Minggu, 27 September 2015

Si Imut Cindy Part 3

 


Aku tidak bisa tenang selama di sekolah, pikiranku terus melayang membayangkan apa yang akan aku lakukan nanti pada Cindy. Ya... sesuai janji, hari ini aku akan ke rumah Cindy lagi untuk mengajarkan les privat kepadanya. Bahkan aku sudah dimintai tolong tante Rasti untuk sekalian menjemput Cindy pulang sekolah. Ahh… aku ingin cepat-cepat pulang! Sudah tidak sabar!

Saat jam pelajaran usai, aku langsung mengendarai motorku menuju ke sekolahnya Cindy. Aku sepertinya sudah agak telat, sebagian besar murid sudah banyak yang pulang. Di depan gerbang, aku lihat gadis kecilku itu masih setia menungguku.

“Abaaaang, lama banget siiih…!?”

“Maaf Cindy, abang juga baru pulang, jangan marah dong… maafin yah…”

“Huuu… iya deh Cindy maafin”

“Ya udah, yuk pulang”

“Gak mau langsung pulang, jalan-jalan dulu yuk bang…”

“Lho, mau kemana emangnya? Nanti abang dimarahin mamanya Cindy…”

“Hihihihi…. Biarin, weeek... Pokoknya jalan-jalan dulu” Duh, dia malah tertawa cekikikan, imut sekali. Aku tentunya tak menolak ajakan Cindy ini. Akupun setuju untuk mengajaknya berkeliling dulu dengan motor. Dia duduk mengangkang, membuat rok merahnya jadi tersingkap hingga memperlihatkan pahanya.

Kami kemudian berkeliling kota dengan mengendarai motor. Dia terus memelukku dari belakang, bahkan sering menyandarkan kepalanya di punggungku yang membuatku jadi terus berdebar-debar.

“Abaaaang…. es kriiiiiimm….!” Teriaknya tiba-tiba mengejutkanku, aku sampai ngerem mendadak dibuatnya.

“Apaan sih Cindy?”

“Itu… es kriiim, beliin bang…” pintanya sambil menunjuk gerobak es krim keliling di pinggir jalan.

“Cindy mau es krim?”

“Iya… beliin yah… abang harus beliin pokoknya karena udah telat jemput Cindy!” ujarnya memaksa.

“Iya deh iya…”

“Yey! Yuhuuuuu!” Duh, girang amat nih bocah. Akupun membelikannya es krim, mana dia minta yang paling mahal pula. Aku juga membeli satu untukku, tentunya yang harganya lebih murah. Kamipun makan bareng di tepi jalan sambil melihat kendaraan lewat. Cindy ini walau udah kelas enam SD tapi makan es krim masih belepotan juga.

“Duh, kamu ini makannya gimana sih…” ucapku langsung mencium dan menjilati tepi bibirnya yang belepotan krim coklat tersebut. Dia hanya tertawa geli. Arrghh…. Kenapa gadis ini imut bangeeettt!?? Aku kemudian iseng, mulutku secepat kilat mencaplok es krim di tangannya.

“Ngh… abaaaaang, kok ngambil es krimnya Cindy sih? Punya abang kan ada… Tuh kan es krim Cindy jadi tinggal dikit” protesnya.

“Abang kan cuma gigit dikit aja. Cindy pelit” balasku.

“Nghh… gak mauuuuu! Awas yah…” Cindy sepertinya tidak mau kalah, dia berusaha membalas mencaplok es krimku. Untung aku sigap menjauhkan es krim punyaku dari gapaiannya.

“Ih… abang curang, jahat!”

“Hehe, iya deh… abang minta maaf. Nih kalau mau ambil” ujarku menawarkan es krimku.

“Gak mau!”

“Kalau gitu abang beliin lagi deh”

“Gak usah!”

“Cindy marah ya?” tanyaku. Dia hanya memeletkan lidah. Jelas kalau dia tidak benar-benar marah padaku. Tapi aku tetap juga membelikannya es krim lagi. Dasar Cindy, tadi dia bilang gak usah, tapi tetap juga es krim baru itu dihabiskan dengan lahap. Gemesin!

Setelah lanjut berkeliling sebentar, kamipun memutuskan untuk pulang. Dia sebenarnya ngajak masuk ke mall pengen main timez*ne. Gila aja, tentunya aku tolak. Bisa-bisa diomelin beneran tante Rasti nanti.

Saat perjalanan pulang, aku tak menyangka kalau tiba-tiba turun hujan.

“Abang… hujaaaaaan”

“Iya nih… mau berteduh dulu?”

“Hmm… gak usah deh… udah dekat kan bang?”

“Iya… udah deket sih. Jadi lanjut terus nih?”

“Lanjut aja deh… asik tau sesekali mandi hujan, hihihi”

“Asal Cindy jangan sakit aja nanti, hehe”

“Gak bakal”

Kamipun tetap lanjut menerjang hujan. Ah, jadi basah semua. Cindy justru kesenangan mandi hujan. Betul-betul gadis yang lincah dan periang. Bikin aku gemas saja. Lihat saja nanti, akan ku gerepe-gerepein lagi gadis ini sampai puas.

Kami akhirnya sampai juga di rumahnya dengan kondisi basah kuyub. Aku kemudian dipersilahkan Cindy duduk di ruang tamu, dia lalu mengambilkan handuk untukku untuk mengeringkan badan.

Aku berharap kalau tidak ada orang di rumah sehingga aku bisa bebas bermanjaan lagi dengan gadis kecilku ini. Namun ternyata tante Rasti ada di rumah. Tante Rasti muncul dari ruang belakang dan ikut bergabung dengan aku dan Cindy di ruang tamu. Aku terpesona melihat kecantikan tante Rasti yang mengenakan daster tipis, tapi aku lebih terpesona lagi melihat anak gadisnya dengan seragam merah-putih yang basah itu.

"Duh… kalian sampai basah-basah gini”

“Iya… hujan tante, hehe”

“Kenapa gak berteduh?”

“Biarin aja Ma… mandi hujan, hihihi” jawab Cindy. Tante Rasti hanya geleng-geleng kepala.

“Jadikan kamu ngajarin Cindy?" tanya tante Rasti kemudian.

“Ja-jadi kok tante”

“Hihihi, tapi belajarnya setelah mandi aja yah…”

“Hah? Setelah mandi tante?” tanyaku bingung.

“Iya… kamu hujan-hujanan sampai bajumu basah kuyub gitu… Kamu mandi dulu gih, tante ada kok baju cowok yang seukuran dengan kamu”

“Eh, i-iya deh tante”

“Cindy juga basah tuh bajunya. Kamu ajak Cindy mandi sekalian deh. Mau kan?” tanya tante Rasti sambil melirik dan senyum-senyum ke arahku. Aku menelan ludah mendengarnya! Tante Rasti membolehkan aku mandi bersama anak gadisnya!

“Be-beneran tante? B-boleh?” tanyaku ragu.

“Iya… emang kenapa gak boleh sih? Asal kamu gak macam-macam aja sama anak tante di sana. Lagian Cindy udah sering juga kok liat penis, hihihi”

“Hehe…Lihat penis pelanggan-pelanggan tante yah? Cindy sering yah lihat mamanya ngentot?” tanyaku.

“Iya sering… iya kan sayang?” tanya tante Rasti balik pada Cindy.

“Iya Ma… Cindy sering lihat kontol” jawab Cindy yang dengan lantangnya menyebut ‘kontol’ di hadapan mamanya. Tante Rasti yang mendengar putrinya berkata jorok seperti itu malah merespon dengan tertawa kecil. Suasana yang bikin dadaku berdebar.

“Ih… anak mama ini udah bisa nyebut ‘kontol’ Tapi kalau disuruh megang kontol gak mau, hihihi” ujar tante Rasti sambil mengelus pipi anak gadisnya. Cindy hanya senyum-senyum malu.

“Hah? Disuruh pegang kontol?” tanyaku terkejut.

“Iya… beberapa pelanggan tante ada tuh yang minta Cindy ikut ke dalam kamar waktu tante dientotin. Mana dia nyuruh Cindy ngocokin penisnya segala, tapi Cindynya gak mau,” terang tante Rasti.

“Te-terus tante?

“Ya kalau Cindy emang gak mau, tante juga gak bakal bolehin” lanjut tante Rasti.
Fiuh… aku lega mendengarnya.

“Geli Ma kalau pegang” kata Cindy manja.

“Hihihi… Iya deh… Gih sana mandi, malah ngobrol. Pastiin Cindy mandinya bersih yah…”

“I-iya tante…”

“Ayo Cindy sana mandi, ajak abangmu ini gih…” suruh tante Rasti pada putrinya ini.

“Yuk bang…” ajak Cindy dengan polosnya mengikuti perkataan mamanya menarik tanganku. Aku ikut-ikut saja ditarik gadis belia imut ini ke dalam kamar mandi. Badanku lemas karena saking senangnya.

Di kamar mandi, aku yang sudah sangat horni langsung saja menelanjangi tubuhku hingga bugil total. Ku pandangi tubuh Cindy, dia memang terlihat seksi dengan seragam SD nya itu. Akupun iseng mengguyurnya dengan air. Membuat seragamnya yang masih basah itu jadi semakin basah olehku.

“Ngghhh… abaaaaang… kok nyiram Cindy sih? Cindy kan masih pakai baju”

“Hehehe, abisnya kamu gemesin”
Seksi banget Cindy dengan memakai seragam sekolah yang basah begini. Rambut panjangnya yang juga basah terurai membuat dia semakin imut dan menggairahkan saja. Akupun jadi kembali mengguyur Cindy berkali-kali lagi. Cindy malah tertawa cekikikan karena perbuatanku. Gemesin banget.

“Abaaaaang… Udaaaaah”

“Hehehe, iya deh… kalau gitu ayo sekarang buka bajunya semua” pintaku.

“Iyah…”

Cindypun mulai membuka seragam sekolahnya, mulai dari kemeja putih, rok merah, tanktop, hingga celana dalamnya. Setiap detiknya membuat aku belingsatan. Proses Cindy membuka seragam Sd-nya itu ku pandangi tanpa berkedip. Ahh… Apa aku sebernafsu ini pada gadis dibawah umur?? Namun bagiku meskipun Cindy masih belia, dia memang tampak menggairahkan.

Dia mulai mengguyur badannnya dengan air, membuat tubuhnya telanjangnya kini menjadi basah. Baru beberapa kali dia mengguyur saja sudah membuat aku tidak tahan untuk memeluknya.

“Duh… Cindy… kamu itu memang imut banget” ujarku langsung memeluk tubuh Cindy dari depan. Langsung saja aku memaju-mundurkan pinggulku sehingga penisku menggesek-gesek pada perutnya.

“Nghh… abaaang… geliiih…” erang Cindy manja, namun dia justru balas memelukku. Tangan mungilnya kini juga memeluk pinggangku. Arghh… sensasinya luar biasa. Penisku ngaceng sengaceng-ngacengnya!

Aku tidak hanya menggesek pada perutnya, tapi kini juga berani mencoba menempelkan penisku di sela pangkal pahanya, tepat di bawah vaginanya yang tampak masih sangat rapat itu. Cindy tampak heran, tapi tetap membiarkanku. Aku lalu mulai menggesekkan penisku di sana. Rasanya sungguh nikmat. Aku yakin wajahku memerah saat ini karena saking horninya. Tapi ku lihat wajah Cindy juga memerah. Apa dia juga merasakan horni? Sepertinya begitu walaupun mungkin dia masih tidak mengerti apa sebenarnya rasa yang sedang dia alami sekarang.

Usia Cindy sudah 11 tahun. Dia mungkin sudah pernah datang bulan, kalau begitu tentunya dia juga telah bisa terangsang. Aku semakin yakin kalau dia memang juga horni saat merasakan nafasnya menjadi semakin berat. Cindy juga sesekali mendesah pelan. Ahhh… Mendengar desahan dari mulut mungilnya semakin membuat aku melayang. Membuat gesekan penisku semakin kencang saja!

Sedang asik-asiknya menggesek, tiba-tiba pintu kamar mandi diketuk dan dibuka dari luar. Tante Rasti! Aduh… aku lupa mengunci pintu! Untung saja aku sempat melepaskan tubuhku dari Cindy. Kalau tidak, bisa tertangkap basah kalau aku sedang mencabuli anak gadisnya yang masih dibawah umur ini. Meskipun begitu, kemaluanku yang menegang tidak dapat disembunyikan.

“Mama ngapain sih ngangguin Cindy mandi aja?” tanya Cindy dengan wajah bete. Aku tidak menyangka kalau Cindy ternyata merasa terganggu ketika tadi sedang asik-asiknya aku cabuli. Ternyata benar Cindy menikmatinya!

“Hihihi, maaf sayang… Ini mama mau ngantar handuk, masa mandi tapi gak bawa handuk sih??” ujar tante Rasti sambil masuk lalu menggantungkan handuk itu di gantungan pakaian yang ada di dinding kamar mandi. Ugh… tante Rasti ini pake masuk ke kamar mandi segala, aku kan jadi grogi karenanya. Ada dua wanita cantik bersamaku di dalam kamar mandi!

“Kalian udah sabunan? Udah shampo?” tanya tante Rasti.

“Be-belum tante”

“Lho… dari tadi ngapain aja?” tanya tante Rasti penuh selidik, aku panik tidak tahu harus menjawab apa! Namun justru tersungging senyuman kecil dari wajah tante Rasti.

“Gak bersih dong berarti kamu mandinya… masa dari tadi belum sabunan sih?”

“Belum sempat aja kok tante… Ini mau sabunan” jawabku mencari alasan membela diri.

“Ya sudah, sabunin anak tante yang benar kalau gitu.. Coba tante pengen lihat”
JEDAAARR! Tak kukira tante Rasti akan berkata seperti itu, namun tentu saja aku senang bukan main mendengarnya. Dengan gemetaran karena saking girangnya akupun mengambil sabun. Cindy kemudian mendekat ke arahku, tanda dia setuju-setuju saja disabuni olehku sambil dilihatin mamanya.

“Sabuni anak tante yang bener yah… Awas lho kalau gak bersih, hihihi” goda tante Rasti.

“i-iya tante…”
Akupun mulai menyabuni badan gadis belia ini. Sambil menyabuni Cindy, penis tegangku sering menampar-nampar dan menggesek di tubuhnya, bahkan kadang ku lakukan dengan sengaja. Tentunya hal itu terlihat oleh tante Rasti, bagaimana tubuh anak gadisnya ini sedang digesek oleh penisku, bagaimana seluruh lekuk tubuh telanjang putrinya ini termasuk buah dada mungil Cindy digerayangi dengan dalih menyabuni oleh tanganku.

“Itunya juga dibersihin dong…” suruh tante Rasti kemudian.

“I-itunya yang mana tante?”

“Tempat keluar pipisnya Cindy. Duh, kamu ini… kan udah tante bilang Cindy harus mandi yang bersih”

“Eh, i-iya tante”
‘Glek…’ Dengan canggung akupun membelai dan menyabuni selangkangan gadis ini seperti yang disuruh mamanya. Tante Rasti menyaksikan semua perbuatanku pada putrinya. Sungguh keadaan yang aneh, aku menyabuni anak gadis dibawah arahan ibu kandungnya sendiri! Arghhh! Apa-apaan suasana mesum ini!?

“Ngh… geli….” erang Cindy manja yang membuatku jadi semakin bernafsu menggerayangi kelaminnya, tak peduli mamanya sedang menyaksikanku. Nafas Cindy kembali menjadi berat. Aku terus memainkan tanganku di sana. Sesekali aku kembali menggerayangi bagian tubuhnya yang lain seperti buah dadanya, kemudian kembali ke vaginanya. Begitu terus berulang-ulang. Jelas kalau ini bukan lagi terlihat seperti sedang menyabuni, tapi mencabuli.

“Nahh… Sekarang gantian Cindy yah yang sabunin abangnya…” suruh tante Rasti kemudian.

“Iya ma…” jawab Cindy pelan yang wajahnya sedang memerah itu. Akupun berhenti menggerayangi Cindy. Tangan-tangan mungil Cindy kini gantian menyabuni tubuhku. Tubuhku terasa bergetar merasakan jari-jari kecilnya menggosok-gosok badanku. Mana Cindy sesekali juga tersenyum padaku. Gak tahan.

“Kontolnya juga dong sayang…” ucap tante Rasti lagi. Cindy mengangguk ragu, tapi dia tidak langsung melakukannya, mungkin masih geli. Namun akhirnya Cindy mau juga. Dengan agak canggung dia pegang batang penisku, lalu mulai menyabuninya dari batang, buah zakar, hingga rambut kemaluanku. Bagiku ini sebuah kenikmatan luar biasa karena bisa merasakan dikocok gadis cantik jelita dibawah umur seperti Cindy.

“Hihihi.. kamu ternyata mau juga megang kontol” goda tante Rasti pada putrinya. Cindy hanya tersenyum malu sambil terus mengusap-usap tangannya di batang penisku. Ada perasaan bangga bagiku jadi yang pertama kali dipegang penisnya oleh tangan Cindy, hehe.

“Tapi kurang benar tuh… sini mama ajarin” ujar tante Rasti mendekat padaku. Tante Rasti mau ngapain? Jangan-jangan akan…

Tante Rasti menggenggam kontolku! Lalu mulai mengocok pelan penisku maju-mundur!

“Gini sayang… kocokin yang benar kaya gini”

“Gitu yah Ma??”

“Iya… Sini kamu coba” suruh tante Rasti. Dia kemudian menuntun tangan putrinya ke batang penisku dan memaju-mundurkannya. Arghh gila! Mataku terpejam, melayang-layangku dibuatnya.

“Udah benar Ma?”

“Sudah kok, anak mama memang pinter… terusin yah… tuh Bang Beni keenakan disabuni sama kamu, hihihi”

“Ngmh.. Iya Ma…”
Cindy terus mengocok penisku. Semakin lama kocokannya semakin teratur dan semakin lihai. Cindy sungguh cepat belajar. Sepertinya dia punya bakat yang diturunkan dari mamanya.

“Hihihi, anak mama ini kecil-kecil udah genit, udah pandai mainin kontol” goda tante Rasti sambil memeluk Cindy dari belakang.

“Iihhh.. mama”
Sesekali tante Rasti mencium-cium pipi anaknya. Posisi memeluk tante Rasti sedikit membungkuk sehingga wajahnya sejajar dengan wajah imut Cindy. Mereka memang ibu dan anak yang sangat cantik. Arghhhh… situasi yang sangat ganjil namun menggairahkan. Seorang gadis belia imut sedang mengocok penis pria dewasa sambil dipeluk ibu kandungnya dari belakang! Sepertinya aku tidak kuat untuk terus menahan rasa nikmat ini. Pengen muncrat rasanya!

Tante Rasti lalu berbisik pelan ke Cindy sambil melirik ke arahku. Sepertinya dia sedang mendikte Cindy untuk mengucapkan sesuatu padaku.

“Abang…. Suka dikocokin sama tangan Cindy?” tanya Cindy kemudian yang sepertinya meniru bisikan mamanya.

“Suka sayang…”

Tante Rasti lalu berbisik lagi pada Cindy.
“Enak banget yah bang kontolnya Cindy mainin?” Ugh, ucapan yang terlontar dari mulutnya itu membuatku makin pengen muncrat saja.

“Iya Cindy...”

Tante Rasti berbisik lagi. Ampuuun!
“Abang pengen ngentotin Cindy? Abang mau jejalin kontol abang ke memek Cindy? Abang mau bikin Cindy bunting dibawah umur seperti mama Cindy dulu?” ujar Cindy berkali-kali menuruti setiap kalimat yang dibisikkan mamanya. Semua ucapan itu sukses membuatku semakin ingin muncrat.

Tante Rasti berbisik lagi ke Cindy. Sepertinya setelah yang ini aku tidak akan bertahan lagi.
“Maaa… Cindy boleh kan ngentot sama abang ini??” ujar Cindy lantang, Tak tahan lagi!

“Crooooooootttttt Croooooooooooooootttt” Pejuku muncrat berhamburan. Menghantam tubuh bagian depan gadis belia cantik imut ini dengan deras berkali-kali. Sungguh nikmat! Mana mamanya masih senyum-senyum memeluk Cindy dari belakang, membuat efek kenikmatan itu jadi bertambah berkali-kali lipat.

Saat masih muncrat, ku lihat tubuh Cindy juga menegang. Ternyata sedari tadi tante Rasti juga membelai-belai vagina Cindy.

“Maaaa… Cindy pengen pipiiiiiis” Cindy memekik manja yang diikuti tubuh mengejang. Cindy orgasme! Sungguh takjub aku melihat pemandangan ini. Orgasmeku terasa lebih nikmat karenanya.

Akhirnya semprotan pejuku berhenti. Tubuh Cindy yang lemas tampak kembali ternoda oleh pejuku, beberapa tetes ada yang terkena kaki dan pakaian tante Rasti juga. Sesaat suasana menjadi hening.

“Aduh.. jadi kotor lagi deh kalian. Mandi lagi yang bersih sana, hihihi” Ujar Tante Rasti kemudian melepaskan pelukannnya dari Cindy. “Baju gantimu nanti tante letakkan di kamar Cindy, jadi langsung aja ke sana ya” ucapnya lagi padaku. Tante Rasti lalu dengan santainya keluar dan menutup pintu kamar mandi. Ah... aku masih tak percaya apa yang baru saja terjadi.

Aku dan Cindypun terpaksa mengulang mandi lagi, terutama Cindy yang bagian depan tubuhnya jelas-jelas kotor oleh spermaku. Namun kali ini hanya mandi biasa saja, walaupun sesekali masih ada juga sih gerepein Cindy.

Setelah selesai mandi aku dan Cindy langsung ke kamar. Karena handuknya cuma satu, hanya aku yang mengenakan handuk sedangkan Cindy bertelanjang bulat menuju kamar. Tante Rasti justru biasa-biasa saja melihat anak gadisnya keluyuran telanjang bulat dalam rumah.

“Kalian langsung belajar kan setelah ini?”

“Iya tante… Setelah pakai baju kami langsung belajar kok” jawabku.

“Kamu belajar yang benar yah sayang… jangan nakal di dalam sana” ujar tante Rasti pada putrinya.

“Iya Mah…”

“Kalau anak tante nakal dihukum aja yah Ben, tante rela kok” ujar tante Rasti kini padaku sambil mengedipkan mata. Duh, ucapan tante Rasti bikin aku gregetan aja.

“I-iya tante…”

Kamipun sampai di kamar. Tentunya berduaan di dalam kamar bersama gadis belia cantik yang telanjang bulat lagi-lagi membuatku tak bisa menahan diri. Sebelum berpakaian, aku memeluk dan menciumi Cindy lagi, bahkan sampai berguling-gulingan di atas tempat tidur. Cindy merespon kelakuanku dengan tertawa cekikikan geli.

Duh, kalau begini terus tidak akan mulai-mulai belajarnya, hehe. Kamipun berpakaian untuk kemudian mulai belajar. Pakaian Cindy saat ini mengenakan tanktop pink dan celana pendek putih. Setelan yang membuat Cindy terlihat sangat cantik dan imut.

Cindy duduk di depan meja belajarnya. Aku hanya mengajarinya dengan buku-buku saja. Aku sih pengennya mengajari Cindy dengan benar, tapi setiap melihat gadis imut ini aku jadi selalu pengen memeluk dan menciuminya. Walaupun dia terlihat serius mengikuti pelajaran namun tetap terlihat menggemaskan.

Sambil belajar, sesekali aku melempar pertanyaan pada Cindy. Tiap kali dia bisa menjawab, aku akan memujinya sambil mengecup pipinya, terkadang mengecup bibirnya. Cindy justru suka dan jadi bersemangat tiap dipuji dan dicium olehku.

Rasa penasaranku pada gadis ini memang tidak akan ada habisnya. Bayangan saat Cindy orgasme di kamar mandi tadi masih membekas di kepalaku, gadis kecil ini terlihat sangat menggairahkan saat itu. Mana mamanya sendiri pula yang membuat anaknya orgasme. Apakah itu berarti aku diizinkan mesumin Cindy sepuasku? Bagaimana kalau aku berbuat lebih dari ini? Bagaimana kalau aku menyetubuhi anaknya yang jelas masih di bawah umur ini?

Ah, hari ini aku mengajarinya dengan benar dulu deh. Tapi…

“Cindy pengen bisa bahasa Inggris kayak Mama Cindy kan? Cindy harus lemesin tuh mulut dan lidahnya, nggak boleh kaku kalo mau bisa bahasa inggris… Pakai ini” ucapku sambil menurunkan resletingku.

Kalian sudah bisa menebak kan apa yang akan terjadi berikutnya?? Begitulah… Cindy akhirnya mengemut, mengulum, serta mengocok penisku dengan mulutnya, yang kali ini dilakukan dengan mata terbuka. Sungguh pemandangan yang ganjil. Seorang gadis 11 tahun sedang menyepong penis pria dewasa!


****
****

Acara belajar privatku dengan Cindy terus berlanjut di hari-hari berikutnya. Kadang aku menjemputnya ke sekolah, kadang tidak. Tentunya sambil aku mengajari Cindy, aku juga mencabuli gadis belia imut ini. Tak jarang Cindy telanjang bulat tanpa pakaian sama sekali selama belajar. Siapa yang bisa konsentrasi mengajar coba!?

Semakin hari Cindy semakin tidak mempermasalahkan lagi perbuatan-perbuatan mesumku padanya. Dari hanya menggerepe, menggesek, mencium, hingga memainkan penisku pada mulut mungilnya. Dia sangat menyukai ketika aku memuncratkan sperma di wajahnya karena dia masih menganggap itu sebagai obat penghalus wajah. Cindy menerima muncratan spermaku pada wajahnya dengan riang!

Cindy juga kembali dibikin merasakan nikmatnya orgasme, kali ini akibat aksi gesek-gesek tanganku pada vagina mungilnya. Cindy menyukainya, bahkan ketagihan karenanya. Malahan dia yang kini sering memintaku untuk membuatnya orgasme dan dipejuin olehku. Aku tentunya senang sekali.

Tante Rasti jelas tahu apa yang kuperbuat pada putrinya. Hampir semua perbuatan cabulku pada Cindy dilihat langsung oleh ibu kandung gadis ini. Meskipun begitu, ternyata tante Rasti tidak berniat mengizinkan aku melakukan lebih dari ini.

“Gak boleh sampai masuk ya…. Tetap kalau umur 18 tahun nanti baru boleh” ujarnya mengingatkan. Aku baru saja selesai mengajarkan Cindy les privat. Saat ini aku dan tante Rasti ngobrol di ruang tamu, sedangkan Cindy masih berada di kamarnya.

“Yah.. tante… boleh dong…” pintaku seakan memohon restunya untuk menyetubuhi anak gadisnya.

“Duh… kamu ini ngebet banget yah? Dia masih 11 tahun lho…”

“Penasaran sih.. Cindy kayaknya juga gak masalah”

“Cindy itu masih kecil, kamu juga belum 18 tahun kan?”

“Tapi aku beneran suka sama Cindy tante…”

“Dasar… gak boleh pokoknya, hanya boleh nempelin aja. Gak boleh lebih” ucap tante Rasti. Aku iyakan saja akhirnya.

Tepat setelah itu tiba-tiba terdengar pintu depan diketuk orang. Ada tamu. Aku penasaran siapa yang datang. Tante Rasti lalu membukakan pintu. Saat pintu terbuka, ternyata yang datang adalah Jaka, temanku yang mengenalkan aku pada tante Rasti. Jaka tidak datang sendiri, dia datang bersama Angga yang biasa sering nebeng pulang denganku.

“Waaahh... Ternyata ini alasan lo gak mau nebengin gue lagi? Ke sini rupanya… Ah… gak bilang-bilang lo bro, haha” ucap Angga padaku.

“Eh, g-gue cuma ngajarin anaknya tante Rasti privat bahasa Inggris kok” jawabku beralasan. Tentu saja dia tidak percaya begitu saja.

“Temanmu yang lain Jaka?” tanya tante Rasti.

“Iya tante… kenalin ini Angga”

Anggapun bersalaman dengan tante Rasti. Kalau dipikir-pikir Jaka ini seenaknya saja bawa orang lain untuk dikenalkan pada tante Rasti, tapi aku tentu saja bersyukur sudah diajak Jaka kesini, sehingga aku bisa kenal dengan tante Rasti dan Cindy.

Sama seperti awal tujuanku datang ke sini, jelas tujuan mereka juga untuk ngecengin tante Rasti. Tante Rasti yang memang baikpun menerima mereka dengan ramah. Dia ladeni setiap candaan maupun gerayangan cabul mereka. Bahkan tante Rasti sendiri yang menggoda mereka hingga membuat mereka jadi mupeng berat.

Semakin lama perlakuan mereka pada tante Rasti semakin cabul. Mereka sudah menggerepe-gerepe ibu muda lonte ini hingga tante Rasti nyaris tak berbusana. Merekapun tanpa segan juga telah mengeluarkan penis mereka, mengocok dan menggesek-gesekkannya pada bagian tubuh ibu muda cantik ini. Aku yang sudah puasa menggerepe tante Rastipun jadi ikut-ikutan.

“Duh, kalian ini kecil-kecil udah mesum semua, hihihi” ucap tante Rasti geli.

“Habisnya tante cantik sih, hehe” balas Jaka.

“Huuu… dasar”
Tiba-tiba tante Rasti melepaskan diri dari kami.
“Sudah dulu ah…”

“Yah… mau kemana tante?” tanya Jaka.

“Tante mau masak makan malam dulu”

“Terus kita gimana tante? Tanggung nih…” protesnya tak tahu diri.

“Ya kalian lanjut coli aja sana, hihihi”

“Yahh… masa coli terus sih”

“Terus apa? Lanjut ngentotin tante?”

“I-iya, hehe”

“Huuu… jangan harap. Cukupin dulu umur kalian 18 tahun dan siapin ongkos tarifnya, hihihi”

“Yaaahhh”

“Hmm… Kalian lanjut ditemani Cindy aja yah… Cindyyyyy… Sini sayaaaang” ucap tante Rasti memanggil Cindy. Ternyata sedari tadi Cindy melihat perbuatan kami pada ibunya. Entah apa yang dipikirkan Cindy melihat aku dan temanku mencabuli mamanya, tapi setahuku dia memang sudah terbiasa melihat yang seperti ini.

“Kamu temani abang-abang ini main yah… Mama mau masak dulu” ucap tante Rasti pada putrinya.

“Nghh… iya mah…” Cindy yang polos menuruti saja permintaan mamanya tanpa protes.

“Kalian lanjutin mainnya dengan Cindy yah…” ucap tante Rasti kemudian pada kami.

“I-iya tante”

“Tapi ingat… jangan paksa Cindy kalau dia gak mau, dan gak boleh sampai gituin anak tante. Gak boleh sampai masuk”

Ucapan tante Rasti membuatku terkejut. Apa sih yang dipikirkan tante Rasti? Walaupun tetap tidak membolehkan Cindy disetubuhi tapi tetap saja gadis ini putri kandungnya. Aku masih tak habis pikir dia juga menyuguhkan putrinya sendiri itu pada mereka untuk dicabuli beramai-ramai. Membuatku miris, merinding serta ngaceng sekaligus! Apa dia terobsesi melihat anak gadisnya dicabuli orang lain?

Tampaknya tidak hanya aku saja yang terkejut, tapi juga teman-temanku ini. Mereka pasti tidak mengira tante Rasti akan menawarkan putrinya. Namun kalau disuguhkan anak gadisnya yang cantik seperti Cindy tentunya mereka juga tidak akan menolak. Mereka pastinya juga penasaran ingin sedikit mencicipi tubuh Cindy walau gadis itu masih belia. Bagaimanapun Cindy memang sangat cantik. Mungkin saat besar nanti mengalahkan kecantikan mamanya.

Merekapun membawa Cindy ke kamarnya. Aku tentu saja ikut. Di dalam kamar kini ada seorang gadis belia bersama 3 orang cowok!

Ada perasaan cemburu yang timbul di diriku karena aku ingin memiliki Cindy untuk diriku saja. Aku tidak ingin dia disentuh oleh pria lain. Aku tidak tahu apa karena aku ingin menang sendiri, atau karena aku sudah jatuh hati pada gadis belia ini. Penisku memang ngaceng berat dibuatnya, tapi aku cemburu berat. Namun kenapa aku malah ikut mereka untuk bersama-sama mencabuli Cindy!? Sialan!

Tampak mereka mulai menciumi dan menjamah tubuh gadis kecilku ini di atas tempat tidur. Cindy mendesah manja menerima perlakuan mereka. Cindy sepertinya jadi ketagihan dibelai sehingga dia diam saja digerepe-gerepe. Cindy memang masih gadis yang polos, dia tentunya masih tidak mengetahui apa sebenarnya rasa nikmat yang sedang dia rasakan. Cindy dengan riangnya meladeni kami layaknya bermain biasa. Gadis ini seakan menikmati dijadikan mainan boneka seks oleh kami.

“Abaaang… peluk dan cium Cindy juga dong… kok diam aja sih?” ucap Cindy kemudian padaku.

“Eh, i-iya…”

“Ayo dong Ben, kita gerepein anaknya tante Rasti ini. Tante Rasti sendiri lho yang nawarin. Gak kalah cantik dan nafsuin kayak mamanya nih cewek” Ucap Jaka dan Angga juga mengajakku. Mereka tentunya tidak tahu kalau aku sudah dapat jatah cukup banyak dari gadis mungil ini.

Dengan perasaan campur aduk akupun ikut menciumi dan menggerayangi tubuh Cindy yang bergelinjang manja. Gadis ini kini sudah tak berbusana karena ditelanjangi oleh kami beramai-ramai, tubuh belianya yang polos habis digerayangi dan diciumi. Aku marah dan cemburu, namun setiap perlakuan cabul mereka pada Cindy justru membuat aku semakin konak dan tak mau kalah.

Cindy kemudian duduk di pangkuan Jaka. Sedangkan aku menerima kocokan tangan Cindy pada penisku. Entah dapat ide dari mana, Angga kini mengambil posisi berdiri di depan Cindy, menggenggam rambut panjang Cindy lalu dieluskan ke rambut gadis itu. Angga memilin dan menyelibungi rambut panjang gadis mungil yang cantik imut ini ke penisnya! Seperti sedang mengentoti rambut Cindy saja.

"Ihh... abang lagi ngapain sih? Kok kontol abang diselimuti pake rambut Cindy sih?" rengeknya manja tapi tetap membiarkan.

"Habisnya kamu imut banget sih Cindy, abang jadi gemas" jawab Angga ngasal sambil terus menggoyangkan pinggulnya maju mundur dengan penis tetap diselibungi rambut Cindy.

"Lucu yah Cindy, bang Angga mainin rambutnya Cindy, hehehe..." ucap Jaka sambil tertawa cengengesan. Sungguh pemandangan yang sangat ganjil terpantul dari cermin bagaimana kami beramai-ramai mencabuli gadis di bawah umur ini.

Aku berkali-kali mengingatkan mereka agar jangan sampai keblablasan. Mereka jelas sekali sekarang sangat horny. Pastinya mereka juga tak mengira kalau mencabuli gadis semuda Cindy terasa senikmat ini. Terutama Jaka yang terlihat sangat ganas menggesekkan penisnya pada permukaan vagina Cindy. Untung saja mereka mau mendengarkanku agar berhenti dan jangan ada yang melakukan posisi itu lagi.


 


Tapi kelakuan cabul mereka pada Cindy masih belum berhenti. Jaka menyuruh Cindy menduduki botol minum plastik yang berisi air dingin dari kulkas, kemudian meminta Cindy menggoyang-goyangkan pinggulnya di atas botol itu sambil mengocok penis kami bergantian.

"Kayak gini bang?" tanyanya sambil menuruti keinginan Jaka.

"Iya... Lonte kecil pinter, hehe" puji Jaka kurang ajar. Tapi Cindy terlihat senang-senang saja dimintai melakukan hal cabul oleh kami. Cindy terlihat sangat cantik dan seksi dengan tubuh telanjang bulat menggoyangkan pinggulnya di atas botol plastik tersebut, mana sambil mengocok penis kami pula. Kadang saat salah satu dari kami tidak mendapatkan kocokan tangan Cindy, maka akan memukul-mukulkan penisnya ke wajah gadis ini. Wajahnyapun jadi basah oleh liurnya sendiri.

Ahh.. Cindy kini seperti lonte kecil saja. Goyangan Cindy semakin lama menjadi semakin cepat, tampaknya dia juga mulai keenakan dengan gesekan botol itu pada permukaan vaginanya. Wajah Cindy sudah mulai memerah serta berkeringat karena dari tadi pastinya kepanasan karena dikelilingi kami. Tapi dia masih terus tersenyum sambil tertawa renyah pada kami. Betul-betul menggemaskan.

"Bang... Cindy mau pipis..." ucap Cindy kemudian.

“Waah… dia mau pipis bro”

“Pipis aja Cindy…” ucapku.

Tak lama kemudian Cindy melepaskan tangannya dari penis kami, tapi tetap terus menggoyang-goyangkan pinggulnya di atas botol minuman itu. Kamipun mengocok penis kami di depan wajahnya, siap membukake wajah gadis belia yang cantik serta imut menggemaskan ini.

"Baaang.. Cindy pipis yaaah... gak tahaaaan..."

"Cindy boleh pipis kok, tapi bilang dulu... 'Cindy anak nakaal', ayoooh... bilang gitu yah?" suruhku yang telah terbawa suasana.

"Ehmmmaaahhhhh... eeeghhh, Cindy anak nakaaaal... Cindy pipiiiiisss!"

Cindy orgasme! Mendengarnya kelojotan karena pipis dan menggelinjang hebat akupun muncrat juga, begitupun dengan Jaka dan Angga. Sekarang tidak hanya pejuku saja yang mengotori wajah Cindy, tapi peju 3 orang pria sekaligus! Pemandangan yang sangat seksi dan jarang tentunya dapat menyaksikan gadis belia seumuran Cindy dengan kondisi begini. Wajah gadis imut ini jadi berantakan karena keringat, liur serta peju. Cindy justru kesenangan wajahnya belepotan sperma yang banyak karena menganggap itu vitamin wajah yang banyak.

“Kenapa Cindy? Suka ya mukanya penuh peju?” goda Jaka.

“Suka… kan biar wajah Cindy halus, hihihi” jawab Cindy cekikikan.

Kami betul-betul berbuat bejat pada gadis dibawah umur ini. Setelah beberapa saat kemudian tante Rasti datang. Diapun melihat bagaimana wajah putrinya penuh sperma.

“Ya ampuuuun… kalian habis ngapain aja sama Cindy?” tanya tante Rasti geleng-geleng kepala. Kami hanya cengengesan saja, sedangkan Cindy tertawa dengan sangat imut.

*****
*****

Perasaanku campur aduk setelah melakukan perbuatan ini. Aku memang merasakan kepuasan yang luar biasa karena fantasiku tersalurkan, namun hatiku jadi tidak tenang, aku cemburu mereka juga dapat ikut merasakan nikmatnya tubuh Cindy. Terlebih tidak hanya sekali itu saja mereka berbuat seperti itu pada gadis ini, bahkan saat aku tidak ada mereka juga sering mesumin Cindy.

Aku tidak rela! Sepertinya aku benar-benar jatuh hati pada gadis ini. Aku tidak ingin dia digerepein orang lain lagi. Saat aku mesum-mesuman berdua dengan Cindy ketika les privat selanjutnya, akupun nekat ingin mendapatkan sesuatu yang lebih.

“Cindy.. ngentot yuk”

“Ih, kata mama gak boleh ngentot Bang…”

“Kan mama Cindy gak ada, jadi gak bakal tahu”

“Tapi kan…”

“Cindy sayang kan sama abang?”

“Sayang…”

“Suka kan waktu Cindy abang bikin pipis enak?”

“Suka…”

“Waktu abang pejuin muka Cindy, Cindy juga suka kan?”

“Iya… suka”

“Jadi ayo dong… Mama Cindy gak tahu kok…”

“Ngmmhhh… Iya deh…” jawab Cindy akhirnya membolehkan. Ah… aku sungguh bejat. Aku yakin Cindy pasti belum mengerti apa arti diperawani itu. Aku benar-benar memanfaatkan keluguannya demi kepuasanku.

“Ya sudah… yuk mulai” ajakku.

“Iya… yuk! Sini kontolnya Cindy jilatin dulu”

Cindy semakin hari memang semakin centil saja. Malah kini tanpa ragu lagi memegang dan menciumi penisku, bahkan dia jadi suka ngomong-ngomong sendiri pada penisku. Menganggapnya seperti boneka saja.

"Hihihi... kontol, kamu Cindy emut yah.. mau kan? Atau Cindy mandiin dulu... iya deh, nanti masuk mulut yaaah, hihihi.. Hap" peniskupun masuk ke mulutnya.

Setelah cukup lama memanjakan penisku dengan mulutnya, kini akupun mengangkangi tubuhnya dan mengarahkan kepala penisku hingga menempel pada bibir vagina Cindy. Aku gesek-gesekkan penisku di sana. Sempat terbersit lagi keraguan apakah aku akan memerawaninya. Dia masih kecil! Masih 11 tahun! Tapi aku terus saja melakukan aksiku.

Kepala penisku mulai masuk ke dalam vaginanya. Sedikit demi sedikit. Saat ku lihat Cindy merintih, akupun menarik penisku, kemudian mencoba memasukkannya kembali. Begitu terus hingga vagina Cindy terbiasa dengan kehadiran penisku. Semakin lama penetrasiku semakin dalam menyodok liang vaginanya. Aku dapat merasakan sesuatu menghalangi kepala penisku. Aku kemudian meminta Cindy untuk menahan, dia mengangguk, dan jleb! Penisku masuk ke vagina gadis ini. Aku baru saja memerawani gadis 11 tahun!

“Nghhh…. Abaaaang” rintihnya pelan sambil meremas sprei tempat tidur. Aku tetap saja mendiamkan penisku di dalam liang vagina Cindy sambil terus menyuruhnya menahan perih. Saat dia tenang, aku coba menggenjot dengan lembut. Ah… rasanya sungguh luar biasa.

Cindy semakin lama semakin terbiasa dengan penisku yang mengganjal bagian bawah tubuhnya itu, dia kini malah mendesah kenikmatan. Genjotankupun semakin mantap menyodok vagina kecilnya. Ku rasa aku tak bisa menahan lama-lama kenikmatan ini. Selain karena ini yang pertama bagiku, aku juga melakukannya dengan gadis belia yang tentunya terasa sangat sempit. Mana bisa tahan!?

“Ya ampuuun! Kalian ngapain!??” tiba-tiba tante Rasti muncul. Aku terkejut bukan main, begitupun dengan Cindy. Namun aku tetap tidak ingin melepaskan penisku dari vagina gadis belia ini.

“Udah tante bilang kamu gak boleh sampai entotin Cindy!”

“Ma-maaf tante… aku sshh… gak tahan…”

Tante Rasti geleng-geleng kepala. Wajahnya terlihat memerah, sepertinya dia benar-benar tidak suka hal ini terjadi. Tapi kemudian dia menghela nafas.

“Ya sudah… udah terlanjur” ucapnya terdengar pasrah. Sepertinya tante Rasti berusaha merelakan karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tante Rasti memang tidak pernah sekalipun aku melihatnya marah. Dia seakan lebih memasrahkan apa yang telah terjadi daripada menyesalinya.

“Maaf tante…”

“Sudahlah.. udah terlanjur. Kalau ingin menyalahkan, ya tante yang lebih pantas disalahkan karena membiarkan kalian sejauh ini”

“Ngh… mama…” erang Cindy ikut memanggil mamanya.

“Cindy… kamu nakal yah kecil-kecil udah ngentot, gak mau kalah sama mama waktu kecil dulu, hihihi” ucap tante Rasti kemudian yang terlihat sudah seperti biasa. Cindy hanya tertawa kecil mendengarnya. Akupun kembali menggenjot Cindy. Ah… tak pernah ku bayangkan keadaannya akan menjadi seperti ini. Aku menyetubuhi gadis belia di depan ibu kandungnya sendiri! Suasana yang begitu ganjil.

“Nghhh… abaaanngg… Maaahh” erang Cindy meracau kenikmatan.

“Cindy suka yah dientotin? Mau dientotin terus sama bang Beni?” goda tante Rasti pada putrinya. Bisa-bisanya dia berucap seperti itu saat melihat anak gadisya yang masih di bawah umur dientoin orang.

"Mamaaa... Cindy mau dientotin terus maaa... Cindy suka mainan kontol di memek Cindy... Maaaaah..." racau Cindy menanggapi omongan mamanya ditengah pompaanku yang makin kuat dan kencang.

"Iyah sayang, nanti kamu ngentot tiap hari yah, jangan lupa minta bayaran, hihihi..." lanjut tante iseng sambil cekikikan. Sungguh gila. Tante Rasti malah seakan mengajarkan anaknya untuk melonte.

Mendengar perbincangan tak senonoh itu membuatku semakin belingsatan. Aku rasa aku akan benar-benar muncrat sekarang. Kocokanku pada vagina Cindy semakin kencang. Ku pandangi wajah gadis mungil ini. Wajahnya yang cantik terlihat semakin cantik karena memerah dan basah oleh keringat. Tubuhnya yang terhentak-hentak oleh sodokan penisku membuat dia semakin seksi saja. Gak tahan!

“Cindy… abang keluar” lenguhku disertai semprotan pejuku ke liang vagina gadis ini. Aku benamkan penisku dalam-dalam seakan ingin membuat gadis kecil ini hamil. Berbarengan dengan itu tubuh Cindy juga melenting, dia menjerit kenikmatan. Cindy orgasme!

“Nghh… Cindy…”

“Abaaang… Maaahh…”

“Duh, anak Mama yang nakaaal, akhirnya dientot juga deh kamunyaaa, hihihi... bisa-bisa Mama kehilangan pelanggan deh nanti..." ucap tante Rasti lagi-lagi menggoda putrinya.

"Hihihi... engga ah, Cindy kan belum cukup umur Ma, jadi mainnya sama bang Beni aja… nghh” balas Cindy dengan nafas masih terengah-engah.

“Hmm.. tante masih gak menyangka lho ini kalian berbuat beginian. Tapi karena sudah terlanjur ya mau bagaimana lagi. Kalau kamu mau entotin anak tante lagi silahkan, kalau tidak juga gak apa. Tapi ingat hanya boleh melakukannya dengan Cindy aja, Cindy juga gak boleh sama orang lain”

“I-iya tante…” Aku senang sekali mendengarnya.

“Abaaang…” panggil Cindy lirih.

“Apa Cindy?”

“Sekali lagi yuk…”

Ugh…

****

Setelah saat itu akupun jadi ngentotin Cindy terus. Waktu les privat yang seharusnya dijadikan untuk belajar malah jadi waktu untukku bersetubuh dengan gadis belia ini. Tante Rastipun memang akhirnya menjaga putrinya dari sentuhan pria lain selain aku. Aku senang sekali. Tapi hal yang tak terbayangkan bagiku kemudian terjadi. Cindy hamil!

Aku tidak tahu harus bagaimana. Tante Rasti juga bingung. Padahal aku selalu pakai kondom, hanya sesekali saja tidak kalau aku sudah tidak tahan. Mungkin itu. Tante Rasti hanya bisa pasrah karena ini sudah terjadi. Meskipun sedang hamil, tapi aku masih juga menyetubuhi Cindy. Hingga usia kehamilan Cindy memasuki 6 bulan, barulah aku berhenti.

Cindy kini tidak sekolah lagi karena kehamilannya, padahal sebentar lagi dia mau UN. Cindypun terpaksa tidak mengikuti ujian kelulusan SD. Aku jadi merasa bersalah. Aku juga akhirnya mengakui pada orangtuaku kalau aku telah menghamili anak gadis orang. Tentu saja aku kena marah habis-habisan, aku bahkan dihajar ayahku. Namun karena sudah terjadi ya mau bagaimana lagi, mereka juga akhirnya pasrah.

Waktu kami memeriksa kehamilan Cindy, tentu saja dokter itu geleng-geleng kepala karena gadis muda seusia Cindy sudah hamil.

“Bapaknya siapa? Aduh… Berbahaya wanita semuda dia ini sudah hamil. Organ reproduksi gadis di bawah umur 20 tahun itu sebenarnya belum siap untuk mengandung. Takutnya nanti terjadi pendarahan. Apalagi gadis ini masih 12 tahun” terang dokter tersebut.

“I-iya Dok.. maaf”

“Yang penting harus dikontrol terus”

“Baik Dok…”

Beberapa bulan kemudian Cindypun melahirkan dengan cara operasi. Setelah melahirkan, aku memutuskan untuk membawa Cindy denganku. Aku takut kalau Cindy terus tinggal di sana. Aku tidak ingin Cindy ikut-ikutan seperti mamanya menjadi seorang lonte. Aku kini sudah tamat SMA. Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan dan tinggal berdua bersama gadis kecilku ini. Orangtuaku dan tante Rasti mengerti. Mereka mengizinkanku untuk tinggal berdua dengan Cindy. Bayi kami dititipkan pada orangtuaku.

 


Aku dan Cindy akhirnya tingga berdua di sebuah rumah kontrakan yang kecil. Untungnya para tetangga menganggap kami kakak adik. Cindy kini melanjutkan sekolahnya lagi. Kehidupan baru kami baru saja dimulai, antara aku dan gadis lollipopku…

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar