Minggu, 27 September 2015

Si Imut Cindy Part 1


Aku sedang sibuk mengeluarkan motorku dari ramainya parkiran sekolahan, namun tiba-tiba ada yang memanggilku.

“Ben, gue nebeng dong…” ujar temanku Angga menepuk pundakku. Dia biasanya memang sering nebeng denganku, tapi saat ini aku sudah punya rencana.

“Eh, sorry Bro, gue ada urusan lain nih, gak langsung pulang dulu” tolakku.

“Ah, elu… mau kemana sih emangnya? Gue temenin deh…”

“Duh, gue cuma bawa helm satu nih… ntar ditilang polisi” jawabku mencari alasan karena aku memang tidak ingin mengajaknya. Diapun akhirnya pergi dengan kecewa.

Ya… aku memang tidak ingin mengajaknya. Aku ingin menikmatinya sendiri. Hari ini, sepulang sekolah aku lagi-lagi ingin mengunjungi rumah tante Rasti, seorang ibu muda yang berprofesi sebagai…lonte.

Lonte? Ya… Lonte. Lonte cantik yang sudah memiliki 7 orang anak di usianya yang masih 26 tahun, dan dia tidak memiliki suami sama sekali. Hampir semua anaknya itu tidak jelas bapaknya siapa dan yang mana karena saking banyaknya yang membuahi benihnya. Dia doyan dihamili oleh laki-laki yang berbeda tanpa nikah!

Tante Rasti menghidupi anak-anaknya dengan cara melacurkan diri. Dia mengelola websitenya sendiri dan menerima tamu langsung di rumahnya, bahkan tak jarang dia melayani tamunya di hadapan anak-anaknya. Mereka sudah sangat terbiasa dengan profesi ibu mereka itu.

Sejak aku dikenalin temanku Jaka pada tante Rasti, aku jadi ketagihan datang ke sana. Bagaimana tidak? Sudahlah tante Rasti orangnya baik, ramah, cantik banget pula. Yang paling membuatku ketagihan adalah aku bisa melihat pemandangan yang membuat kontiku ngaceng bukan main. Mulai dari melihat tante Rasti yang sering berbusana minim, seperti hanya mengenakan handuk ataupun gaun tidur seksi tipis, hingga bertelanjang bulat yang menunjukkan seluruh tubuh moleknya.

Tak hanya itu, tante Rasti juga sering menggodaku dengan ulah dan tingkah nakalnya yang sungguh membuatku belingsatan hingga aku terpaksa melampiaskannya dengan beronani. Bahkan aku pernah diizinkan untuk menggerayangi tubuhnya, dan yang paling luar biasa aku pernah meminum susu langsung dari buah dadanya! Hanya bersetubuh dengannya saja yang belum pernah aku rasakan, karena tante Rasti melarang dengan alasan belum cukup umur. Ah, padahal usiaku sudah 16 tahun. Sudah kelas 2 SMA.

Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya aku sampai juga di rumah tante Rasti yang cukup mewah ini. Namun aku kecewa karena ternyata dia tidak ada di rumah. Tante Rasti sebenarnya sangat jarang keluar rumah, palingan hanya sesekali saja untuk mengurusi hal yang sangat penting ataupun permintaan spesial dari pelanggannya yang membutuhkan jasanya di tempat yang khusus. Aku sungguh tidak beruntung!

Saat ini hanya ada anak-anak Rasti yang masih kecil di rumah, termasuk Cindy yang merupakan anak perempuan tante Rasti satu-satunya.

“Mama kamu mana Cindy?” tanyaku pada gadis ini.

“Cindy gak tahu bang, mama gak bilang pergi kemana. Cuma bilang ada urusan aja tadi katanya,” jawab Cindy sambil menimang-nimang adiknya yang paling kecil.

“Owh… gitu, sayang banget. Hmm… tapi Cindy pintar yah bisa jagain adek-adeknya” pujiku kemudian, Cindy hanya tertawa kecil tersipu malu dipuji begitu. Dia terlihat sangat cantik dan menggemaskan di usianya yang masih 11 tahun ini. Aku yakin tante Rasti sewaktu remaja juga sangat cantik dan imut seperti Cindy.

“Abang mau Cindy buatin minum? Kalau mau sekalian makan juga boleh kok… Banyak makanan tuh di dapur” tawarnya.

“Eh, iya… ntar aja Cindy. Biar abang ambil sendiri” jawabku yang merasa tidak enak merepotkannya. Cindy tampak sibuk mengurusi adik-adiknya saat ini. Katanya sih ada babysitter yang menjaga anak-anaknya kalau tante Rasti sedang pergi, tapi kali ini tidak ada, berarti kemungkinan tante Rasti hanya pergi keluar sebentar saja. Mudah-mudahan deh, karena aku sudah kangen banget sama tante Rasti, hehe.

Akupun menghabiskan waktu menonton tv, sambil juga sesekali menjaga dan bermain dengan anak-anak tante Rasti yang lain. Tak lama kemudian suasana menjadi sepi karena mereka semua ketiduran. Hanya Cindy saja yang masih sibuk mondar-mandir beres-beresin rumah yang membuat aku lagi-lagi melontarkan pujian padanya.

Duh, entah kenapa sekarang aku jadi sangat tertarik pada gadis ini. Keimutan dan kecantikannya begitu membuat aku penasaran untuk menggodanya terus. Sebelum ini aku tidak pernah berpikiran yang aneh-aneh pada Cindy, tapi pikiranku yang sedang mesum membuat gadis di bawah umur inipun menarik perhatianku. Aku jadi berpikiran mesum tentangnya. Aku penasaran bagaimana bentuk tubuhnya bila tanpa busana, pastinya payudara remajanya itu sudah mulai tumbuh dan lekuk tubuhnya mulai terbentuk. Terus apa dia sudah memiliki rambut di kemaluan? Sepertinya belum, masih polos. Ugh, bayangan-bayangan itu menari-nari dalam pikiranku. Salah tante Rasti sih, aku lagi butuh pelampiasan tapi dia malah tidak ada, jadinya Cindy deh yang aku mupengin.

“Cindy… sini deh… kita nonton bareng yuk” ajakku padanya untuk duduk di sebelahku menemaniku nonton tv.

“Umm.. Iya bang. Nonton apa bang? Iihh… jangan nonton berita dong… nonton kartun dong…”

“Hehe, iya deh iya…” ucapku menukar chanel dengan remot sambil mencium pipinya. Dia hanya merengut mengelap pipinya yang basah kena cium olehku.

“Cindy udah kelas berapa sih sekarang?”

“Udah kelas enam”

“Owh… udah kelas enam. Pantesan udah pinter banget”

“Iya… Cindy pinter kok di sekolah” balasnya polos.

“Ngurusin rumah juga pinter. Udah pinter, cantik lagi” tambahku.

“Ih… abang nih muji-muji terus” ucap Cindy malu-malu senang. Sungguh gemesiiiin. Membuat aku kembali mencium pipinya sambil kini memeluk badannya dan menggelitikinya. Cindy justru tertawa geli dengan perlakuanku itu, bikin aku tambah gemas saja. Jadilah gadis mungil ini aku peluk-peluk, ku gelitiki dan ku ciumi wajahnya berkali-kali. Entah dia sadar atau tidak kalau aku sedang berniat mesum terhadapnya. Aku juga kemudian memangku Cindy sambil menonton tv, tentunya sambil menggerayangi tubuhnya. Tidak dapat mamanya, anaknya gadisnya yang masih beliapun jadi. Aku sungguh bejat.

“Ngmmh… udah dong bang ciumin Cindynya… badan abang bau…” ucap Cindy menggelinjang manja.

Cindy sungguh cantik. Betul-betul gadis imut yang lincah dan periang. Semakin lama membuat aku jadi semakin tak tahan untuk berbuat makin cabul terhadapnya. Tak peduli kalau usianya masih sangat belia.

"Ughh... Cindy imut... mau gak mandi bareng? hehehe" tanyaku iseng sambil mengelus-ngelus wajah cantik imutnya. Mumpung tidak ada mamanya, aku ingin berbuat semesum mungkin sebisaku.

"Nggak mau, Cindy kan udah gede!" jawabnya polos dengan wajah sok jutek.

"Yah... mau dong Cindy, abang gemas banget nih sama kamu, imut banget" ujarku kembali memeluk tubuh mungilnya.

"Nghhh... abang bau... lepasiiiin" ujarnya sambil berusaha mendorong tubuhku.

"Makanya, ayo dong mandi bareng...”

"Hmm… Ya udah deh... biar abang gak bau lagi, yuk mandi" ujarnya akhirnya mengiyakan dengan polosnya. Aku tak menyangka dia mau menuruti secepat ini. Aku benar-benar memanfaat sifatnya yang polos demi kesenanganku.

Aku yang sudah tak sabar langsung menuntun Cindy ke kamar mandi, bahkan lebih tepatnya dikatakan menyeret. Ketika sudah di dalam aku langsung membuka bajuku.

“Ih, abang perutnya gembul, lucu…”

“Hehe, Cindy mau pegang?” tawarku mesum, dan ternyata Cindy benar-benar memegangnya! Sungguh gemas melihat tingkahnya yang geli-geli mau saat memegang perutku. Kelakuan imutnya itu diam-diam malah membangunkan penisku hingga tegang maksimal.

"Lucu perutnya... emmm... abang suka gak Cindy pegang-pegang gini?"

"Ooughh.. suka banget Cindy... apalagi kalau kamu juga pegang punya abang yang panjang, gempal, dan ada bulu keritingnya, hehehe" ucapku yang semakin menginginkan perlakuan mesum pada gadis di bawah umur ini.

"Hah?! Apa itu ya? Boleh liat ngga?" Tanya bocah imut berambut panjang itu dengan polos. Mendengar perkataannya itu aku jadi semakin berani dan bersemangat!

"Buka deh celananya abang, nanti keliatan, hehehe..."

"Di dalam sini?"

"Iya..."

Lagi-lagi dengan polosnya Cindy menuruti keinginanku. Dia turunkan celanaku. Tentu saja penisku yang sudah sangat tegang itu langsung terbebas dan mengacung di hadapannya.

"Hihihi... lucu yah, kalo punya adek Cindy gak sebesar ini...” ucapnya. Aku tak menyangka dia malah berkata seperti itu.

“Waahh… Cindy udah tahu ya ini apaan? Tuh kan Cindy emang pinter, hehe”

“Tau dong… Kata mama ini namanya penis, tapi temen-temen mama suka bilang namanya kontol" jelasnya.

"Cindy suka panggilan yang mana donk?"

"Ummm, yang mana ya… kontol aja deh" jawabnya dengan nada centil. Ugh! Sungguh menggemaskan saat melihat bibir kecilnya mengucapkan kata itu.

"Hehehe... coba deh Cindy pegang... anget loh dek..." pintaku makin berani terhadapnya.

"Iiih, engga ah... itu kan kontol abang... Cindy maluuu... gak mauuu.. Ayo dong buruan mandi aja”

“Hehe, iya deh… Tapi masa mandi pake baju sih? Dibuka dong celana sama baju Cindy…" pintaku mesum.

"Nggak mau bang, malu..."

"Yaaaah mau dong... masa abang udah telanjang tapi kamu nggak mau. Ayo dong… entar abang beliin es krim deh...”

"Ngmmmhhh... mau es krim, tapi Cindy gak mau buka baju pokoknya"

“Yaaaah… Ya udah deh... gak papa” Wah, ternyata dia tidak mau. Aku sedikit kecewa, karena tujuan utama aku mengajaknya mandi tentunya adalah untuk dapat melihat tubuh telanjangnya. Ya sudah, aku tidak mau juga memaksanya.

Akhirnya kamipun saling siram-siraman. Walau Cindy masih memakai pakaian, tetap saja lekuk tubuhnya mencetak jelas dari pakaiannya yang basah. Itu sudah cukup bagiku. Sudah membuat penisku ngaceng poll!

Sambil menyiram, aku juga menggerepe tangan dan kakinya, bahkan memasukkan tanganku dan meraba-raba badannya dari balik bajunya dengan dalih menggosok badannya. Dari balik baju kaosnya yang basah, kurasakan halusnya punggung, perut, bahkan buah dadanya yang baru mulai tumbuh itu. Sungguh pemandangan yang cabul, seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi gadis belia cantik jelita yang masih berpakaian basah-basahan di dalam kamar mandi!

Nafsuku semakin bergejolak. Makin lama tubuhku makin mengapit tubuh mungil Cindy. Aku memeluk tubuh gadis mungil ini dari depan, membuat penis tegangku menempel di perutnya. Dia sepertinya tahu dan sadar kalau penisku tegang bukan main, tapi dia cuek saja dan membiarkan. Tak tahan melihat wajah polosnya, akupun nekat menggerakkan pinggulku naik turun menggesek pada perutnya yang masih dilapisi pakaian basah tersebut. Rasanya sungguh luar biasa! Aku tak pernah membayangkan kalau menggerayangi tubuh gadis cilik seperti Cindy rasanya juga sangat nikmat seperti ini. Rasanya aku tidak ingin beranjak, ingin terus dengan posisi ini. Tapi saat sedang asik-asiknya, Cindy malah berusaha melepaskan diri.

“Abang… lepasin dulu” pintanya.

“Kenapa Cindy?”

“Cindy mau pipis dulu”
Mau pipis? Yes! Ini kesempatanku untuk dapat melihat vagina mungilnya!

“Ya sudah, pipis saja” ucapku semangat.

“Tapi abang keluar dulu dong…”

“Lho, kenapa?”

“Iya… Cindy kan malu”

“Kok malu segala sih? Cindy gak usah malu kalau sama abang”

“Malu dong… Masa Cindy pipis di depan abang sih…”

“Gak apa Cindy sayang… ayo pipis aja. Gak usah malu…”

“Hmm…”

“Ayo dong Cindy…”

Cindy terlihat ragu, tapi akhirnya mau juga untuk kencing di hadapanku.

“Iya deh…”
Yes!

Dia kemudian mundur, lalu mulai menurunkan celana berserta celana dalamnya. Darahku berdesir melihat pemandangan ini. Vagina gadis belia yang masih di bawah umur terpampang di depanku! Benar ternyata kalau masih polos tanpa bulu.

Gadis mungil ini kemudian berjongkok. Dia menggigit bibir bawahnya, mengejan dan lalu mulai kencing. Matakupun tidak mau beranjak menatap selangkangannya yang memancurkan air kencing dengan deras itu. Sungguh membuat penisku konak bukan main. Cindy sendiri juga tampak malu dilihatin sedang kencing olehku.

"Udah selesai? Bisa nggak cebok sendiri?" tanyaku iseng setelah dia selesai kencing.

"Bisa donk... emang Cindy anak kecil gak bisa cebok sendiri..." ucapnya centil kemudian membasuh selangkangannya dengan gayung dan tangannya. Aku sengaja menyuruhnya cebok berlama-lama agar aku dapat melihat pemandangan ini sepuas mungkin. Mengarahkannya supaya terus membasuh dan mengusap-ngusap bagian sensitifnya itu berkali-kali dengan tangannya sendiri.

"Cebok yang bersih Cindy…”

“Iya abang… Abang gak pipis juga?“

“Nggak, nanti aja” jawabku. Penis tegang maksimal gini gimana mau kencing.

Aku sangat senang setelah selesai kencing dia tidak kembali memakai celananya, bahkan saat ku pinta dia membuka bajunya dia juga mau. Gadis cantik ini akhirnya telanjang bulat di hadapanku! Lututku lemas melihat kecantikan dan kemolekannya. Tubuh remajanya ternyata benar-benar sedang membentuk dengan sempurna. Membuat penisku jadi semakin tegang. Aku semakin tidak tahan.

Kami berdua sudah sama-sama telanjang bulat sekarang. Kamipun melanjutkan lagi acara mandi kami. Aku kembali menggerayangi tubuh mungil Cindy. Tentunya sekarang terasa lebih nikmat karena dia sudah bertelanjang bulat. Tanganku dengan nikmatnya menggesek di kulit putih mulusnya di setiap lekuk tubuhnya. Aku juga kembali memeluk tubuhnya sambil menggerep-gerepe badannya. Baik memeluk dari depan maupun dari belakang. Saat memeluk dari belakang tentunya penisku sengaja ku gesekkan di belahan pantat mungilnya itu. Rasanya sungguh luar biasa ingin membuat aku ngecrot.

"Cindy.. kamu kecil-kecil kok cantik banget sih?" sambil bicara bernafas berat aku menggoyang-goyangkan pinggulku di pantatnya.

"Hihihi... banyak yang bilang kok... katanya Cindy mirip mama..." jawabnya santai. Aaah… apa dia tidak mengerti kalau aku sekarang sedang mencabulinya? Penis tegangku jelas-jelas sedang menggesek dengan brutal di belakang tubuhnya itu.

"Berarti... egghh... Cindy mau jadi kayak mama donk?"

"Ehmmm... mau sih... lucu juga tiap hari bobo sama orang yang beda-beda..." jawabnya polos yang membuat aku ingin tertawa.

"Berarti kalo bobo sama abang… Cindy mau?"

"Emang abang mau nginap sini?”

“Mau dong…”

“Gak boleh… weeek!”

“Hehehe”

“Abaaaang…”

"Kenapa Cindy?"

“Abang ngapain sih? Kok meluk Cindy terus sambil goyang-goyang?”

“Gak boleh yah?”

“Cindy risih tau…”

“Dikit lagi kok…” jawabku dengan nafas semakin berat. Rasanya sebentar lagi aku ingin ngecrot, dan aku ingin ngecrot dengan posisi seperti ini. Posisi cabul yang mana kami sama-sama telanjang bulat dan aku sedang menggesek-gesekkan penisku di pantatnya.



“Ngmmhh… abaaang, udahan doooong…”

“Bentar lagi sayang. Ci-Cindy... abang boleh minta tolong nggak? Cuma bilang aja... ucapin satu... egghh... kalimat buat abang uughh..."

"Eegghh... kalimat apa?"

"Bilang, 'entotin Cindy'..."

"Emmm... 'Entotin Cindy'"

Arrghhh… gilaaaa… aku tak tahaaaan…

Crooot! Croooot!

Akupun memuncratkan pejuku dengan deras. Mana bisa tahan coba mendengar gadis cantik imut seperti Cindy berucap seperti itu. Pejukupun berlumuran mengotori pinggul gadis ini.

“Ngmhhh… abaaaang… ngapain sih?” rengeknya saat memegang pinggulnya dan sadar ada cairan lengket di pantatnya.


“Abang pipis putih?” tanyanya lugu. Pipis putih? Ah… mungkin itu istilah yang biasa dikatakan tante Rasti padanya. Sepertinya cairan peju juga sudah tak asing olehnya karena telah biasa melihat mamanya disetubuhi orang.

“Iya Cindy, pipis putih, hehe” jawabku. Ah… entah apa yang akan dikatakan tante Rasti kalau melihat anak gadisnya dicabuli seperti ini.

Setelah itu akupun membersihkan pejuku dari pinggulnya. Aku juga sedikit bersih-bersih. Setelah handukan, Cindypun kembali ke kamarnya dengan kondisi bertelanjang bulat. Gemas sekali rasanya melihat gadis cantik belia keluyuran di dalam rumah tanpa busana seperti itu.

Ahhh… Tante Rasti masih belum pulang, dan penisku juga kembali ngaceng tak lama kemudian. Sepertinya aku masih ingin mesumin Cindy. Mumpung masih ada kesempatan.

Bersambung….

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar