthem lainnya. Mama memakai kaos dan celana pendek. Belahan lehernya pendek hingga dapat kulihat belahan susunya. Pentilnya tercetak jelas. Sejak kemarin, mama telah begitu banyak membantuku keluar. Namun esok, mama mesti kerja. Aku tak tahu apa yang akan mama lakukan.

“Mah, mulai esok, Yusup mesti ngapain kalau sendirian nunggu mama pulang kerja?”

“Iya, mama juga bingung. Mama kan kerja. Kamu juga kuliah. Biar kita tanya dokter besok. Gimana sekarang, masih sakit gak?”

“Udah gak begitu sakit mah. Mungkin karena mulai teratur keluar.”

“Besok sebelum mama kerja, kita lakukan satu sesi. Terus ambil sampel seperti biasa. Hari ini gak ambil sampel karena merupakan pengecualian,” kata mama lantas tersenyum.

Aku mulai mengantuk. Mama memandangku. “Waktunya tidur nak. Mau keluar dulu sebelum tidur?”

Kantukku serasa hilang. Aku mengangguk.

“Kamu mau ngapain sekarang?”

“Yusup ingin pantat dan memek mama dong.”

Mama berdiri di depanku.

“Lakukan apa yang kamu suka.”

Aku mengelus memek mama dengan jemariku beberapa kali. Bahan celana mama yang tipis membuatku bisa merasakan jembutnya. Mama mulai mengerang pelan. “Muter boleh mah,” kataku.

“Ngomongmu terlalu sopan sayang. Kamu mesti ngomong kasar kalau mau. Ayo ngomong.”

Aku menatap mama sebentar.

“Muter, gw mau liat pantat babi gemuk ini.”

“Nah, gitu dong,” jawab mama. Mama langsung berputar. Lantas kuusap pantat mama. Kuraba dan kuremas. Lantas kuturunkan celana mama.

“Pantat babi emang montok.”

Mama tak berkata. Saat celana mama akan kutarik, mama mengangkat kakinya hingga celana itu lepas. Mama kini hanya memakai baju. Lantas mama menggoyangkan pantat menggodaku. Aku berdiri dan mengelus – elus kontol ke pantat mama. Kuelus kontol mengikut belahan pantat mama hingga menekan ke dalam.

“Lu jalan ke kamar tanpa lepasin gw. Ntar gw kasih peju buat lu minum. Ngerti lu babi?”

“Iya,” jawab mama.

Mama mulai berjalan perlahan agar kontolku tak lepas. Aku mengikuti dari belakang. Di tangga, mama mulai naik perlahan juga, membuatku makin tak tahan. Kutampar lagi pantat mama dengan tanganku saat mama dua langkah di atasku.

Sampai di atas, mama berjalan ke kamarku lalu duduk di kasur. Aku berdiri di hadapannya. Mama lantas menjilati dan menghisap kontolku.

“Oh....”aku mengerang menikmati mulut mama. “Mulut babi gendut memang enak.”

Mama memakai tangan untuk membantu mulutnya. Tangan mama mulai mengelus testisku dan meremasnya pelan. Tangan kananku kuturunkan mencoba mencapai susunya lalu kumainkan.

Mama berhenti sejenak, “ayo, ngomon kasar lagi nak. Kamu tau mama suka kan?” lantas mama melanjutkan.

“Oh, terus... Mulut babi gendut memang enak,” kuikuti keinginan mama. “Isep terus... Lu suka kan hah? Jawab lonte.”

“Iya, suka.”

“Suka apa hah, yang bener kalau ngomong!”

“Babi gendu ini suka isep kontol....”

Kuraih kepala mama dan mulai mengocoknya. Kukocok dan kutekan sedalam mungkin. Tangan mama kini mulai memegang paha dan menahannya. Mungkin sudah terlalu mentok. Namun aku tak pedulu. Kupercepat kocokan seiring semakin dekat aku keluar. Akhirnya kutekan dan kudorong kuat – kuat kontolku. Kumuntahkan di mulut mamah.

“Nih peju gw makan. Biar makin gendut! Ohhhhhhh.... ahhhh.....”

Peganganku di kepalanya membuat mama menelan semua pejuku. Setelah habis, kulepas dan mama langsung menjilatinya hingga bersih.

“Pejumu nikmat.” Mama lantas menjilati bibirnya agak lama. “Sekarang waktunya kamu tidur. Besok kita kumpulin sampel lagi.

Aku mengangguk dan tersenyum ke mama.

Mama berdiri, mencium pipiku, “malam sayang.” Lantas berbalik dan keluar kamarku. Aku langsung tidur.

Hot Mama Part 4




Aku males naik jadi kuambil tisu, kubasahi dan kubersihkan diriku di dapur. Setelah bersih, kupakai kembali boxer dan sporthemku. Aku kembali duduk menunggu mama. Apakah yang akan mama pakai. Aku masih terbuai dengan rencana mama memberi rangsangan nonstop selama akhir pekan ini. Ditambah memakai pakaian merangsang. Aku bahkan belum pernah melihat mama memakai pakaian lain selain pakaian biasa. Tapi tentu aku takkan protes. Benar – benar impian yang jadi kenyataan. Aku jadi penasaran dengan tubuhku, hari ini aku sudah empat kali keluar. Mungkin mama benar, aku mesti mencoba terus hingga tahu batasku. Tentu saja untuk diteliti oleh dokter Tari. Aku juga penasaran sejauh mama langkah mama membiarkanku menyentuhnya. Namun sebelum berpikir lebih jauh, aku dengar mama menuruni tangga. Dari tempatku duduk di dapur, aku tak bisa melihat langsung ke tangga, jadi aku baru bisa melihat mama saat memasuki dapur. Mulutku mengangan. Tanpa melihatku, mama berjalan santai ke dapur. Menuju aku. Kukedipkan mataku, takjub. Mesti kuingatkan, sebelum ini mama selalu berpakaian wajar, bahkan terbilang kuno. Meski tak bisa menutupi susunya yang besar. Karena tubuhnya yang gendut, mama juga selalu berusaha memakai pakaian yang takkan membuatnya terlihat gendut. Kini mama memakai legging, yang dipotong hingga sebatas dengan selangkangan, jadi mirip hotpants.

“Mama tau kamu suka liatin pantat mama nak,” kata mama tegas. “Jadi biar mama puaskan matamu itu.”Aku menelan ludah."Ini ... eh ... benar-benar ... eh ... mama sangat seksi," kataku, ragu-ragu, tak yakin dengan apa yang kukata.

Atasnya mama memakai tanktop. Belahan lehernya seperti digunting oleh mama hingga lebih rendah lagi membuat susu bagian atasnya terlihat olehku. Pentilnya terlihat mencetak. Berarti mama tak memakai bh.

Mama lalu menatapku, “mama gak bake bh atau cd lho. Mama mau masak dulu buat malem. Duduk saja. Tapi kalau kamu terangsang terus udah mau keluar, tinggal bilang saja ke mama biar kita ambil sampel lagi.”"Eh, .. ok ma," kataku.

Mama membuka kulkas lantas menunduk untuk mengambil sesuatu. Pantatnya mencuat ke arahku. “Sambil mama masak,” mama berdiri lagi lalu menuju meja. “Mama ingin tau hal – hal yang bisa merangsangmu. Kali aja bisa sekalian merangsangmu dengan membicarakannya.

Aku menelan ludah lagi. Mama mulai memotong sesuatu dengan pisau. “Mama tahu kamu suka liat pantat mama. Tapi selain itu, kamu suka apa lagi?”

“Eh...”

“Katakanlah... katakan sejujurnya!”

“Pantat mama besar banget. Yusup suka.”“Terus?”“Apalagi pantat mama menggelantung gitu.”

“Mama kira lelaki sukanya yang singset, kencang gak menggelantung.”Aku merasa agak percaya diri, “yah, mungkin ada yang suka seperti itu. Tapi Yusup suka apa yang mama punya.”

Mama tertawa, “mama rasa mama udah tua, gendut lagi. Mana ada yang suka.”

Aku mulai santai mendengar tawa mama. “Gak juga mah, menurut yusup sih besarnya pas. Apalagi kalau mama jalan, yusup suka liat pantat mama goyang.“Giliran soal pantat mama, banyak bener bahan yang bisa kamu omongin.”

“Memang mama gendut, tapi seksi. Makanya yusup selalu penasaran kenapa mama gak cari pasangan lagi. Siapa tahu banyak pria seumuran mama yang tertarik sama mama.”Mama menjadi diam. Setelah itu berbalik dan membawa masakan ke meja. Saat berjalan, susu mama bergerak bebas dalam tanktopnya. “Makasih nak,” kata mama sambil tersenyum. “Mama senang kamu bilang gitu. Tapi kini kita mesti memikirkan hal lain dulu. Yaitu kesehatanmu.” Mama melihat selangkanganku sejenak, “kamu suka gerakan susu mama di tanktop gak?”Aku menelan ludah lagi. Memang kulihat susu mama tergantung di tanktop karena tanpa bh. “Iya mah, suka.”“Seksi gak?”

Aku ingin meraih dan meremasnya, “seksi banget mah.”

Mama kembali ke kompor, “jadi kamu juga suka susu ya.”“Tentu saja.”

“Tapi gak sesuka pantat kan?”

“Yusup suka dua – duanya mah. Apalagi yang besar, kayak susu mama.”“Jadi itu sebabnya kamu selalu bergairah kalau liat tubuh mama?” kata mama sambil membelakangiku. “Yah, yusup suka wanita montok mah.”Lalu sekarang gilirang keheningan yang muncul. Selama satu atau dua menit.

“Kamu udah terangsang belum?” kata mama akhirnya.

“Iya mah.”

“Terus kenapa kamu gak bilang?” mama berbalik lalu menatapku. “Yusup kira belum cukup mah.”“Tunggu bentar lagi. Sambil nunggu ini matang, kita bisa ada sesi selama setengah jam sebelum makan.” Mama kembali masak beberapa saat. “Nah, ikuti mama.” Mama lantas mengambil gelas dan keluar dari dapur. Aku mengikuti mama. Mataku mengikuti pantat mama. Rupanya mama naik tangga. Setiap kali naik, pantat mama sejajar dengan mataku. Hingga sampailah kami di kamarku.

“Mama rasa kita mesti melakukan dengan cara yang beda,” kini mama berdiri di sisi ranjangku. “Kita bisa tambahkan variasi.”

“Boleh mah.”Mama duduk di kasur, “kalau gitu lepas pakaianmu.”

Aku melepas pakaian sementara mama menonton. Aku kini telanjang berdiri di hadapan mama. “Mungkin kita mesti awali dengan rangsangan susu,” kata mama sambil melepas tanktopnya.

Mama memegang susunya dan mengarahkan padaku. Baru kali ini mama melakukannya. “Ayo mainkan nak.”Aku tak percaya perubahan pada diri mama sekarang.Aku berlutut di hadapan mama. Kumainkan susu mama dengan tangan dan mulutku. Bergantian ku hisap sementara yang lainnya kuelus dan kuremas. Tak lupa kupilin juga pentilnya. Kali ini mama membiarkanku agak lama. Kurasa mama akan membiarkanku menyodok susunya lagi. Mantap.

“Karena tadi kamu bilang demen banget sama pantat mama, sekarang kamu boleh sentuh dan cium pantat mama lewat legging.”

Duar, andai ada petir menyambar di sebelahku, aku takkan seterkejut ini. Mama berdiri lalu berbalik. Membungkuk hingga tubuhnya bertumpu pada kasur. Otomatis pantatnya searahku. Posisi mama sungguh menggairahkan. Langsung kucium dan kujilati bawahan pantat mama yang tak tertutupi legging.

“Santai nak, malam masih panjang. Lagian esok juga kamu bisa lakuin lagi.”

Aku jadi agak santai setelah mengolah kata – kata mama. Setelah puas, kunaikan ciumanku setetes demi setetes. Dari belahan pantat, dapat kulihat memeknya mencetak. Kulebarkan pantat mama agar memeknya lebih kulihat lagi. Aku mulai menciumi belahan pantat mama. Mulai dari yang terluar hingga masuk ke dalam. Kujulurkan lidah untuk mencapai anus mama. Kudiamkan lidah menunggu mama berkata. Namun mama malah diam. Kesempatan, pikirku. Kutusuk lebih dalam lagi lidahku hingga hampir mendekati memek mama. Kulakukan beberapa saat.

Kontolku sudah tegang, namun kali ini kurasa seperti belum mau keluar. Aneh. Sepertinya mama menyadari ini. “Gimana, udah mau keluar nak?”

“Belum mah.”“Kok? Wah, menarik nih,” kata mama sambil tetap tak bergerak. “Gimana kalau tambahkan rangsangan lagi. Coba kamu kenakan kontolmu ke pantat mama lagi.”Tanpa dikomando lagi aku langsung berdiri dan memengang kontol dengan tangan kananku. Kugerakan kontol hingga seperti menampar pantat mama. Tentu tak sekeras tamparan sendal jepit pada pipi oleh guru olahraga. Namun cukup untuk memberikan sensasi nikmat. Mama mulai menggerakan pantatnya. Meski pelan namun membuat pantat mama bergoyang ke kanan kiri. Lalu kulihat belahan pantat mama lagi. Kucoba menyelipkan kontol ke belahan pantat mama. Kudorong hingga agak jauh.

Mama tersentak sebentar, namun tak berkata apa – apa.Kuteruskan sodokanku di celah pantat mama. Saat mentok, kudiamkan sebentar merasakan lembutnya daging memek mama yang berbalut legging. Kutarik lalu kutekan lagi. Mama kembali tersentak. Akhirnya aku merasa sudah waktunya, “rasanya Yusup mau keluar mah.”

Mama meraih gelas, berbalik dan duduk di kasur. Tangan mama lantas meraih kontolku dan mengocoknya. "Uhh ... Uhhh ... Uhhhhhhhhhhh ....," aku mendengus sambil keluar.

“Bagus nak... terus,” kata mama bersemangat.

Aku terus keluar hingga tak ada tetes yang tersisa. Mama membersihkan tetes akhir dengan tangannya. Mama mengamati gelas. “Kayaknya mulai agak berkurang dibanding sebelumnya. Kayaknya tinggal sedikit lagi nih.”Aku duduk di kasur lalu memandang gelas di tangan mama. Benar, lebih kurang kali ini. “Bisa jadi mah. Abisya itu yang keempat sih. Mungkin nanti mama perlu memberi rangsangan berlebih agar kita tahu apa sperma Yusup benar habis.”“Ya, gak masalah,” jawab mama sambil menatapku, tersenyum. “Ntar abis makan mama coba pake yang lain. Kamu takkan kecewa deh.”Aku tersenyum. “Makasih mah,” syukurku. “Yusup jadi gak sabar nih.”

Mama menampar pipiku, tentu saja pelan. Lalu mengelusnya. “Udah bersihin dulu sana. Mama mau nyatet dulu nih. Kalau udah siap kita makan dulu.” Mama lalu bangkit, tangan kanan memegang gelas sementara tangan kirinya mengambil tanktop.

Saat mama melangkah keluar, kulihat lagi pantatnya yang bergoyang menantang. Aku senang, bukan karena apa yang mama janjikan. Tapi karena telah menyentuh memek mama, meski mama masih berlegging.

Kubersihkan diriku, pake boxer dan sporthem lalu turun. Mama di dapur, masih memakai pakaian yang barusan. Makanan sudah di meja. Namun ada yang aneh. Ada botol yang, kadang ku minum bersama teman – teman.

“Intisari?” tanyaku setelah duduk.“Iya, biar kamu santai,” jawab mama tanpa menatapku. “Anggap aja obat biar membantu kamu keluar,” mama menambahkan. “Juga biar mama bisa santai. Ingat, kegiatan kita kan perlu dua orang.”Aku terdiam sejenak. Lalu memikirkan kata – kata mama sambil makan. Kutuangkan pada gelas dan kuminum. Lumayan membuatku santai. Mataku menikmati belahan dada mama. Rasanya aku harus mengatakan sesuatu. Sesuatu, yang ada di hati. Sesuatu, yang ada di hati.“Yusup bener – bener bersyukur mama mau membantu yusup mah.”

“Iya sayang. Tapi mama rasa semua ibu juga pasti mau membantu anaknya, semampunya.”

“Iya mah. Tapi apa yang mama lakukan, benar – benar luar biasa. Apalagi yang, mama tahu kan, ngerangsang Yusup.”

“Apa yang terjadi terjadilah, tapi ingat nak, saat kamu eluskan kontol ke memek mama, mama memang gak ngomong. Tapi jangan pernah kamu masukkan kontolmu ke memek mama.”

Aku kecewa mendengarnya. “Tapi,” lanjut mama. “Kita bisa melakukan yang lain.”“Maksud mama?” aku penasaran.“Seperti kata mama. Mama akan bilang kalau mama setuju. Tapi kita makan dulu dan ngomongin yang lain.”Kami makan sambil bicara hal lain. Sesekali aku minum. Mama juga. Membuat kami lebih santai. Selesai makan, tak terasa sudah habis sebotol. Hanya tinggal yang ada di gelasku dan gelas mama.

“Kalau kamu masih mau, masih ada kok. Sengaja mama beli. Mama mau santai dulu di kamar. Ntar mama panggil kamu. O, ya. Kamu suka cd warna apa?”

Aku tersipu malu.“Ya... mama gak pernah nanya gitu sebelumnya, tapi, mungkin hitam mah. Warna lain juga boleh.”“Mama senang kamu jawab hitam. Kamu beresin dapur ya.”

Mama lantas bangkit dan melangkah ke kamarnya. Aku duduk sejenak menenangkan pikiranku. Setelah membereskan dapur, aku duduk santai di depan tv sambil mendengar musik dari tape. Kudengarkan Sinatra sambil menutup mata. ***

Mama memanggilku. Aku mematikan tape. “Ambil sebotol dan dua gelas ke ruang tv nak.” aku melakukan apa yang mama suruh. Kutaruh botol dan gelas di meja di depan sofa.

Meski disebut ruang tv, namun semenjak mama cerai tak ada lagi tv. Hanya ada tv di kamarku dan kamar mama. Ada satu meja, satu sofa panjang di sebrang meja dan sofa pendek di sisi kanan kiri meja. Kutuangkan anggur ke gelas mama dan gelasku. Lantas aku duduk di sofa pendek yang menhadap tangga. Agar bisa kulihat kedatangan mama.

Beberapa saat kemudian kudengar suara mama melangkah. Jantungku berdetak lebih kencang, seperti genderang mau perang. Akhirnya mama datang sambil membawa gelas ukuran. Lalu berdiri diam.

Luar biasa apa yang mama pakai. Aku hanya pernah melihat wanita memakai pakaian seprti itu di film porno. Mama memakai bh dan thong berwarna hitam. Aku tahu namanya thong karena pernah kucari tahu di net. Perut mama berlipat akibat kegemukannya. Melihatku yang hanya bisa melongo, mama lantas memutar tubuhnya. Thong itu masuk ke belahan pantat mama sehingga pantat mama dapat kulihat seutuhnya. “Mama benar – benar seksi.”Mama kembali berputar hingga menghadap padaku. “Gimana sekarang kontolmu?”Aku menelan ludah. Mama mengambil gelas lalu minum.

“Keras mah. Tapi Yusup gak keberatan melihat mama agak lama lagi.”

“Ya sudah, biar mama gini dulu. Kamu liat mama jalan, biar puas.”

Mama lantas berputar dan melangkah menjauh. Pantat mama sungguh seksi. Mama melangkah hingga teras yang menuju taman. Sampai di pintu teras, mama berbalik dan berjalan ke arahku. Kini kulihat susu dan perut mama bergoyang seiring langkahnya. Setelah di depanku, mama tersenyum lalu berbalik lagi. Mama berbungkuk menunjukan pantatnya padaku. Aku jadi tak sabar. Sebelum mama beraksi lagi, aku langsung bicara, “Yusup udah siap mah.” Sku berdiri dan melepas pakaianku.

Mama berdiri, berbalik dan melihatku telanjang. Kontolku sudah tegang. “Bener nih udah siap?”“Iya mah. Tapi sebelum keluar, mungkin boleh nambah rangsangan lagi. Boleh pegang pantat mama, lagi?”“Boleh, biar mama nyaman dulu.”

Mama mendekati sofa pendek dan menyandarkan tangan ke sofa hingga mama membungkukkan pantatnya. “Sekarang mama udah nyaman. Ayo mulai.”

Aku langsung berlutut di belakang mama. Kucium pantat mama. Harum baunya. Kuremas dan kujilati. Lalu kujulurkan lidah agak ke dalam, ke celah pantatnya. Dapat kujilat anus dan memek mama karena mama memakai thong.

“Boleh pake kontol lagi gak mah?”

“Iya, tapi jangan masukan ke belahan pantat mama.”Mama menggoyangkan pantatnya. Ingin kutarik thong ke pinggir dan menusukan kontol ke memek mama. Tapi aku masih bisa menahan. Kuraih kontol dengan tangan kanan. Kutamparkan ke pantat mama beberapa kali hingga pelumasku keluar. Kutekan – tekan ke pantatnya. Nikmat. “Udah tegang mah, tapi rasanya belum mau keluar. Gimana nih mah?”

Mama berbalik ke arahku dan membelai kontolku. “Biar mama lepas bh mama,” kata mama sambil melepas bhnya. Susu mama terpampang di depanku. Mama lantas berlutut di hadapanku. Punggungnya bersender ke sofa. “Entot susu mama, siapa tahu bisa.”Edan, mendengar kata – kata mama membuatku makin semangat. Mama memegang susu sementara kutusukan kontol diantara sela susunya. Kulihat pentil mama seperti mengeras. Kuusapkan lubang kontol pada pentil mama, kanan dan kiri. Lalu aku kembali ke sela susu mama lagi.“Bagus, entot terus susu mama sayang.”Kuentot terus hingga kontolku hampir mengenai dagunya. Namun belum kurasa akan keluar. Hingga beberapa saat berlalu. “Masih belum mau keluar mah.”

“Udah, berhenti dulu. Kita coba cara lain.”

Kuhentikan aksiku. Mama berdiri dan mengambil gelas ukuran dari meja, lalu duduk. Aku mengikuti namun tetap berdiri di depan mama hingga kontolku sejajar dengan wajahnya. “Makin hari makin lama kamu keluarnya ya. Biar mama coba yang baru. Ingat, semua ini mama lakukan demi membantu kamu keluar.”

“Iya mah,” meski aku tak tahu maksudnya. “Mama mesti merangsang kontolmu dengan mulut mama. Tapi mama ingatkan, lelaki yang baru pertama kali dioral pasti langsung keluar. Kamu baru pertama kan, tapi mengingat makin hari kamu makin susah keluar, mungkin gak terlalu cepat.”Aku tersipu malu. “Eh, iya mah, makasih.”

Tangan mama masih memegang gelas ukur, “coba kamu maju agak dekat.”

Aku hamu hingga kontolku hampir mengenai mulut mama. Mama membuka mulut dan memasukan kontol ke mulutnya. Perlahan mama mulai mengeluarkan suara seperti sedang menyeruput. Mama mulai memaju mundurkan kepalanya. Aku memegang rambut mama dengan tanganku. Mama menghentikan gerakan kepalanya. Kini mama memainkan lidah saat kontolku masih di dalam mulutnya. Mama mengeluarkan kontol dan kembali menjilatinya. Lubang kontolku pun dijilati mama.Nikmat.

Setelah beberapa saat, mama menghentikan jilatannya dan kembali menghisap kontolku. Hisapan dan jilatan lidah mama membuatku tak tahan. “Yusup mau keluar mah.”Mama menghentikan aksinya, menyiapkan gelas pada kontol lalu mulali mengocok kontolku. "Ahhhhh ....... Uhhhhhhh .... Ohhhhhhhhhhhhh." aku menyemburkan peju ke dalam gelas hingga selesai. Setelah itu, aku duduk di sofa panjang. “Gak begitu banyak sekarang ya,” kata mama. “Mungkin bentar lagi kita tahu batasmu perhari.”

Aku memandang gelas ukur dan ternyata spermaku hanya setengahnya. Namun aku lega masih bisa memproduksi sebanyak itu. “Barusan nikmat sekali mah. Mulut mama benar – benar tau cara merangsang.”

“Tiap lelaki pasti suka. Mama gak pernah lakuin lagi sejak cerai. Papamu juga suka sama kayak kamu.”Tetap, aku jadi malu mendengarnya. Rupanya mama menyadari kalau aku malu.

“Kamu kok kayak masih malu kalau kita bicarain soal rangsangan. Gak perlu lah. Lagian kan yang kita lakukan ini demi kesehatan. Agar kita bisa kasih tahu dokter berapa banyak sperma yang bisa kamu produksi dalam sehari.”“Eh, iya mah. Hanya saja, bicara dan berlaku gini sama mama tentu bikin malu awalnya. Apalagi Yusup tak tahu apa mama suka atau tidak.”“Ya, mungkin kita pikirkan lagi itu nanti. Mungkin saatnya kamu bicara lebih terbuka lagi sama mama. Kamu harus coba dan coba?”

“Maksud mama?”“Kamu boleh ngomong kasar sama mama biar gak terasa kaku. Kalau udah gak kaku, mama yakin bakal membuatmu makin lancar keluarnya. Contohnya, coba kamu bilang kalau kamu ingin ngentot susu mama.”

Aku tersipu mendengarnya, “kamu gitu lagi deh,” kata mama.“Maaf mah,” jawabku. “Yusup ingin ngentot susu mama.”“Bagus. Sekarang coba bilang kamu suka pantat mama, agak kasar ya.”

Aku berpikir sejenak, lalu mulai merasa percaya diri. “Pantat mama seksi, Yusup suka. Apalagi kalau ditampar sama kontol yusup.”“Lumayan,” kata mama. “Coba lagi dengan susu mama.”

“Tuh susu diisep aja udah nikmat. Apalagi dientotin.”“Mulai ada kemajuan. Sekarang mama mau dengar kamu bilang mau liat memek mama.”

Oh, mama tak pernah menyinggung hal itu sebelumnya.

"Eh ...," Aku ragu-ragu.

“Mama gak bilang entot memek mama. Tapi kamu boleh lihat jika memang membantumu keluar.”

Aku menarik nafas dalam – dalam. Setelah itu mulai bicara, “yusup ingin liat memek mama.” Kini aku merasa lebih berani, “coba Yusup periksa memek mama.”“Pinter,” mama terlihat senang.

Aku lantas berinisiatif, “coba liat anus mama, biar yusup jilatin.”“Bagus,” kata mama.

Aku terkejut mama tak keberatan. Kontolku lantas bergerak – gerak.

“Mama lihat percakapan kita berefek padamu. Tapi biar kita istirahat dulu. Minum lagi yuk. Ntar tinggal bilang aja kalau kamu udah siap lagi.”Aku hanya bisa menelan ludah. Kulihat mata mama, ada sesuatu yang sudah lama tak kulihat.

“Udah bersihin dulu tubuhmu. Terus abis itu telanjang aja.”

Aku berdiri dan melangkah ke kamarku. Setelah membersihkan diri aku kembali lagi turun. Mama sedang duduk sambil memegang gelas. Hanya berbalut thong kuperhatikan.

“Mama udah catet prosesmu saat kamu di atas.” Di meja kulihat gelas ukur sudah bersih dan kosong. “Itungannya mulai menurun. Bagus.” Aku duduk di sofa panjang, mengambil gelas dan minum. Kupandang mama, mama balas menatapku. “Apa?” kataku.“Mama lagi mikir cara ngerangsang kamu. Mungkin kita mesti coba hal – hal baru. Kayak yang barusan kamu bilang.”Mungkin maksud mama apa yang barusan aku katakan sebelum naik. Apalgi mama bilang boleh melihat memeknya. Mama juga gak keberatan saat aku bilang ingin jilat anusnya. “Mungkin kita bisa coba permainan.”

“Permainan?” bingung, bingung kumemikirnya.

“Iya permainan. Dulu papamu suka ngajak mama main. Saat awal pernikahan.”Aku tersipu.

“Hentikan. Udah mama bilang agar kamu lebih santai lagi.”

“Eh iya mah maaf. Yusup masih mencoba membiasakan diri.”“Kita mulai aja.”Mama berdiri dan meletakan gelasnya di meja.

“Kamu tau spank gak?”

“Apaan tuh mah?”
“Istilah untuk menampar pantat.”
“Oh, iya mah. Paham Yusup.”

“Sekarang mama nungging terus kamu coba spank mama. Alias tampar pantat mama.” Mama lantas nungging dengan tangannya bersandar ke sofa. Aku berdiri di sebelah mama, melangkah mundur satu langkah. Kuangkat tangan kananku lalu kutampar pantat kiri mama. Pantat mama bergelombang menerima tamparanku. “Lebih kuat lagi nak. Jangan lembek.”“Tapi nanti mama sakit.”“Spank aja lebih keras. Ntar mama hentikan kalau mama gak suka.”Kutampar lagi pantat mama dengan lebih keras. Rasanya nikmat, baru kali ini aku rasakan kenikmatan lain. “Bagus nak. Lebih keras juga boleh kalau kamu suka.”

Kulanjutkan aksiku. Kini kutampar pantat kanan mama. Tak pernah kubayangkan sebelumnya, bahwa aku sangat menikmatinya. Melihat pantat mama bergelombang sungguh nikmat. Lalu kusadari pantat mama mulai memerah akibat tamparanku.

“Oh...” gumam mama.

Mama terlihat sangat menikmatinya. Baru kali ini kusadari mama menikmati sesi kami. Kuputuskan untuk mengikuti arus dan mencoba menyemangati mama.Plak... “mama suka ini hah?”

“Iya nak, suka banget. Dulu juga papamu suka nampar pantat mama, bahkan sambil ngomong kasar. Kamu mau coba? Siapa tahu bisa bikin cepet keluar.”Kata – kata mama memberi rangsangan tersendiri. Sebelum ini, aku selalu mengira mama wanita yang normal, bahkan cara berpakaiannya pun termasuk kuna. Tak pernah kulihat mama bersikap nakal, apalagi genit. “Siap mah,” aku percaya diri. Aku pindah ke sisi kanan mama. Kutampar lagi pantat mama memakai tangan kiriku. “Montok sekali pantat mama,” kataku menambahkan.“Oh... Bagus nak. Bilang mama kalau kamu suka. Kamu mau mama ngapain biar kamu keluar?”Aku lantas berlutut di belakang pantat mama dan menciumi pantatnya. Tanganku mengelus paha mama.

“Terus nak.”

Aku lantas berdiri. Mama berbalik hingga menghadapku. Kulihat susunya menggelantung. Wajah mama seperti memerah, namun aku pilih untuk tak berkata.“Bagus nak. Minum dulu yuk.”Kami minum lagi.

“Sekarang giliran mama,” kata mama. Aku terperanjat. Bingung apa yang harus aku lakukan alias tak paham.Aku semacam tampak terperanjat, tidak tahu apa yang dia maksudkan dengan itu."Eh ....," kataku.

“Maksud mama giliran mama tampar pantat kamu. Coba dulu, kalau gak suka tinggal bilang mama. Ayo siap kayak mama, nungging!”

Aku ragu bakal suka dispank. Lagipula, bukankah ini semua tentang membantuku keluar. Lalu aku ingat mama sangat suka memainkan pantatku dengan tangannya, dulu. Mungkin mama menikmati hal seperti ini. Kuputuskan untuk mencoba, karena jika mama bisa sampai lepas kendali, siapa tahu apa yang terjadi di akhir.Kuposisikan diri seperti mama, nungging sambil menyandarkan tangan dan dada ke sofa. Pantatku terangkat menantang. Mama mulai menampar pantatku. Ringan pada awalnya. Aku tak merasa apa – apa. Namun setelah satu menit atau dua, aku mulai merasakan sesuatu. Seperti geli – geli.

“Gimana nak?”

“Terus aja mah.”

“Baik, kali ini akan sedikit keras. Siap nak?”

“Siap mah.”

Mama kembali menampar pantatku dengan sedikit keras. Kontolku gerak merespon, aku tak tau mengapa. Diantara tamparan, mama menyapu belahan pantatku dengan jarinya. Aku kegelian. Lantas mama mengelus pantatku. Nyaman rasanya. “Biar mama ikuti yang kamu lakukan ke mama.”Mama langsung menciumi pantatku, lembut. “Muter, biar mama isep kontolmu biar keras.”

Aku tak percaya mama bilang gitu. Namun, aku tetap berbalik. Mama tetap berlutut hingga wajahnya sejajar dengan kontolku.

Sebelum melangkah lebih jauh, mama menatapku. “Karena kamu keluarnya lama, sepertinya ini cara satu – satunya.”Lalu tanpa basa – basi, mama mulai menjilati kontolku. Terus menghisapnya. Kontolku terasa hangat di mulut mama. Mama menghisap selama satu atau dua menit. Namun tetap belum kurasa akan keluar. Aku lantas punya ide.

“Nikmat mah. Tapi agar tambah rangsangannya, gimana kalau, seperti yang mama bilang, liat memek mama.”

Mama tetap menghisap tanpa menatapku. Sepertinya mama menikmatinya. Beberapa saat kemudian mama menghentikan aksinya. “Boleh, tapi biar mama minum dulu.”Aku tak tahu kenapa mama ingin minum lagi. Entah karena agar lebih berani atau apalah – apalah. Masih berlutut, mama meraih botol dan menuangkan ke gelas. Mama ambil gelas lantas minum.

“Nikmat nak. Gini aja. Biar mama celupin kontol kamu ke anggur, terus mama isep. Gak keberatan kan?”Apa aku keberatan? Tentu saja tidak. Apa mama mengatakan hal seperti itu? Tentu aku tak peduli. Lantas aku hanya mengangguk tanpa bicara. "Mama mendekatkan gelas lantas mencelupkan kontolku ke dalamnya. Begitu kontol diangkat langsung dimasukan ke mulut mama. Nikmat rasanya. Mama melepas kontol, minum dari gelas, lalu mengulangi mencelupkan kontol ke gelas, menghisapnya lagi. Setelah itu, minum lagi dari gelas.

“Mama bener – bener haus ya,” kataku akhirnya. “Iya. Mama bener – bener menikmatinya. Mungkin udah saatnya kamu liat memek mama. Siapa tahu bisa buat kamu keluar.”

Mama meletakan gelas. Sementara kutuangkan segelas untukku dan minum. Mama berdiri dan melepas thong. Kulihat jembut mama agak rapi. Memeknya tak begitu jelas karena paha mama menyatu dan daging di atasnya seperti turun menutupi memek. Mama lantas menunjuk sofa panjang. “Duduk di sana,” aku langsung duduk. Sementara mama duduk di sofa pendek. Kini mama tak hanya duduk, namun mengangkat lutut dan menyandarkan ke lengan kursi hingga terbuka. Memek mama seperti ada di dalam, tertutupi oleh daging tebal yang menjadikan memek mama kurang terlihat. Lalu dengan jemarinya mama melebarkan daging yang menutupi memek hingga terlihatlah memek mama. Mama mengangkat jemari dan membasahinya dengan mulut, lalu kembali menaruh jemari di memeknya.

“Wow, mama bener – bener seksi.”“Bagus kalau kamu suka,” kata mama sambil melihat kontolku yang tegang.

Mama lantas memainkan jemari di memeknya, kadang dimasukan jemari itu ke memeknya. Kadang dibuka lebar memek mama hingga bisa kulihat. Aku ingin mendekati dan menciuminya, namun aku ragu. Aku tahu mama takkan mengizinkanku ngentot memeknya.

Mungkin mama bisa membaca pikiranku yang tak dapat dimengerti, kaki di kepala kepala di kaki. “Kini, saat lihat memek mama, kamu ingin ngapain?”Keraguanku langsung sirna. Sirna itu sempurna. Dengan percaya diri aku berkata, “ingin Yusup jilat memek mama.”“Pinter,” senyum mama. “Kamu kini lebih percaya diri. Berarti bisa lebih cepet keluar. Sekarang kamu boleh jilati, lebih dari pada itu tidak. Tapi, biar mama isep kontol kamu dulu.”Aku bangun dan mendekati mama. Mama langsung duduk dengan wajar. Tangannya meraih kontolku dan menghisapnya. Mama jilati juga lubang kencingku. Kulihat mama benar – benar menikmati aksinya. Entah karena anggur atau karena mama biarkan dirinya lepas, lepas dari menahan diri untuk tidak menunjukan kalau mama juga menikmati sesi kami. “Nikmat mah... Isep terus.. Pake lidahnya,” aku menyemangati mama. Mama melakukan apa yang kukata. “Yusup pingin liat memek mama.” Mama menghentikan aksinya dan menatapku. Kulihat mata mama sedikit berair mata, aku jadi khawatir. “Udah lama mama gak isep kontol nak. Mungkin kamu udah ngerangsang mama. Mama harap kamu ngerti. Mama malu sama diri mama sendiri, kok bisa – bisanya mama terangsang oleh kamu. Kamu mau maafin mama nak?”Kulihat mama seperti kesal. Mungkin karena terangsang oleh apa yang dilakukannya, jadi kesal pada diri sendiri. Aku tak tahu apa karena minuman atau bukan, namun yang pasti kini mama sedang berjuang melawan perasaannya. “Tidak perlu mama merasa malu. Janganlah terlalu keras pada diri mama sendiri. Lakukan saja apa yang mama suka. Yusup tidak keberatan mah. Terlebih alasan dibalik semua ini adalah bantuan mama untuk membantu Yusup keluar. Wajar jika berefek pada terangsangnya mama.”Mama tersenyum lantas berdiri. “Mama masih ingin isep kontol kamu hingga keluar. Kita bisa saling jilat. Mau coba enam sembilan?”

Aku mengangguk. “Kamu berbaring nak di lantai.” Aku menuruti kata – kata mama. Setelah berbaring, mama mengambil gelas ukur lantas mengangkangi kepalaku, berlutut diatasnya. Kini terlihat jelas bagian dalam memek mama.

“Gimana nak?”

“Memek mama seksi bener. Turunkan mah.”

Mama menggeliat menurunkan pinggul hingga dirasa pas. Langsung kujilati memek mama sementara tanganku melingkari paha mama meremas pantatnya. Perutku terasa sedang digesek susu mama. Rupanya mama telah siap. Kubiasakan aroma dan rasa memek mama. Awalnya terasa aneh memang. Mama mulai menjilati kontolku. Puas menjilati memek, kulebarkan pantat dan menjilati anus mama. Mama menggerakan pantatnya, namun tetap kujilati. Kini kucoba menusukan lidah ke anus mama. Lidahku serasa diremas dalam anus mama.

Kembali kujilati memek mama hingga liurku bercampur dengan cairan mama. Kuhisap juga bibir tebal daging luar memek mama.

Mama memainkan kontolku dengan mulutnya. Kurasakan sebentar lagi akan keluar. “Bentar lagi keluar mah,” kuperingati mama.

Mama makin liar memainkan mulut di kontolku. “Keluarkan sekarang nak.”

Meski tak bisa kulihat, kudengar mama sedang memposisikan gelas. Tangan mama mengocok kontolku. Lidahku menjilat dan menerobos memek mama. "Ahhh ... Ahhh ..... Ahhhhhhhhhhhhhh." akhirnya aku keluar. Kulepas mulut dari memek mama. Nikmat sekali. Mama masih mengocok kontolku agar tiada yang sia – sia. Setelah orgasmeku reda, mataku kembali fokus. Kulihat memek mama yang ada di depan mataku. Aku lantas ingat ucapan mama tentang mama yang telah terangsang. Aku merasa ingin memberi mama kepuasan juga. Siapa tahu mama membolehanku ngentot memeknya.

“Pantat mama bikin gemes,” kataku sambil meremas dan melebarkan pantat mama.

“Makasih sayang,” mama lantas menurunkan pantatnya dan menggesekkan hingga memeknya menggesek mulut dan hidungku. Setelah itu diangkat lagi.

“Mama bener pinter ngegoda nih.”“Setidaknya mama tahu kamu suka kan.”Akhirnya mama berdiri bangkit lalu duduk di sebelahku sambil menatapku. Susu mama tampak seksi. Mama mengangkat gelas ukur dan memperhatikannya. Hasil sesi ini hanya sedikit. Setengah gelas pun tidak. “Kayaknya udah mencapai batas ya, mama juga udah lelah. Mama tidur dulu.”

Aku mengangguk setuju.

“Ingat nak, senin kita ada janji sama dokter Tari. Istirahat yang cukup buat sesi esok.”

Mama mencium pipiku lalu berdiri dan melangkah. Aku pun bangkit ke kamarku lalu tidur.

***

Goyangan di lengan membuatku membuka mata, meski masih ngantuk. Rupanya mama telah duduk disampingku. Mama tersenyum melihatku.

“Bangun nak. Udah pagi nih.”

“Iya mah.”Aku merasakan sesatu menyentuh perutku. Mama telah menyingkap selimut dan kini mengelus perutku turun hingga masuk ke dalam celanaku.

“Ayo kita mulai sesi pagi, mama udah bawa gelas ukurnya.”

Aku tak yakin mama ingin aku keluar sepagi ini, tapi kantukku langsung hilang. Mama menarik celanaku hingga kontolku muncul. Lalu celana itu dilempar mama. Tanpa bicara, mama membungkuk dan mulai menghisap kontolku. Mama terlihat seperti ingin ngentot, pagi ini. Hangatnya mulut mama, lembutnya jilatan mama membuat kontolku jadi keras. “Terus mah,” aku hanya bisa meracau.

Mungkin melihat kontolku yang udah tegang, mama berdiri lantas melepas dasternya hingga telanjang.

“Karena kontolmu udah tegang, mama kasih sesuatu agar lama tegangnya,” goda mama. “kontol kamu enak pagi ini. Mama ingin nikmati lebih lama lagi.”

Mama turun dari ranjang lantas berdiri dan berputar menunjukan pantatnya. Lalu mama menggoyangkan pantatnya. “Gimana pantat mama nak?”

“Kayaknya pingin dijilati Yusup tuh pantat.”“Ya boleh asal kamu bolehin mama isep kontol kamu lagi. Ingat, sekarang mama juga suka ikut terangsang tiap kita melakukan sesi ini.”Baru kali ini kudengar pengakuan mama. Aku mengangguk tanpa bicara. Aku ikut turun dari kasur dan berdiri. Mama langsung berlutut dan menghisap kontolku. Tangannya memainkan testisku.

Aku belum merasa mau keluar. Bagus. Namun melihat susu mama bergoyang bikin tak tahan juga. Setelah puas, mama akhirnya melepas kontolku. “Sekarang waktunya menu khusus. Mama mau nyender ke kasur dan nungging. Kamu boleh ngapain aja sama pantat mama, asal jangan masukin kontol kamu.”Mama berdidi menghadap ranjang dan menjatuhkan diri ke ranjang. Sementara kakinya tetap berdiri membuat pantat mama menantang karena nungging. Sebulan lalu aku tak berani mama yang selalu sopan dan pemarah akan melakukan ini. Inilah mimpi yang jadi kenyataan. Aku segera berlutut di belakang mama. Kujilati pantat mama sambil meremasnya. Kujilati anus mama sambil maju berusaha menjilati memek mama. Aku terus memainkan lidah di memek mama hingga kurasa memek mama agak basah. Dengan tangan kubuka bibir memeknya dan kujilati dalamnya.

“Oh...” baru kali ini kudengar mama mengerang kenikmatan. “Terus, jilat terus di situ nak.”Kuturuti permintaan mama. Kutepuk paha mama kanan dan kiri. Mama langsung melebarkan kaki hingga akses lidah ke memek mama makin mudah. Kulihat anus mama mengerut dan membuka. Kujilati saja anus mama dan kutusukan lidahku. Mama lantas mengerang kenikmatan. Mama juga menekan pantat ke wajahku seolah ingin agar lidahku lebih dalam lagi.

“Oh... Oh... teus.. teruss... nikmat...”Memang, aku terus melakukannya sambil melebarkan pantat mama dengan tanganku.

“Ahhhh,” mama mengerang lagi. Kini aku kembali menjilati memek mama. Kujilati memeknya. Aku sangat ingin ngentot mama, tapi mama pasti nolak. Tapi aku juga tau mama udah terangsang. Akhirnya aku hanya bisa bilang, “boleh tampar pantat mama pake kontol gak? Yusup janji takkan yusup masukin.”

“Iya,” jawab mama mengejutkanku. Aku langsung menamparkan kontol ke pantat mama. Kuelus juga hingga pelumasku membasahi pantat mama. Melihat belahan pantat yang sangat menggoda, kugesekan helm kontol ke belahannya. Rasanya aku mau keluar, tapi aku coba mengontrol diri. Mama tak protes tindakanku, jadi aku semakin berani. Kugerakan tangan hingga mengelus memek mama. Kumainkan itil mama sementara kontolku hanya berjarak beberapa milimeter dari memeknya. Rasanya ingin langsung kudorong.

Kemudian kata – kata mama membuatku terkejut, “udah nak, mama gak tahan. Masukin, tapi jangan keluar di dalem. Kita perlu catatannya.”

Aku tak percaya. Aku benar – benar tak percaya. Namun, tanpa ragu lansung kutusukan kontolku hingga masuk ke memeknya. "Ahhhhhhhhh ...," teriakku saat aku berusaha menyodok mama. Kutarik dan kusodok lagi. "Ohhh ... "

Mama juga mengerang nikmat sepertiku. Kupompa memek mama dengan kontolku. Kupegang pantat mama. Nikmat sekali. Aku jadi lupa segalanya. Kupercepat sodokanku hingga kurasakan akan segera keluar.“Ohhhhh....” erang mama.Akhirnya kusemprotkan peju di memek mama. “Ahhhhh ...” kataku seiring keluarnya peju.

Mama juga mengerang keras saat memeknya kusemprot. Akhirnya setelah beberapa semprotan, kontolku lemas dan aku rebahkan diri di kasur sambil menutup mata.Akhirnya kuentot mama dan kusemprot memeknya.

Rasanya keheningan antara aku dan mama berlangsung berabad – abad. Mama memutuskan bicara dengan tenang tanpa melihatku, “apa yang telah kita lakukan?”Aku memilih diam untuk beberapa saat. Namun tetap kujawab juga, “Yusup gak bisa menahan diri, sama kayak mama.”

Suasana hening lagi.

“Kamu benar,” kata mama setelah beberapa menit. “Hadapi saja. Apa yang terjadi terjadilah. Lagian lama – lama juga pasti terjadi. Hanya saja kita gak bisa ngitung sampelnya.” Mama berhenti bicara seolah berpikir. “Mungkin kita bisa ngitung rata – rata sesi sebelumnya. Tapi kamu harus janji, jangan pernah kasih tahu siapa pun tentang barusan. Paham?”

“Iya mah, Yusup paham.”

“Bagus nak. Mama jadi tenang mendengarnya.” Mama berhenti lagi sebentar. “Mungkin kita juga bisa lakuin lagi untuk membantumu keluar. Lagian semua udah terjadi,” katanya tambah mengejutkanku. Luar biasa.

“Tapi nanti mesti kamu keluarin di luar, biar kita dapat sampel.”“Iya mah akan Yusup coba. Tapi, mungkin sulit. Yusup kan baru pertama ngerasain.”

Mama tak menjawab. Beberapa saat kemudian aku seperti ingin ke kamar mandi. Aku bangkit dan berkata, “Yusup kencing dulu mah.”Aku ke kamar mandi. Biasanya pintu kututup, tapi kali ini kubiarkan terbuka. Aku mulai kencing. Lalu aku merasa sedang ditatap. Aku menoleh ke pintu rupanya mama berdiri di sana. Aku merasa senang mama di sana.“Kamu gak keberatan kan mama liat,” tanya mama sambil menatapku.

“Enggak dong mah,” jawabku sedikit terkesima. “Bagus. Mandi bareng yuk, siapa tahu dapet sampel lagi.”

Aku senang bukan main mendengarnya. “Boleh mah.”“Ya udah, mama juga pingin kencing nih.”Mendadak aku ingin seperti mama, “Yusup liat ya?”

Mama menatapku sejenak, “kenapa tidak?”

Mama lantas duduk di toilet. Aku memperhatikan. Urin mama mulai keluar memperdengarkan suara khas saat urin itu mengenai toilet. Setelah melihat mama kencing, kontolku bergerak – gerak. Mama menyadarinya. “Kamu suka liatnya. Terangsang ya?”

“Iya mah. Yusup suka.”“Aneh kamu,” kata mama. Lalu mama bicara lagi, “sini, kita coba sesuatu sebelum mandi.”Aku berdiri di hadapan mama yang sedang duduk di toilet. Mama lalu mengisep kntolku.

“Nikmat mah.”Mama menghentikan isepan lalu menjilati testisku. Tangannya membelai kontolku. “Cukup. Mama cuma ingin tahu apa kontolmu cepet keras kalau sambil gini. Lain kali kalau mama ingin kencing, kamu ikut ke toilet. Mama isep kontolmu sambil mama kencing biar kontolmu cepet keras. Kayak sekarang.”Gila. Benar – benar gila ide mama. Namun aku suka.

“Tunggu di sini. Biar mama ambil gelas ukur dulu.”Menunggu mama mebuat kontolku kembali lemas. Akhirnya mama datang lagi memegang gelas ukur. Mama meletakannya di bak dan mulai membasahi tubuh kami. Setelah itu mama mulai menyabuniku. Saat membersihkan pantat, mama mengelusnya. “Mama elus pantatmu ya.”Mama lantas mengeluskan jari di belahan pantatku hingga mencapai testis. Rasanya sungguh geli. Apalagi mama memainkan jarinya saat di anusku. Setelah itu mama berhenti, “sekarang sabuni mama.”Aku berbalik lantas menyabuni mama. Saat menyabuni susu, kuremas – remas sebentar. Aku lantas berlutut menyabuni perutnya yang buncit dan terus ke bawah. Setelah bagian depan selesai, mama lantas berbalik. Aku mulai menyabuni pantat mama. Tangan menyelinap di belahan pantat mama menuju ke memeknya. Tiba – tiba mama berbalik, “mama punya ide.”

“Apa mah?”“Kita pelukan aja biar enak gosoknya. Sambil tangan juga gosokin.”Dasar petugas perpustakaan, ide mama banyak. Mama lantas memeluku. Tangannya menyentuh punggungku. Aku pun sama memeluk mama.

Gosokan susu mama menggosok dadaku. Perutku menggosok perut mama. Sedang tangan kami membersihkan punggung dan pantat pasangan.

Kontolku mulai bangun kembali. Mama pun menyadarinya. “Udah bangun lagi ya. Kalau kamu janji keluarin di luar, mama izinkan kamu lagi.”Aku langsung berjanji. “Kita basuh dulu.” mama lalu membasuh tubuh kami dengan air lalu membersihkan sabun yang menempel di tubuh.

Setelah bersih, kami saling berhadapan. Mama lantas berlutut dan mulai menghisap kontolku. Setelah puas, mama berdiri, berbalik dan tangannya memegang bak mandi, lalu nungging. “Sambil gini aja,” kata mama tegas. “Mama juga ingin kamu ngomong kasar. Ingat, jangan keluar di dalem. Ngomong kalau mau keluar.”

“Iya mah. Tapi biar Yusup jilat dulu.”

Aku berlutut di belakang mama. Kulebarkan pantat mama dan mulai menjilati memeknya dari belakang. Setelah itu kujilati juga anusnya sambil meremas pantat mama.Aku lantas berdiri, memegang pantat mama, melebarkannya dan menusukkan kontol ke memek mama, pelan – pelan saja. "Ahhhh," mama tersentak, saat kontolku masuk seutuhnya. "Oh, " aku berteriak.

Kutekan, kutarik sedikit dan kudorong lagi.

“Terus, ah...” kata mama mengejutkanku.“Enak yah dientot?”“Iya, terus...”Tanganku pindah dari pantat ke susu mama. Kuremas remas. Setelah itu kembali lagi ke pantat. Kutampar kini pantat mama. “Nakal ya, anak sendiri dientot juga.” Plak....

Sungguh liar, nakal, brutal membuat orang lain yang melihat bisa menjadi gila.Kenikmatan ini tak lagi dapat kutahan, kurasakan akan segera keluar. Untung aku masih ingat wejangan mama. “Mah, mau keluar nih.”

Mama tetap mengerang tak menghentikan aksinya. “Terus. Keluarin di dalem. Semprot mama ahh....”Persetan dengan semua ini. Langsung kugenjot memek mama hingga memuntahkan lahar panas. “Aahhhhhh...” tak terasa aku dan mama mengerang berbarengan. Sepertinya mama juga keluar. Kupegang pantat mama selama menyemprotkan peju di memek hingga tak bersisa.

Ya terang saja, mama tak mau kucabut kontol. Ya terang saja, mama ingin keluar juga. Karena ngentot, karena ngentot begitu nikmat. Beberapa saat kemudian kontolku lemas dan lepas dari cengkraman memek mama. Tanganku masih memegang pantat sementara mama masih menengadah di sofa.

“Nikmat nak. Rasanya mama gak peduli lagi tentang sesi kita. Tapi kita tetep perlu, demi kesehatanmu.”

“Hahahaha... mama bisa aja jawabnya.”

Mama bangkit, berputar lalu memelukku. Setelah itu kami mandi sama – sama.

Hot Mama Part 3


Dua hari berikutnya, Kamis dan Jumat, berlalu seperti hari pertama. Ada sesi pagi hari. Sesi di kamar mandi setelah aku pulang. Sesi malam dan sesi sebelum tidur.

Mama melepas bh saat sesi kamar mandi. Bahkan saat aku berbaring di ranjang, mama akan melepas bh dan menunjukan susunya. Aku meminta hal ini saat sedang sesi ranjang, meski tidak dimulai saat hari aku meminta. Mama terlihat senang terhadap tambahan rangsangan ini. Nikmat rasanya melihat susu mama bergerak – gerak saat mama mengocok kontolku. Mama membiarkan aku menyentuh susunya, namun hanya sebentar hingga kontolku mengeras siap keluar.

Tak terasa sudah seminggu. Hanya beberapa hal yang terjadi selama sesi ini.

Pertama saat sesi kamar mandi, mama selalu menyuruhku agar membersihkan diri dulu. Setelah itu baru kupanggil mama. Saat mama membasuh pantatku, mama selalu menggosok pantatku naik turun. Kurasa mama sengaja, seperti mendapat kesenangan tertentu.

Kedua, sepertinya mama kini lebih santai. Berbeda saat awal disuruh oleh dokter, terlihat gelisah dan tak nyaman. Juga bukan saat sesi berlangsung. Saat bercakap – cakap di rumah pun mama lebih santai dan prilakunya jadi tidak segarang dahulu. Mama jadi sedikit memakai make-up. Rambutnya juga agak terurus.

Mama jadi berubah. Mungkin ini hanya kebetulan, tiada hubungan dengan insiden testisku. Atau bisa jadi berhubungan. Peningkatan suasana hati mama membuatku memikirkan cara agar bisa melangkah semakin pasti untuk sesi – sesi berikut.

Aku sudah ingin mencium dan menghisap susu mama. Juga pantatnya. Tapi aku tak mau melangkah terlalu dini. Firasatku mengatakan mama menikmati kepuasan tertentu dari sesi kami, tapi tak ada buktinya. Aku tak bisa memastikan juga tak mau membuat mama marah yang bisa berujung pada penghentian sesi ini.

Aku masih penasaran kenapa testisku sakit, dan kembali normal setelah beberapa kali keluar. Semoga dokter Tari memberi tahu setelah hasil pengujian ada. Formulir catatan telah di isi mama tanpa ada yang terlewat. Seingatku, dokter Tari bilang hasilnya akan keluar seminggu lagi.

Pada sesi malam sabtu, setelah aku keluar, mama berkata, “kita punya banyak waktu di akhir pekan,” lantas mencium pipiku dan pergi keluar. Setelah mama tiada, aku memikirkan kata – kata mama.

***

Aku bangun dan lihat jam, rupanya jam delapan. Kontolku agak tegang. Mama belum muncul, tidak seperti hari sebelumnya. Lalu aku ingat ini sabtu. Mama biasanya santai di rumah. Aku lalu tidur lagi, berbaring.

“Yusup, bangun nak.”

Aku berbalik dan membuka mata. Mama sedang berdiri sambil memegang gelas.

“Pagi nak,” kata mama sambil senyum.

“Pagi juga mah.”

“Mama rasa sesi pertama bisa dilakukan di kamar mandi.” Mama memberi gelas padaku, “nih minum teh dulu.”

Aku duduk lantas meraih gelas dan minum. Sudah lama mama tak melakukan ini, memberi minum saat membangunkanku. Mungkin ini awal yang baik. Mama ikut duduk di sebelahku.

“Mama mau belanja, mungkin hingga sore. Kamu mau ngapain?”

Aku gak punya rencana, “gak tau. Main mungkin. Kenapa emang?”

“Mama cuma ingin rencanain sesi untuk hari ini,” katanya sambil menatap mataku. “Waktu kita hari ini banyak. Jadi mending manfaatin sebaik mungkin.”

Aku tak paham apa yang dimaksud oleh mama.

“Mama ingin tahu gimana perasaan kamu sekarang, apa membaik? Jujur aja sama mama.”

“Yah...” aku ragu – ragu. “Testis yusup masih sakit.”

“Agak baikan setelah keluar beberapa kali?”

“Iya mah.”

“Kita tunggu saja hasil dari dokter Tari. Hasilnya kalau gak salah keluar senin atau selasa.”

“Iya mah.”

“Baiklah. Kita lihat apa kita bisa dapat sampel lebih di akhir pekan. Agar kamu agak baikan. Maafin mama kemarin gak percaya sama kamu nak.”

“Gak apa – apa mah.” Aku terkejut oleh permintaan maaf mama yang tiba – tiba.

“Panggil mama kalau kamu udah di kamar mandi. Mama beresin dulu di bawah.”

“Iya mah, makasih.”

Mama bangkit berdiri lalu melangkah keluar. Meski memakai daster, pantat mama masih terlihat seksi. Aku minum dan memikirkan apa yang dikatakan mama. Mama rupanya prihatin dan ingin membantuku. Lumayanlah daripada mama sebelumnya, pemarah, pemurung dan jelas tak ramah. Sekarang mama agak mendingan. Suasana hatinya pasti membaik seminggu ini.

Andai aku memiliki penyakit, kuharap dokter bakal memberitahu dan mengobatinya. Tapi tetap, aku berharap ini hanyalah salah satu fase dalam hidupku. Meski testisku sakit, aku menikmati cara pengeluaran peju untuk mengurangi rasa sakitnya.

Aku jadi penasarn tentang lebih banyak waktu yang mama katakan. Sekarang sudah jam setengah sepuluh. Kuputuskan untuk mandi. Aku ingin liat tubuh mama lagi. Aku ke kamar mandi, membersihkan tubuh lantas memanggil mama.

Aku berdiri menunggu mama sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Tubuhku tak perlu dikeringkan dulu, karena mama selalu membasuh kontol dan pantatku.

Aku mendengar langkah mama menaiki tangga dan mendekati kamar mandi. Mama mengetuk pintu seperti biasa. “Siap sayang?”

“Iya mah.”

Mama masuk masih memakai daster. Tangannya memegang gelas. Mama menatapku kemudian menatap kontolku. Mama menjilati bibirnya lagi. Kuperhatikan beberapa kali sudah mama melakukan itu, menjilati bibir jika sedang bersamaku.

“Seperti tadi kata mama,” mama menatapku, “kita punya banyak waktu. Karena mama juga belum mandi, biar kita sekali mendayung agar dua tiga pulau terlewati.”

Aku menatap mama mencoba memahami kata – katanya.

Kemudian mama mulai melepas dasternya. Mama benar – benar telanjang. Kulihat selangkangan mama dan kulihat jembutnya. Aku tersipu dibuatnya. Selama melepas daster, mama tak melihatku.

“Kamu udah liat mama setengah telanjang selama beberapa hari ini. Jadi kenapa gak telanjang aja sekalian.”

Mama berdiri di depanku. Aku menatap susunya, kemudian memeknya.

Mama melihat kontolku, “setidaknya kamu udah siap untuk sesi ini.”

Aku menelan ludah. Aku mencoba mengontrol diriku, “iya mah. Yusup siap.”

Mama mulai membasuh kontol dan testisku. “Muter,” lantas aku berputar. Kini mama membasuh punggung dan pantatku. “Siniin sabunnya,” kata mama. Baru kali ini kudengar mama menyuruhku mengambil sabun. Kuraih sabun dan kuberikan pada mama. “Mama bersihin lagi kamu. Coba agak nungging.”

Aku tak percaya pada pendengaranku. Namun begitu aku tetap agak nungging. Mama menyabuni pantatku, menggerakan jari di belahan pantatku. Kemudian menyabuni testisku. Tangan mama kembali menyabuni pantatku. Setelah itu mama kembali membasuh pantatku dan membilasnya hingga bersih.

“Udah. Muter lagi.”

Aku kembali berputar menghadap mama. Mama melihat kontolku yang sudah tak tahan.

“Agar mudah ambil sampel, sebaiknya mama berlutut di depan kamu.”

Mama lantas berlutut, wajahnya sejajar dengan kontolku. Mama mulai membelai kontolku. Aku hampir bisa merasakan dengusan nafas mama di kontolku. Tangan kanan mama ngocok kontolku. Kulihat ke bawah, susu mama bergerak naik turun seirama gerakan tangannya. Sungguh pemandangan yang indah.

“Yusup mau keluar mah,” aku tak tahan. Lagian, siapa bisa tahan dalam keadaan begini?

Mama meraih gelas dengan tangan kiri dan memposisikannya. Tangan kanannya tetap ngocok.

"Uh..Uh ... Ohhhhhhhhhh," kataku saat keluar. Kurasakan pejuku menyemprot ke dalam gelas.

Seperti biasa, mama memastikan agar tiada sperma yang tersisa. Aku lantas duduk di tepi bak mandi untuk menenangkan diri.

“Gimana, agak mendingan?” tanya mama sambil memegang gelas. “Nih liat.”

Aku membungkuk untuk meligat gelas yang hampir terisi tiga per empatnya.

“Iya mah, agak mendingan sekarang.”

“Bagus,” mama lantas menyimpan gelas tersebut di pinggir bak. “Sekarang waktunya mama mandi. Kamu mau bantu mama nak?”

Aku ragu – ragu, “iya mah.”

“Sabunin punggung mama yah, abis itu kamu boleh pergi.”

“Siap mah,” kataku senang. Aku kembali berdiri.

Kamar mandiku cukup sempit. Mama berdiri berhadapan denganku. Susu mama mengenai dadaku, aku diam namun mama tak mempermasalahkannya. Mama mengguyur tubuhnya. Kontolku masih lemas namun sedang berhadapan dengan memek mama.

Kuamati tubuh telanjang mama. Saat mama berbalik, sedetik kontolku mengenai memeknya. Sungguh nikmat walau secuil. Kini mama membelakangiku. Kulihat pantat putihnya seperti menantang.

Aku mengambil sabun dan mulai menyabuni punggung mama. Mulai dari bahu, punggung lalu turun ke pantat. Saat aku menyentuh pantatnya, mama diam saja pertanda tak keberatan. Kusabuni bahu mama lagi, lalu aku sedikit memijitnya.

“Bagus nak,” kata mama. Aku merasa mama rileks.

Merasa ada kesempatan, pijatanku turung ke punggungnya. Satu tangan kuluncurkan ke pantat mama dan mengelusnya. Lalu kedua tanganku meremas pantat mama. Satu tangan merogoh belahan pantat mama dan jemariku berusaha mengelus bagian dalamnya.

Mama tetap tak bicara hingga aku biarkan aksiku. Namun aku tak mau lama – lama di situ. Kontolku kembali bangun. Aku berusaha memundurkan pinggul agar kontolku tak menyentuh pantat mama.

Tak terduga, sabun yang dipegang mama jatuh. Mama lantas membungkuk untuk mengambil sabunnya. Saat mama membungkuk, belahan pantat mama mengenai kontolku. Otomatis kontolku menerobos masuk agak dalam.

“Aw, itu tanganmu nak?” tanya mama sambil langsung berdiri.

“Eh.. bukan ... mah...” kataku ragu. “Maafin Yusup mah, nyabunin mamah malah bikin kontol Yusup tegang lagi.” Kuputuskan untuk tak menyembunyikannya.

Mama berbalik lantas melihat kontolku.

“Kok bisa, kan baru aja keluar?”

“E... mungkin karena melihat pantat mama,” jawabku jujur. Tak ada gunanya bohong sekarang.

“Kamu kan hanya nyabunin mama,” kata mama agak terkejut.

“Iya mah, cuman, tubuh mama sangat merangsang. Apalagi pantat mama.”

“Iyalah,” suara mama seperti lagi bicara sama anak kecil, seolah aku ini masih kecil dan tak tahu apa – apa.

“Kita mesti hilangkan sikap kekanak – kanakan, gairah remaja ini agar kita bisa kumpulkan sampel secara lebih dewasa,” lanjut mama dengan tegas.

Aku menatapnya, bingung, gak tahu apa maksudnya, namun kontolku masih menunjuk mama.

“Mama tahu mama mesti ngerangsang kamu agar dapet sampel, tapi gak kayak gini!” tatapan mata mama menembus jiwaku. “Apa kamu mesti keluar lagi?”

“Sepertinya iya mah,” kataku. “Namun meski kontol Yusup udah keras, sepertinya butuh rangsangan tambahan biar cepet keluar.”

“Kalau mama pikir, kamu gak butuh rangsangan lagi. Sepertinya kamu lebih butuh seks. Apa yang mesti kita lakukan untukmu?” suara mama mulai terdengar jengkel, seperti sedang bicara sama anak nakal.

"Err ....," aku bingung mendengar ucapan mama.

“Sudahlah,” kata mama setelah melihatku kebingungan. “Ambilin mama gelas lagi.”

Aku berbalik lantas mengambil gelas dan menyerahkan ke mama. Di gelas masih terdapat spermaku. Kontolku kembali lemas mendengar ceramah mama. Mama memperhatikannya.

“Udah lemes lagi tuh, yakin mau keluar lagi?”

“Iya mah.”

Mama mendesah, “ya sudah. Sekalian aja pegang pantat mama. Kamu suka kan? Bilang aja kalau udah mau keluar, biar kita cepet selesai.”

"Saya," kataku, merasa sakit sedikit.

Mama mulai membungkuk, aku memegang pantatnya. Kurasakan keinginan memasukan kontol ke pantat mama, namun kutahan keinginanku itu. Kemudian aku punya ide.

“Mah, boleh gak kalau kontol Yusup ditempelin ke pantat mama? Biar cepet keluar.”

“Oh, boleh, asal jangan masuk ke dalamnya.”

Suara mama bagaikan musik yang membius. Kupegang kontol dengan tangan kanan dan kutampar – tamparkan ke pantat mama. Kueluskan ujung kontol hingga pelumasku mengenai pantat mama.

“Oh, enak mah,” kataku menikmati sensasi ini dan goyangan pantat mama. Kurasakan seperti akan keluar. “Oh... bentar lagi keluar mah.”

Mama langsung bangkit, mengambil gelas dan berlutut di hadapanku. Melihat tanganku mengocok kontol, mama membiarkannya. Namun tak lama mama langsung memposisikan gelas ke kontolku. Akhirnya kocokanku membuat kontol menyemburkan kembali peju memenuhi gelas.

"Uooooohhh ......," mendengusku lebih keras dari sebelumnya. Mama tetap memegang gelas hingga gelombang pejuku berhenti. Mama lantas berdiri setelah aku selesai.

“Luar dari pada biasa,” kata mama sambil melihat gelas. “Sudah lebih dari setengahnya ini. Hampir penuh.”

Aku kembali bersandar ke bak. Begitu cepat testisku terisi peju. Kini testisku tak lagi sesakit sebelumnya.

“Udah puas sekarang nak?” kata mama sambil menatapku, nadanya seolah sedang bicara sama anak – anak.

“Eh ... iya mah, makasih,” suaraku seperti suara anak yang ingin bermain dengan mainannya.

“Bilas badanmu terus pake baju. Biar mama selesaikan mandi.”

Kubilas selangkanganku lantas memakai handuk.

“Mama rasa sebaiknya kita keluarkan sperma dari kontolmu sebanyak mungkin nak,” kata mama tegas sambil berdiri menatapku. “Agar dokter tari tahu seberapa banyak kamu mampu memproduksinya dalam sehari. Kita mesti atur ulang jadwal sesi per hari. Biar nanti mama pikirkan hal itu.” Mama menghentikan bicara sebentar, “sekarang gimana hasratmu terhadap tubuh mama?”

Namun, sebelum aku menjawab, mama sudah mengguyur tubuhnya sendiri. Kuputuskan kembali ke kamar dan berbaring di ranjang. Kututup mata, lelah.

***

Aku merasa pantatku ditampar beberapa kali. Seperti oleh tangan. Aku bangun, rupanya aku tertidur sehabis keluar dari kamar mandi. Sekarang kulihat mama berdiri di sebelah ranjang. Handuk melilit tubuhnya dan tangan mama menampar pantatku untuk membangunkanku.

“Bangun nak,” katanya tegas. “Udah jam setengah sebelas ini. Kenapa gak pake baju?”

Saat aku tidur pasti mama melihat pantatku lantas menamparnya. Aku berbalik, kulihat kontolku masih lemas. Mama kembali menjilati bibir, seperti sebelumnya. Aku yakin mama tak menyadari saat melakukan hal itu.

“Maaf mah, Yusup ketiduran. Yusup ngantuk sih abis keluar duakali tadi.”

“Oh,” suara mama kini lebih tenang. “Kamu gak lupa apa yang mama katakan kan? Mama akan pikirkan lebih saat diluar. Pake baju dulu terus sarapan. Mama juga mau dibaju terus pergi.”

Mendengar kata – kata mama soal pake baju membuat muncul sebuah ide.

“Kayaknya Yusup gak pergi deh hari ini mah. Lagi pingin di rumah. Oh ya, karena mama bilang ada tambahan sesi, Yusup mesti pake baju terus lepas baju terus pake baju lagi, gimana kalau Yusup pake boxer aja mah. Gimana kalau di rumah Yusup pake boxer aja. Lagian mama kan gak aneh liat Yusup telanjang.”

Mama menatapku dalam diam, seperti sedang mempertimbangkan kata – kataku. “Ya mama kira itu bakal bikin hemat waktu. Kalau gak ada tamu boleh aja kamu mau pake itu. Tapi hanya saat kita menjalankan sesi saja. Setelah semuanya usai, kembali ke normal,” suara mama tegas. “Juga biar hemat cucian,” kini suara mama lebih santai.

Mama lalu keluar dari kamarku masih dengan handuk melilit.

Aku berbaring di kasur sejenak. Bangkit lantas memakai boxer. Untuk atasannya, aku memakai sporthem [kemeja lengan pendek] yang longgar, kukancingkan hanya satu kancing. Aku turun menuju dapur.

Di dapur ada mama yang berpakaian lengkap. Juga memakai make up. Mama memakai gaun dengan rok selutut. Juga memakai kalung. Kusadari mama hanya memakai kalung saat bepergian. Kini kuakui mama terlihat gemuk namun menarik meski tidak cantik.

“Mama belanja dulu, makanan udah ada. Nih uang kalau mau jajan. Mumpung kamu di rumah, beresin rumah, jangan malas.” Setelah berkata mama lantas pergi.

Kudengar mama menyalakan mobil. Aku duduk di dapur dan memikirkan kata – kata mama di kamar mandi. Mama telanjang dan membiarkan kontolku bermain di pantatnya meski hanya beberapa saat. Mama juga tahu ketertarikanku pada tubuhnya. Aku merasa mama tau aku berpikir sesuatu yang tidak seharusnya kupikirkan. Mau gimana lagi, aku normal dan masih muda. Melihat wanita telanjang, apalagi mamaku, membuatku makin terangsang.

Aku penasaran apa yang akan mama lakukan selanjutnya. Daripada pusing, lebih baik kupikirkan nanti saja. Sakit di testisku mereda setelah aku keluar dua kali. Tapi aku tahu sebentar lagi pasti kembali terasa sakit.

Setelah makan, aku membereskan dapur dan ruang tv agar suasana hati mama membaik saat pulang. Selesai beres – beres, aku menonton tv sambil berkomunikasi dengan teman – temanku. Tentu saja aku tak memberi tahu apa yang terjadi antara aku dan mama.

Sekitar jam tiga kudengar suara mobil mama. Kubuka pintu dan menunggu mama. Saat mama sampai di pintu, kuangkat belanjaan ke dapur. Mama masuk lalu menutup pintu. Mama terlihat serius, namun saat melihat dapur dan ruang tv, mama terlihat senang.

“Kamu udah beres – beres ya,” katanya sambil menatapku, dari atas hingga ke bawah.

“Iya mah. Abisnya mama juga udah bantu Yusup untuk ... ... mama tahulah.”

Mama lantas menyortir belanjaannya. “Mama mau masak, kamu mau makan apa nak?”

“Apa aja mah.”

“Ya udah, ntar mama panggil kalau udah beres.”

“Iya mah.”

Aku lantas ke kamarku. Kuputuskan membaca untuk mengalihkan perhatianku. Sekitar satu jam kemudian mama memanggilku. Aku turun ke dapur.

“Duduk nak.”

Aku lantas duduk. Mataku menatap dada mama sebentar. Kurasa mama menyadarinya.

“Mama telah pikirkan, meski mama bantu kamu dengan rangsangan agar kamu keluar, namun melihat tubuh mama sepertinya malah membuat kamu nafsu.”

Mama berhenti sejenak.

“Setelah dipikir, mama rasa wajar bagi anak lelaki terangsang saat pertama kali melihat tubuh wanita telanjang, meski tubuh mamanya sendiri. Andai dokter tari tak menyuruh kita melakukan kegiatan ini, mama yakin kamu takkan memiliki dorongan seksual pada mamamu ini.”

Aku mengangguk setuju. Tentu tak perlu kukatakan telah beberapa tahun aku sangat ingin melihat dan menyentuh tubuh mama. Itu sama saja bunuh diri.

“Jadi mama putuskan untuk terus memberi rangsangan untuk keperluanmu.”

“Makasih mah,” kataku sambil senyum, sedikit lega.

“Namun, dari hasil sesi kita pagi ini, sepertinya kamu butuh melakukan sesuatu terhadap nafsumu. Dan sebaiknya kita menambahkan sesuatu pada sesi kita agar kamu cepet keluar.”

Mama berhenti bicara namun aku tak paham maksud dari kata – katanya.

“Mama pikir agar kita bisa memberikan bahan sebanyak mungkin untuk dokter tari, kita mesti membuatmu keluar sesering mungkin agar kita tahu batasmu. Sejauh ini, kita selalu berhenti setelah kamu merasa nyaman, bukannya setelah beberapa kali keluar. Kemarin – kemarin juga agak canggung karena mama mesti kerja dan kamu mesti kuliah.”

Aku menatap mama dengan ekspresi bingung. “Jadi maksud mama apa?” kataku ragu.

"Maksud mama, agar kamu bisa keluar sesering mungkin, selama sisa hari tes ini mama akan memberikan rangsangan terus – menerus.”

Aku menelan ludah.

"Eh .... ok," kataku, meski tak yakin apa maksud mama.

“Makanya mama perlu pakaian untuk itu. Mama pergi ke toko baju tadi dan beli beberapa pakaian untuk membantu sesi kita.”

Wow, aku tak percaya dengan apa yang kudengar. Aku kembali menelan ludah. “Oh,” hanya itulah yang keluar dari mulutku.

“Mungkin mama takkan memakai lingerie seharian, tapi mama punya pakaian lain untuk merangsang kamu.”

Kontolku bergerak – gerak. Namun karena aku sedang duduk, mama takkan menyadarinya.

“Juga untuk membuatmu keluar, sekalian menyalurkan nafsumu terhadap tubuh mama.”

“Eh.. Edi sud rahma, maksud mama?”

“Ya kamu katakan kamu mau apa saat sesi kita dan mama akan jawab kalau mama pikir boleh.”

“Maksud mama soal menyentuh mama?”

“Tentu saja. Dan juga soal hal lain andai kamu merasa ingin melakukannya.”

Aku menelan ludah. Mulutku tiba – tiba kering.

“Tapi,” lanjut mama, “ingat satu hal. Kamu gak boleh menusuk mama. Sangat – sangat tidak boleh. Paham?”

Aku tersipu mendengar kata – katanya. Apa mama tahu aku justru ingin melakukan itu? “Iya mah.” Namun suaraku terdengar seperti kecewa.

“Dan satu lagi dari mayor, eh dari mama. Mama akan melakukan atau menyarankan hal – hal yang biasa dilakukan wanita untuk membantu kamu keluar.”

“Seperti apa mah?” aku penasaran.

“Kita lihat saja nanti,” mama mencoba berteka – teki. “Kenapa gak tunggu sesi kita selanjutnya aja.”

Pikiranku mulai dibanjiri hal – hal dari dunia perpornoan. Mulai dari film hingga cerita. Kontolku sudah tegang.

“Apa kamu sudah ingin keluar lagi nak?” mama akhirnya melihat selangkanganku.

“Eh... iya mah, kebetulan. Denger kata – kata mama jadi gak tahan.”

“Ya udah, gak perlu disembunyikan.”

Mama menggeser kursi hingga kursinya bersebelahan dengan kursiku. Lalu melihat selangkanganku.

“Mulai sekarang kamu mesti beri tahu mama saat kamu terangsang oleh tubuh mama. Biar mama bisa tahu pakaia seperti apa yang bisa merangsangmu. Juga biar kita bisa langsung mendapat sampel buat dokter Tari. Jelas nak?”

“Iya mah.”

“Sekarang lepas sporthemmu.”

Aku berdiri. Mama segera melihat gundukan di boxerku. Kulepas kancing bajuku hingga terbuka. Melihat gundukan di boxerku mama lantas membelainya, “udah siap nih kayaknya,” kata mama sambil tersenyum.

Kulepas bajuku dan menyimpannya di kursi. Aku berdiri telanjang dada.

“Karena mama akan memberi rangsangan nonstop maka kita bisa mengambil sampel di mana saja. Biar mama bawa gelas dulu.”

Mama ke jendela mengambil gelas yang ditaruh di sana. Setelah meraih gelas mama kembali lagi duduk di kursi di depanku.

“Lepaskan celanamu.”

Kuturunkan celana dan kutendang. Kontolku sudah tegang. Padahal mama masih memakai pakaian.

“Mama gak mau kamu keluar terus mengotori baju dan bh mama. Jadi biar mama lepas dulu.”

Mama berdiri lalu meletakan gelas di meja lalu mulai melepas bajunya. Terlihat mama memakai bh hitam. Bh itu juga dilepasnya hingga menggantunglah susu mama. Kalung mama masih menggantung, menambah seksi, pikirku.

Mama kembali duduk membuat kontolku hampir sejajar dengan wajahnya. Mama mulai membelai kontolku. Aku menunduk melihat susu mama. Aku ingin menghisapnya namun masih ragu.

“Mulai kini kamu bilang aja apa yang kamu mau,” kata mama menatap mataku.

Aku tersipu ditatap mama, “Yusup ingin, kalau boleh, ingin nyusu mah.”

“Terdengar wajar dan alami. Boleh aja asal kamu gak menggigitnya. Jangan kasar.”

Aku berlutut hingga mataku sejajar dengan susu mama. Kutangkupkan tangan pada susu mama mencoba mengukur besarnya dengan telapak tanganku. Lalu kuelus – elus dan kuremas pelan. Kini kujilati areola susu kiri mama lalu kuhisap pentilnya. Sedang susu kanan mama kuremas.

Kupindah mulut ke susu kanan mama, sedang tanganku bermain di susu kirinya. Samar – samar aku mendengar erangan mama.

“Udah belasan tahun kamu gak nyusu lagi sama mama nak,” kata mama lembut.

Aku sibuk menghisap dan memainkan susu mama. “Sudah cukup nak. Biar mama elus kontol kamu lagi.”

Aku berdiri dan menyodorkan kontol ke mama. Mama kembali menjilati bibir. Aku ingin menyuruh mama menghisap kontolku namun belum berani. Mulut mama begitu dekat dengan kontolku, hembusan nafas mama ikut membelai kontolku. Sambil ngocok, mama sepertinya menatap lubang kontolku.

Muncul ide lain, “mah, boleh gosokin di susu mama gak?”

“Sepertinya gak apa – apa.”

Mama lantas duduk agak maju di kursinya lalu memegang kedua susunya. Aku meraih kontol dan mulai membelaikan ke belahan susu mama. Mama mendorong kedua susunya dengan hati – hati membuat efek seolah kontolku dijepit. Sambil menekan susu, mama menahan kontol dengan jemarinya agar tak lepas dari jepitan susunya.

Aku mulai menggyang pinggul maju mundur hingga kontolku seakan mengenai dagunya. Kulihat kontolku mulai mengeluarkan pelumas, bahkan mulai melengketi susu mama.

“Ayo nak, sodok susu mama hingga keluar,” suara mama tiba – tiba bersemangat.

Aku tak percaya apa yang kudengar. Baru kali ini kudengar mama berkata – kata seperti itu. Benar – benar menggairahkan.

Aku terus nyodok sementara mama memegang susunya.

“Sodok terus,” kata mama lagi bersemangat.

Tak perlu waktu lama hingga kurasa sudah saatnya.

“Yusup mau keluar mah... ah...”

Mama langsung melepas susu dan dengan tangan kiri meraih gelas. Tangan kanannya mulai ngocok kontol sementara gelas diposisikan.

Cukup beberapa kocokan membuatku memuntahkan peju ke gelas. “Ohhh....” kataku seiring pejuku membanjiri gelas. Mama terus ngocok hingga tetes terakhir. Setelah tiada lagi peju tersisa, mama melepas kontolku.

Aku kembali duduk di kursi. “Nikmat gila,” kataku sambil merem. Lalu aku sadar mama masih di sebelahku, aku membuka mata menatap mama, “eh, maaf mah.”

“Gak apa – apa sayang,” kata mama sambil melihat gelas. “Mama ngerti kamu puas. Mama gak keberatan asal jangan terlalu kasar. Mama juga sengaja ngomong kayak tadi, ngebantu biar kamu cepet keluar.”

Mendengar penjelasan mama membuatku agak santai, meski tidak sedang berada di pantai. Kulihat gelas, ternyata hampir penuh. Sudah tiga kali seperti ini. Padahal ini sesi ketiga.

“Mama gak percaya kalau gak melihat, kamu masih mampu produksi sebanyak ini,” katanya. “Tak percaya tapi ini terjadi. Seharusnya kamu produksi lebih sedikit setiap abis keluar. Saat mama kerja kemarin, kita punya empat sesi. Sepertinya mesti kita pikirkan kembali nih. Biar frekuensinya sama seperti akhir pekan. Bisa – bisa kamu kekeringan setelah sesi terakhir.”

Aku mendengar mama bicara sambil diam mencoba memulihkan diri.

“Mama mau ganti baju buat ngerangsang kamu saat di rumah,” katanya. “Bersihin dulu tubuhmu dan pake lagi boxernya.” Mama bangkit, masih telanjang dada. Susunya bergerak bebas, mengambil pakaian dan bh lalu melangkah ke kamarnya. “Mama gakkan lama.”

Melihat goyangan pantat mama membuatku menelan ludah lagi. Apakah yang akan mama pakai?