Minggu, 27 September 2015

Si Imut Cindy Part 2

  

Setelah aku selesai mengeringkan badan dan berpakaian, akupun menyusul Cindy ke kamarnya. Tampak gadis cantik itu masih telanjang bulat sedang memilih-milih pakaian di lemari bajunya.
"Cindy...."

"Abang mau ngapain lagi sih? Cindy mau pake baju tau…"

"Yah... nanti dulu dong Cindy sayang, hehe" ujarku lalu memeluk Cindy dari belakang. Aku tutup lemari bajunya, aku tidak ingin dia cepat-cepat berpakaian. Aku masih ingin berbuat cabul pada gadis belia ini.

Tubuhku mendekap erat tubuh mungil telanjang Cindy. Aku cium rambut panjangnya yang wangi shampo. Aku lalu memandang wajahnya dari cermin lemari. Kecil-kecil gadis ini sudah sangat cantik. Dengan sengaja akupun mengelus-eluskan pipiku sendiri ke pipi Cindy. Karena tubuhnya yang jauh lebih pendek dariku membuat aku harus sedikit membungkuk. Aah... pipinya begitu lembut dan kenyal. Kembali aku mencium seluruh wajahnya habis-habisan sambil meraba-raba pinggul dan perutnya.

"Ngmmhh.... mau ngapain lagi sih bang?" tanyanya bingung melihat ulahku. Aku hanya cengengesan sambil terus menikmati suasana ini, tidak mau berhenti menciumi wajah imutnya, terus mengemut pipinya seperti lollipop hingga basah oleh liurku.

"Udah ah, capek" Cindy berontak melepaskan diri.

"Duuh... Cindy... kok udahan sih?"

"Cindy lapar, mau makan" jawabnya cuek.

“Ohh… Cindy lapar yah?? Ya sudah kalau gitu, Cindy makan dulu gih, biar cepat gede dan makin cantik, hehe"

"Abang mau makan juga? Cindy ambilin yah... mama tadi masak ayam goreng lho.." tawarnya.

"Wah boleh tuh"

"Ya udah, bentar yah bang... Cindy pakai baju dulu" ujar Cindy sambil kembali membuka lemarinya.

“Jangaan!”
Aku masih pengen dia tetap bertelanjang bulat saja keluyuran dalam rumah. Hmm… tapi sepertinya kalau ada sedikit pakaian yang menempel akan membuat Cindy jadi semakin seksi. Akupun menyuruhnya hanya mengenakan celana dalam saja, dan dia mau! Cindypun sibuk memilih celana dalam.

“Yang ini gimana bang?” tanyanya sambil menunjukkan sebuah celana dalam warna pink dengan gambar hello kitty. Aku acungkan jempol tanda setuju.

Cindy lalu memakainya. Sungguh pemandangan yang membuat penisku ngaceng maksimal. Seorang gadis belia cantik jelita yang baru mulai tumbuh remaja hanya mengenakan celana dalam saja! Imut banget kan!?

Dengan busana seperti itu Cindypun pergi ke dapur untuk mengambilkan nasi. Aku terus melihat gerak-geriknya. Sungguh gemas melihat bagaimana dia sibuk menyiapkan piring, menyedokkan nasi dari magic jar yang letaknya cukup tinggi sehingga Cindy harus menjinjit, serta mengambilkan lauk.

Aku memintanya untuk makan di kamar saja. Kamipun makan bersama di tepi tempat tidur. Kami makan satu piring berdua. Selama makan, dadaku terus berdebar karena melihat keadaan Cindy yang seksi imut ini.

"Cindy mau abang suapin?" tawarku.

"Nggak ah.. Cindy kan bukan anak kecil lagi"

"Sekali aja, aaaaaa......" ujarku sambil terus menyodorkan sendok berisi nasi dan lauk padanya. Cindy mau juga membuka mulutnya dan menerima suapan dariku.

“Ngmmhh”

"Enak kan? Nih lagi, aaaaaaa" Aku kembali menyuapi Cindy.

“Ngmmhh”

"Makan yang banyak yah Cindy sayang..."
Akhirnya mulut kecilnya terus-terusan menerima suapan dariku. Kadang aku terlalu banyak menyendok nasi sehingga Cindy jadi susah mengunyah, membuat pipinya jadi kembung karena penuh dengan makanan. Sungguh imut. Saat ada butiran nasi yang belepotan di tepi bibirnya, aku akan memungutnya dan memasukkannya ke mulutku.

"Cindy juga suapin abang dong..." pintaku.

"Ih... abang kayak anak kecil aja disuapin"

"Biarin"

"Hihihi... ya udah, Cindy suapin" setujunya.
Sekarang gantian aku yang disuapi olehnya. Kamipun jadi saling suap-suapan. Nikmat banget suap-suapan dengan gadis muda yang nyaris telanjang seperti ini. Sambil mulutku menyantap makanan, mataku juga menyantap pemandangan tubuh belia ranumnya yang terekspos itu.

"Makan yang banyak yah bang, biar perutnya makin gede, hihihi" ucapnya meledek perut buncitku. Aku tertawa saja sambil sedikit menggelitikinya.

Kamipun selesai makan. Untuk minum aku juga menyuruh Cindy mengambilkannya dan membantuku minum, dia menurutinya. Aku senang sekali, rasanya seperti di surga saja. Cindy begitu menggemaskan sekali. Membuatku ingin memeluknya lagi. Terang saja aku masih belum puas untuk mencabulinya. Aku masih ingin memuaskan fantasiku pada gadis di bawah umur ini. Aku kemudian ke dapur sebentar untuk mengambil sesuatu, lalu kembali ke kamar.

“Cindy… kamu suka pisang nggak? Mau pisang gak sayang? hehe”

"Pisang? Cindy suka! Hihihi" ucapnya girang kemudian mendekat ke arahku.

"Abang suapin nih… Cindy buka mulutnya yah… Tapi jangan digigit dulu pisangnya, diemut-emut dulu kayak permen, hehe" suruhku setelah mengupas kulit pisang tersebut. Cindy tampak bingung, tapi mau juga menuruti apa yang kusuruh. Diapun mengemut-ngemut pisang yang terus kugenggam dan kuarahkan ke mulutnya.

"Cindy suka?" Dia menjawab pertanyaanku dengan anggukan. Aku berdiri di belakangnya. Tangan kiriku memeluk pinggannya, sedangkan tangan kananku memainkan pisang di mulutnya. Posisi kami tepat di depan cermin lemari bajunya. Tampak dari bayangan cermin kalau Cindy terus menatapku dan terus berusaha tersenyum dengan mulut mungilnya penuh tersumpal buah pisang yang besar. Pemandangan yang membuatku makin belingsatan. Fantasiku jadi melayang-layang. Aku jadi membayangkan kalau peniskulah yang sedang diemut gadis ini.

"Cindy... coba kamu bilang, 'enak bang kontolnya'" dikteku pada Cindy.

"Enak bang kontolnya, hihihi" ujarnya menuruti. Ugh, sungguh menggemaskan saat mulut mungilnya mengucapkan kalimat itu.

"Cindy suka ngulum kontol yah??" tanyaku lagi sambil memainkan pisang di wajah cantiknya, menepuk-nepuk batang pisang itu serta menekan-nekan ujung pisang itu ke pipinya hingga basah oleh liurnya sendiri.

"Hmm… Abaaang… pipi Cindy jadi basah niiih…" ujarnya sambil mencoba meraih kembali pisang dengan mulutnya. Aku jadi tertawa melihat tingkahnya. Sungguh bocah polos yang menggemaskan.

"Hehehe, bilang dong kalau Cindy suka ngulum kontol. Kalau nggak, abang buang lho pisangnya, hehe"

“Iihh… abaaang, tapi ini kan pisaaaang, bukan kontol”

“Ayo dong Cindy…”

"Iiih... iya deh... Cindy suka ngulum kontol," ucapnya kemudian. Gak tahan banget dengarnya!

“Sekarang coba minta yang benar sama abang, hehe” suruhku yang semakin bejat mengerjainya.

“Ngmm… Abang… Cindy boleh ngulum pis-, eh ngulum kontol lagi nggak? Cindy suka banget ngulum kontol, pengen ngulum kontol terus”
Ugh…. Badanku panas dingin mendengarnya. Sungguh sesuatu yang sangat baru bagiku mendengar gadis semuda Cindy berucap vulgar seperti itu.

"Ugh… Iya Cindy sayang, boleh kok… Nih emut kontolnya"
Akupun memasukkan pisang itu lagi ke mulut Cindy. Kali ini sampai menyodok-nyodokkan pisang itu dengan cepat di mulutnya hingga membuat Cindy kewalahan. Sambil tetap menyodok pisang itu ke mulutnya, aku kini juga asik menggesek-gesekkan selangkanganku ke belahan pantatnya yang masih tertutup celana dalam.

Aku lalu melepaskan pisang itu dari genggamanku. Tanpa disuruh, Cindy lanjut mengulum dan memaju-mundurkan pisang itu ke mulutnya dengan tangannya sendiri. Dia melakukan itu sambil terus menatapku melalui cermin, seakan ingin memberi tontonan spesial padaku. Tentunya membuatku semakin horni saja, aku semakin terbawa nafsu. Celana dalam mungilnya kemudian ku turunkan hingga ke pahanya, membuat belahan pantatnya kini terpampang bebas di hadapanku. Cindy tidak protes celana dalamnya ku turunkan, hanya sedikit bingung saja awalnya, tapi tetap membiarkan.

Aku juga menurunkan celanaku dan kembali menggesekkan penisku yang kini sudah tegang ke belahan pantatnya. Kedua tanganku kini dengan bebasnya memeluk dan memegang pinggangnya.

“Cindy lagi apa sih sekarang?” godaku sengaja bertanya seperti itu.

“Ngh… Lagi ngemut kontol” jawabnya polos. Dia menjawab dengan kesusahan karena aku tetap menyodok-nyodok dan menggesek-gesek penisku dari belakang. Bahkan dengan sangat kencang hingga membuat Cindy tertungging-tungging dan membungkuk ke depan. Tubuh Cindy terguncang-guncang karenaku. Kalau dilihat dari cermin aku seperti sedang mengentotin gadis belia ini saja!

“Hehe, Cindy udah gede yah… udah pandai ngemut kontol”

“Hihihi” Meski kesusahan, dia masih bisa tertawa dan terus menjilat-jilat serta mengemut-ngemut buah pisang itu. Dia seakan sudah terbiasa menjilati penis saja, tapi sepertinya dia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dia lakukan.

“Enak nggak kontolnya?"

“Enak banget… nghh… Abaaaang, ahh… udah dong meluknyaaaa, ngh… susah nih ngemutnyaaaaa” Tapi aku tidak mau berhenti, justru sodokan dan gesekanku semakin kencang. Aku sangat menikmati sensasi ini. Cindypun akhirnya membiarkan saja aksiku sambil dia tetap mengemut pisang.

"Yaaah... pisangnya ancuuur..." kata Cindy dengan nada manja dan kecewa. Tampak pisang itu memang sudah hancur karena diemut terus dari tadi.

“Cindy masih mau pisang lagi?”

“Hmm… masih mau sih”

“Abang ambilkan lagi mau? Tapi Cindy berlutut dulu, terus matanya merem yah... nanti abang kasih pisang deh..." ucapku yang telah merencanakan perbuatan cabul padanya. Namun aku sendiri masih belum yakin apakah aku akan seberani ini. Aku agak takut, tapi nafsu sudah menguasai.

Cindy justru senang-senang saja menuruti perintahku. Dia kini telah berlutut dan memejamkan matanya. Tampak wajahnya memerah dan berkeringat, sepertinya dia kepanasan karena aku terus menempel dan memeluknya dari tadi. Celana dalam pink hello kittynya kini juga telah melorot dan menggantung di mata kaki kaki kirinya. Sungguh pemandangan yang begitu seksi dan membuat aku semakin bernafsu.

Aku segera mengambil pisang itu dan melumatnya dengan kepalanku. Lalu melumeri batang penisku dengan lumatan pisang tadi sampai rata.

"Ci-Cindy, buka deh mulutnya... i-ini pisangnya yang baru..." perintahku dengan nafas berat karena saking bernafsu.

"Manaaa... aaaa..." Ekspresi Cindy begitu lucu mangap-mangap mencari batang pisangku dengan mata tertutup. Ujung kepala peniskupun akhirnya menyentuh bibirnya dan dikecup mulutnya. Tubuhku bergetar. Penisku diemut gadis cantik berusia 11 tahun! Gila banget! Sensasinya sungguh luar biasa. Aku ingin memasukkan penisku semakin dalam, tapi tentu saja tidak muat di mulutnya yang mungil.

"Abaaang... pisangnya kegedeaan... Cindy capek mangapnyaaa... gak mauuu... mau yang tadi ajaaa.."

“Ayo dong Cindy diterusin aja”

“Ngmmhh… gak mauuuu…” tolaknya geleng-geleng kepala. “Cindy udah boleh buka mata?” tanyanya kemudian.

“Eh, jangan duluuuu…. Sekarang Cindy jilat-jilat aja kayak tadi yaah... kan tetap ada rasa pisangnya kan? Ayo Cindy, dijilat... dikit lagi nih" ucapku sambil menepuk-nepukkan batang penisku ke mulut gadis ini.

“Dikit lagi apa sih bang?” tanyanya bingung. Tentu saja tidak kujawab kalau aku sudah mau ngecrot. Birahiku sudah diubun-ubun, aku ingin menikmati mulutnya dengan penisku sepuas mungkin. Cindy yang masih bingung menurutinya juga, dia menjilati batang penisku seperti menjilati pisang tadi. Ah… Aku masih tak percaya telah berbuat sejauh ini pada anak gadis orang. Aku betul-betul bejat. Tapi jantungku tak mau berhenti berdebar karena saking nikmatnya sensasi ini.

“Pisangnya kok panas sih bang?”

"Cindy suka kan yang anget-anget?"

"Suka… pengen emut tapi gak muaaat…" ucapnya polos.

"Nanti kapan-kapan muat kok diemut"

Cindypun dengan polosnya terus menjilati penisku dengan matanya yang terus terpejam. Wajahnya yang putih cantik imut itu ditempeli batang penisku yang coklat gelap, sungguh perpaduan yang sangat kontras. Melihat kondisinya saat ini yang bertelanjang bulat dengan hanya celana dalam yang menggantung di mata kakinya juga semakin membuatku tidak tahan!

“Ugh… Cindyyyyy…”
Crooot! Crooot! Crooot!
Aku tak kuat untuk tidak memuntahkan spermaku, pejuku akhirnya muncrat-muncrat, kena telak menodai wajah cantik gadis belia ini.

"Iiih, muka Cindy kena apa iniii?" saking kagetnya ia langsung membuka matanya, suaranya begitu nyaring. Ketahuan juga akhirnya kalau peniskulah yang dari tadi dia emut.

“Abaaaaang… kok pipis putih di muka Cindy sih?” rengeknya merengut, tapi tidak terlihat ekspresi jijik di wajahnya, mungkin karena dia tidak terlalu mengerti apa ‘pipis putih’ itu sebenarnya.

“Eh, ma-maaf Cindy… tapi ini bagus lho buat muka Cindy, biar halus kayak Mamanya Cindy" jawabku asal mencari alasan.

“Ngh? Masa sih?”

“Beneran Cindy… Cindy pasti sering lihat kan kalau mamanya Cindy wajahnya sering disemprotin pipis putih sama om-om itu?”

“Iya… Cindy sering lihat”

“Naaah… itu supaya wajah mama Cindy makin cantik. Cindy mau kan cantik kayak mamanya?”

“Mau… Cindy mau cantik kayak mama. Kalau gitu Cindy mau lagi dong bang…”
Ugh… Aku tak menyangka dia justru berkata seperti itu.

"Hehehe, nanti lagi yaaah... abang harus ngumpulin lagi... nanti dikasi deh buat Cindy yang banyak"

"Bener yah bang... Janji yah… awas loh dikasih orang lain... "

"Hehehe, janji deeh..”

Senangnya aku, gadis ini justru menantikan dicabuli lagi olehku. Mungkin selanjutnya aku akan mencoba berbuat yang lebih cabul lagi terhadapnya.

Aku kemudian istirahat karena kecapaian. Cindy ku suruh untuk jangan mengelap pejuku dulu dari wajahnya. Jadilah dia beraktifitas di dalam rumah dengan wajah masih belepotan sperma, mana kini dia juga telah bertelanjang bulat sama sekali. Celana dalamnya tadi sudah benar-benar lepas dari tubuhnya, tergeletak begitu saja di atas lantai. Dia tampaknya kini sudah tidak malu lagi untuk bertelanjang bulat di depanku. Arghh… aku tidak pernah puas melihat pemandangan seperti ini. Cindy benar-benar gadis belia imut yang betul-betul bisa memuaskan fantasiku.

Tapi tak lama kemudian ternyata tante Rasti pulang. Dengan panik aku langsung menyuruh Cindy masuk ke kamarnya, mencuci mukanya dan berpakaian. Aku juga menyuruhnya untuk jangan bilang apa-apa pada mamanya. Tentu saja aku tidak mau tante Rasti mengetahui apa yang baru saja ku perbuat pada anak gadisnya ini.

“Wah… ada Beni. Udah lama ya?” sapa tante Rasti padaku.

“Lumayan tante, hehe”
Duh, sial! Celana dalam Cindy masih ketinggalan! Dengan cepat aku menggapai celana dalam itu dengan kakiku dan menendangnya ke kolong kursi.

“Maaf yah lama… Tante dari rumahnya pak RT, ngurus perizinan gitu… Dasar pak RT nakal, malah lama-lama nahan tante, kamu pasti tahu kan tantenya diapain? Hihihi” terang tante Rasti padaku, tentu saja aku tahu maksudnya. Untung aku sudah melampiaskannya pada anak gadisnya, kalau tidak aku pasti sudah konak berat karena membayangkan apa yang baru dialami tante Rasti.

“Iya tante… habisnya tante cantik sih, siapa aja pasti pengen lama-lama, hehe”

“Hihihi, bisa aja kamu ngegombal”

Tak lama kemudian Cindy keluar dari kamar, dia langsung berlari memeluk tante Rasti.
“Mamaaaaaaa”

“Duh, Cindy… kamu ini main peluk aja”

“Hihihi, biarin”

“Cindy gak nakal kan selama mama pergi? Ngapain aja?”

“Cindy gak nakal kok… Cindy tadi jagain adek-adek, terus nyapu, terus cuci piring juga lho ma…”

“Baguuus… Anak mama ini memang pinter” puji tante Rasti sambil mengusap-ngusap kepala Cindy. Duh, dua orang wanita ini sama-sama cantik. Yang satu masih sangat belia, yang satunya lagi sudah dewasa. Mana mereka adalah ibu dan anak pula. Tapi aku sudah melupakan tujuanku ke sini yang mana awalnya untuk ngecengin tante Rasti, aku kini jadi malah lebih tertarik pada Cindy.

Kami bertiga lalu ngobrol dan bercanda. Obrolan kami jadi lebih banyak menyinggung Cindy, termasuk perihal sekolahnya. Malah kemudian tante Rasty memintaku mengajari Cindy bahasa inggris, semacam les privat gitu. Tentu saja aku mau, karena aku jadi punya banyak kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan gadis kecilku ini. Yah… bahasa Inggrisku di sekolah lumayan bagus lha. Ngajarin anak SD sepertinya bukan masalah. Akupun setuju untuk datang tiap 3 kali seminggu.

Tak lama setelah itu aku pamit pulang. Tante Rasti memberiku kecupan di kening. Aku juga memberi kecupan yang sama pada Cindy. Ahh… Aku sangat bersemangat menantikan pertemuanku dengan Cindy berikutnya.

Bersambung….

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar