Senin, 28 September 2015

Hot Mama Part 2

   

Setelah bertahun – tahun menyembunyikan aksiku, kini aku bebas masturbasi. Bahkan mama bisa ikut serta. Sungguh menakjubkan. Meski testisku masih tetap sakit. Mudah – mudahan benar kata bu dokter, ini hanya salah satu fase yang pasti dilalui.

Aku langsung membersihkan diri dan berpakaian. Siapa tahu mama datang lagi untuk ngobrol. Ternyata benar, mama mengetuk pintu lalu masuk. Mama kembali berpakaian normal seperti biasa. Mama mendekat lantas tersenyum. “Sesuai jadwal, esok pagi kita akan mulai sesi pengukuran. Kamu mesti bangun lebih pagi karena mama mesti kerja.”

Aku ikut senyum. “Iya mah,” kuatur suaraku agar setenang mungkin. Kenyataanya, kontolku masih saja tegang.

“Mama tidur dulu nak.” katanya lantas keluar.

Malam sudah menunjukan pukul sepuluh. Kupikir kata – kata mama. Biasanya aku berangkat kuliah setelah mama pergi kerja. Aku penasaran mama akan pake apa besok. Untuk mengalihkan pikiran, aku coba main gim sebentar lalu tidur.

***

“Sup... Yusup... Bangun nak...” Mama membangunkan sambil menggerakkan lenganku.

Aku membuka mata yang masih mengantuk. Mama membuka gordyn membuat kamarku dipenuhi cahaya matahari pagi. Kontolku keras. Kulihat mama memakai rok selutut warna hitam dan blus warna krim.

“Mama telat,” katanya terdengar kesal. Seperti biasa, setiap pagi memang mama selalu terdengar kesal. Kulihat mama memegang gelas. “Ayo, kita mesti cepat.” kata mama sambil menarik selimut. Masih terdengar kesal.

Mama melihat kontolku yang keras dari balik piyama. Aku memang biasa tidur hanya memakai celana saja. Tanpa pakaian. “Setidaknya udah siap nih,” kata mama agak tenang.

Tetap saja, aku masih merasa aneh.

Mama melipat selimut lalu menaruhnya. “Cepat lepas piyamamu lalu berbaring seperti semalam.”

Aku menurut

“Karena udah siang, jadi mesti gini.” Mama menunjuk pakaian yang dipakainya. “Mama gak punya waktu buat ganti baju. Kamu boleh sentuh pantat mama jika kamu mau. Rangsangannya pasti cukup, ditambah tangan mama.”

Aku sedikit kecewa mama tak mengganti pakaiannya. Mama kembali memposisikan diri seperti semalam. Dengan pantat miring agak ke wajahku dan mama mulai mengocok kontolku.

Berkali – kali aku mengimpikan memegang pantatnya. Kali ini aku bisa melakukannya. Sekali lagi seperti semalam, kubuat agar terlihat seperti kurang tertarik, kuelus pantat mama yang kiri. Lalu mengelus yang kanan, dari luar roknya. Kuremas pantat mama

“Jangan buat rok mama kusut,” kata mama tegas sambil tetap mengocok kontolku.

Kulebarkan elusan di pantat mama. Apakah mama akan marah jika aku merogoh melalui roknya? Aku lantas berpikir cepat namun berbicara gagap, “mah... bob... boleh.. ngelus dari dalam rok gak?”

Mama menatap sebentar, lalu bicara dengan nada sedikit keras “Iya kalau bisa membuatmu cepet keluar. Tapi jangan sampai rok mama kusut.”

Ujung rok itu hanya selutut. Perlahan tanganku meluncur dari bawah masuk ke dalam roknya mengelus kaki kanannya. Kuelus paha mulus mama hingga sampai ke cdnya. Aku merasakan paha dan pantat mama sangat lembut.

Kuremas pantat mama dari luar cd lalu mengeluskan jemari dari sisi cd. Mama sepertinya tak keberatan, meski hanya sebentar. Aku merasa akan keluar. “Kayaknya Yusup akan keluar mah.”

Mama langsung mengarahkan helm kontol ke gelas sementara kontolku tetap di kocok. Saat aku meraba pantat mama lagi, kuarahkan dua jari sejalan dengan garis cd mama hingga dekat dengan memeknya. “Ohhh.. ohhh...” aku mulai keluar.

Tangan terampil mama mebuat pejuku semua masuk gelas.

“Bagus nak, bagus,” suara mama terdengar lebih santai dibanding saat mulai. Setelah habis, mama mengusap jemari di kontolku hingga semua tetes tak ada yang sia – sia.

“Ya ampun, banyak sekali nak.” Mama menerawang gelas itu ke arah cahaya mentari. Kulihat kira – kira terisi seperempatnya. “Mama akan catat ini di formulir. Mama pergi dulu ya.” Mama mengecup pipiku lantas keluar kamarku.

Aku memejamkan mata. Pantat mama sungguh besar. Nikmatnya berbaring sambil dibantu masturbasi oleh mama, apalagi sambil mengelus pantat mama. Aku penasaran apa bisa menambah variasi lagi. Sialnya aku mesti kuliah.

***

Aku tak bisa konsentrasi di kelas. Kontol ini rasanya tegang terus memikirkan semalam dan tadi pagi. Hingga akhirnya aku pulang. Mobil mama sudah terparkir. Setelah aku masuk, mama memanggilku. Aku ke dapur mengikuti asal suara mama.

“Sini nak.”

Mama sedang masak sesuatu.

“Mama sudah pikirkan peraturan kita,” mama bilang tanpa hai dulu. “Kita mesti mengatur jadwal kita jadi saat kamu pulang, kita punya satu sesi. Satu sesi sebelum tidur dan atur satu sesi lagi di sore hari untuk malamnya.” Aku tak suka nada bicaranya. Seperti biasa, nadanya terdengar tak menyenangkan.

“Kalau dipikir – pikir, Mama tambah repot saja nak. Mama harap kamu menghargai apa yang mama lakukan.” Suaranya kini benar – benar marah. Mungkin mama telah memikirkannya sepanjang hari di tempat kerjanya.

“Iya mah.” Aku berusaha untuk menenangkannya. “Semoga ini hanya untuk dua minggu saja.”

“Apa kamu gak bohong sama dokter dan sama mama?” Mama mulai menuduhku. “Kalau mama sampai tahu,” nadanya mulai mengancam.

“Ya enggak dong mah.” Aku mulai terdengar putus asa. “Yusup tak tahu bahkan kenapa bisa gini.” Aku mencoba menatap mama.

Mama balas menatapku. Hening beberapa saat. “Baiklah kalau gitu,” suara mama agak tenang. Mama kembali memasak. “Kamu mau mandi?” meski suaranya terdengar santai, namun tetap terdengar seperti perintah.

“Iya mah.”

“Karena kita mesti mendapat tiga spesimen ntar malam, agar cepet, kita ambil satu saat kamu mandi sore. Biar hemat waktu.”

Aku makin bersemangat mendengarnya.

“Iya mah. Yusup gakkan kunci kamar mandinya.”

“Bersihin dulu badanmu, setelah itu panggil mama. Mama gak ada waktu buat bersihin kamu.”

“Iya mah,” kataku sambil pergi naik.

Kulepas pakaian di kamar lalu ke kamar mandi. Aku mandi hingga bersih. Kubuka pintu lalu berteriak, “Yusup siap mah.”

Kukeringkan badang memakai handuk. Aku bayangkan mama datang hanya memakai cd dan bh. Aku jadi malu mama mengetahui betapa mudah aku terangsang. Lantas kupakai handuk menutupi selangkanganku. Mama datang lalu mengetuk pintu.

“Masuk mah.” Jantungku berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang.

Mama masuk. Rupanya mama tak melepas pakaian. Tetap memakai blus dan rok. Aku agak kecewa. Tangannya memegang gelas

Mama menatap tubuhku, dari atas sampai bawah. Mama melihatku memakai handuk. Kontolku kembali tegang melihat mama berdiri di depanku.

“Kenapa kamu pake handuk?” kata mama lalu meraihnya hingga lepas. Muncullah kontolku yang sudah tegang. Aku masih malu, belum terbiasa.

“Kontolmu mudah tegangkan?” kata mama sambil menatap kontolku. Kontolku menunjuk lurus ke mama.

“Iya... kan.. masih muda mah.” Aku berusaha agar terdengar tak memalukan. “Lagian Yusup gak bisa ngapa – ngapain mah,” tambahku jujur.

Mama menjilat bibirnya. Aku tak pernah melihat mama melakukan itu, menjilati bibirnya. Aku tak tahu kenapa mama menjilati bibirnya. Mama lantas menatap kembali wajahku.

“Kita mesti melakukan dengan cara lain karena kamu berdiri, gak berbaring.”

“Iya mah. Kayaknya Yusup akan cepet keluar kali ini,” aku penasaran apa mama akan melepas pakaiannya.

“Iya, sepertinya kamu tak butuh rangsangan lain lagi. Tapi tetap, mama lepas dulu blus dan rok mama. Biar gak kotor.”

Mama berbalik memunggungiku lalu melepas blus dan menggantungnya. Aku bisa melihat tali bhnya yang berwarna krim. Mama lalu melepas sleting dan menurunkan rok. Cdnya juga warna krim. Pantatnya besar menantang. Kali ini kulihat cd krim mama lebih kecil dibanding cd hitam mama. Hingga belahan pantat mama agak terlihat. Meski gendut, namun mama benar – benar seksi.

Mama lalu mengangkat kaki untuk menarik roknya. Kaki kanan dulu lalu kaki kiri. Rok itu lalu digantung juga. Mama berbalik, menatapku lalu menatap kontolku. Kulihat bh mama, seperti cdnya, juga lebih kecil dibanding bh hitam. Menampilkan lebih banyak susu mama.

Kulihat selangkangan mama, bahan cdnya cukup lebar di daerah sana jadi aku tak bisa melihat menembusnya. Bahkan tak kulihat sehelai jembut pun. Aku lantas mengangkat pandanganku.

“Udah bener – bener bersih gak?” katanya sambil menatap kontolku.

“I... iya mah,” jawabku pelan.

“Biar mama bilas sekali lagi.” mama menaruh gelas di pinggir bak, mengambil air memakai gayung lalu membasuh kontolku sambil mengelusnya. Sekalian sama testisku.

“Muter,” kata mama.

Aku berputar tanpa tau maksud mama. Mama sekarang melihat pantatku. Mama lantas kembali membasuh pantatku dan menggosoknya.

“Rasanya Yusup mau keluar mah,” suaraku terdengar putus asa, namun tetap kuusahakan setenang mungkin.

“Muter lagi.”

Aku kembali berputar hingga menghadap mama.

“Ya udah, gak perlu buang – buang waktu lagi.” Mama meraih gelas, “kali ini mama masturbasi kamu sambil menghadap.”

Mama lantas berlutut hingga wajahnya sejajar dengan kontolku. Tangan kiri memegang gelas sedang tangan kanan mulai mengelus kontolku. Gelas itu sejajar dengan susu mama. Andai saja gelas itu tak ada...

Saat mama mulai membungkuk, aku melihat belahan susu mama dari atas. Remasan dan belaian tangan mama sungguh nikmat. Tak lama lagi aku akan keluar, namun tiba – tiba mama menghentikan tangannya.

“Kalau gini bisa jadi masalah sepertinya. Mama gak mau andai lepas dari gelas spermamu malah mengotori bh mama. Lebih baik mama lepas dulu.”

Aku tak tahu apa yang terjadi, antara aku dan mama. Yang kutahu pasti, mama akan melepas bhnya. Mama melepas kontolku dan menaruh gelas di lantar. Mama mulai melepas bhnya. Jantungku makin berdebar melihat mama.

Tanpa banyak bicara, mama meraih gelas lagi, menempatkan dan mulai mengocok kontolku. Aku tak percaya apa yang kupandang. Belum pernah kulihat susu sebelum ini, kecuali di film. Susunya begitu besar, areolanya lebar dan warnanya hitam.

Aku hanya bisa melongo melihat susu mama terngguncang seirama kocokan tangannya. “Yusup keluar....” mama mencengkram erat kontol agar pejuku masuk gelas. “Oh... oh.....”

“Bagus nak,” mama terdengar bersemangat saat memerah kontolku. Setelah lemas, kontolku dilepas mama.

Aku lantas dudu di pinggi bak mandi, menutup mata menikmati sisa – sisa sensasi ini.

“Lihat ini,” kata mama saat kubuka mata.

Aku menatap gelas dan melihat pejuku hampir setengah gelas. Namun mataku tak lama menatap gelas. Mataku kembali menatap susu mama. Kurasa mama menyadari aku menatap susunya.

“Oke, cukup kali ini. Mama mau nulis catetan ini dulu. Terus lanjutin masak. Bersihin lalu turun.” Mama bangkit, meraih bh dan pakaian lantas keluar. Aku tak bisa melepas pandang dari pantat mama. Getaran pantatnya, bahkan sepertinya pinggul mama bergoyang lebih dari yang pernah kulihat. Mungkin hanya imaji nasiku, atau benarkah?

Tak pernah kubayankgan akan melihat mama hanya berbalut cd, melangkah keluar dari kamar mandiku. Hm, tidak terduga. Setelah mama hilang dari pandangan, kubersihkan diri lantas berpakaian. Pikiranku kembali ke adegan tadi. Cara mama memandang kontolku, baru kusadari sepertinya mama terpesona. Cara mama menjilati bibir. Cara mama membungkuk saat akan melepas roknya. Saat mama melepas bh, merangsang sekali.

Sebelumnya, di dapur tadi, mama marah padaku, bilang betapa tak nyamannya mama. Aneh.

Aku sangat terangsang diperlakukan sedemikian rupa oleh mama. Namun di benakku aku mulai bertanya – tanya, apakah mama melakukan semuanya sengaja, karena mama memiliki maksud lain yang tersembunyi?

Setahuku, mama tak pernah lagi berhubungan setelah cerai dengan ayah. Meski gendut dan tidaklah cantik, namun pasti mama memiliki hasrat seksual juga. Apakah mama marah di dapur karena merasa bersalah ataukah karena mama juga merasakan kesenangan tertentu lantas merasa bersalah?

Andai itu yang terjadi, kesempatanku untuk lebih berani. Langkah demi langkah. Bahkan aku tak perlu malu akan diri sendiri saat di depan mama, jika mama pun merasakan getaran tertentu. Aku jadi merasa percaya diri untuk sesi berikutnya. Aku jadi sadar akan pancaran seksual tubuhku, aku tak perlu malu lagi.

Kulihat jam, rupanya lama juga aku merenung. Aku turun. Mama sedang menyiapkan makanan. Tentu saja memakai pakaian. Tak ada pembicaraan tentang sesi sebelumnya. Mama hanya nanya hariku di kuliah. Aku menjawab lantas bertanya mengenai hari mama di pekerjaan. Mama menjawab. Seperti ibu dan anak biasa. Namun kali ini kulihat ada sedikit perbedaan di tubuh mama. Seperti agak nakal. Lebih santai dari pada biasa.

Sebelum makan, mama berkata, “bilang saja kalau kamu udah mau keluar lagi.”

Aku mengangguk lantas makan. Setengah jam setelah makan, aku merasa siap. “Rasanya Yusup sudah siap mah,” kataku pada mama yang sedang baca di ruang tv.

Tanpa menatapku mama berkata, “Ok. Kita lakukan di kamarmu saja. Siap – siap dulu mama ntar nyusul.”

Aku berbaring telanjang menunggu mama. Kontolku sudah agak tegang. Aku merasa sedikit santai, dibanding sebelumnya. Saat di kamar mandi, aku tak dapat pantat mama. Kali ini harus dapat. Segera terdengar ketukan di pintu. Mama lantas masuk memegang gelas. Mama memakai bh dan cd warna krim. Susunya agak goyang saat berjalan mendekati ranjang. Kontolku langsung hormat pada mama, tegak grak.

“Kita lakukan seperti malam tadi dan pagi tadi,” katanya sambil memiringkan tubuh. “Kamu boleh sentuh kaki mama lagi kalau kamu suka.”

Aku langsung membelai dan meremas pantat mama dengan tangan kiri sementara mama menyiapkan gelas di antara selangkanganku lalu mulai membelai kontolku. Aku agak kecewa tidak bisa melihat susu mama seperti sebelumnya. Mungkin esok di kamar mandi ada kesempatan lagi.

Pantat mama sungguh indah. Aku merasa kali ini akan bertahan agak lama, meski hanya beberapa saat. Setelah beberapa menit, mama menatapku, mungkin heran akan durasi ini. “Gak terlalu cepat kayaknya kali ini.”

“Iya mah. Mungkin sebentar lagi.”

“Yah, mungkin ini bisa membantu. Mama gak bisa gini semalaman,” katanya tegas.

Kemudian mama melakukan sesuatu yang menakjubkan. Tangannya yang bebas meraih pantat lalu menurunkan cdnya hingga pantatnya terlihat. Mama bahkan menggoyangkan pantat seolah menggodaku.

Aku kembali meremas dan mengelus pantat mama, yang tanpa cd kali ini. Aku menyentuh sedikit daging diantara bongkahan pantatnya.

“Yusup mau keluar...”

Mama meraih gelas dengan tangannya yang bebas lalu memposisikannya. Aku lantas mengelus batas antara anus dan memek mama dengan kedua jari. Mama menggoyangkan pantat mungkin akibat aku menyetuh titik sensitif namun tak protes.

“Oh... oh....” suaraku saat pejuku menyembur memenuhi gelas. Memastikan agar seluruh pejuku tertampung di gelas.

Aku lantas membelai pantat mama saat mama berdiri. “Sana bersihin dulu, mama mau nyatet dulu.” Mama lantas melangkah keluar kamarku. Mataku melihat pantatnya, cdnya masih menggantung agak bawah dari pantatnya. Aku ingin menjilati pantat itu. Lalu mama menghilang dari pandanganku.

Kubersihkan diri, memakai baju. Kukerjakan tugas – tugas kuliah. Kudengar mama beraktifitas di taman. Padahal sudah senja.

***

Sekitar jam sepuluh malam, mama kembali mengetuk pintu kamarku lantas masuk.

“Mama ingin tidur lebih cepat. Kita lakukan sesinya sekarang aja.”

“Iya mah,” aku berbalik dari monitor tempatku mengerjakan tugas.

Kurasa mama bakal keluar menungguku melepas pakaian. “Buka aja pakaianmu sekarang. Gak usah malu.”

Kontolku yang lemas kembali bangun. Kulepas kaosku dan mulai melepas sleting celana jinku. Mama melepas pakaian dan mulai melepas roknya. Mama meletakan pakaian di sudut ranjang. Aku mengikutinya.

Aku berdiri hanya tinggal memakai boxer. Kontolku terlihat sudah bangung. Mama pun berdiri hanya bercd dan bh. Kutarik boxerku turun hingga nampak kontolku. Mama melihat kontolku namun tak berkata. Aku mulai memakai otakku. Mama seperti ingin melihat pantatku saat di kamar mandi tadi. Jadi sebelum naik ke kasur, aku berbalik hingga mama bisa melihatku telanjang dari belakang. Aku berjalan ke jendela dan menutup tirai. Namun tetap ada celah sedikit ditengahnya.

“Cuma ngecek mah biar gak ada yang liat,” kataku seolah berusaha membantu.

Kuyakinkan diri agar mama dapat melihat pantat dan punggungku. Kemudian aku mundur dan menunduk seperti mau meraih sesuatu di lantai, membuat pantatku makin terlihat oleh mama.

Aku lantas berdiri, berbalik lalu berbaring di kasur. Sedari mama masuk kuhindari kontak mama, tapi setelah berbaring kulihat wajah mama. Sepertinya mama terlihat agak merah.

“Mama senang kamu cermat,” katanya sambil tesenyum, suaranya seperti disusun. “Mama tahu semua ini murni medis, namun tetap, kita mesti hati – hati. Agar tiada tetangga tahu. Kamu sendiri tahu, tetangga masa kini, kebanyakan tetangga masa gitu.”

“Iya mah. Yusup ngerti.”

Melihat mama santai dan senang dengan aksiku membuatku ingat akan ideku soal sedikit melangkah per sesi.

Seperti biasa, mama berdiri di sampingku. Saat mama membungkuk, aku mulai bicara, “mah... kalau boleh, agar yusup cepet keluar, karena sebelumnya lama, mungkin mama lepas dulu bh mama, agar..”

Suasana langsung hening, meski tidak bersuasanaseger. Mama seperti merenungkan apa yang kukata, lalu menatap ke arahku. Tampak serius, mama lalu bicara, “Mama setuju, sebelumnya kamu terlalu lama keluar. Mama gak ingin lama – lama. Lagian di kamar mandi kamu udah liat susu mama, jadi gak masalah kalau liat lagi saat kita di kamar.”

Kata – kata mama bagaikan nyanyian Sinatra. Mengalun merdu di telingaku, membuat kontolku merespon. Namun kuputuskan untuk tiada berkata. Sanggupkah aku lebih jauh?

“Makasih mah. Udah membantu. Boleh gak Yusup pegang juga, seperti pada pantat mama? Biar makin cepat keluarnya.”

Masih dengan wajah serius, mama bersuara normal, “oke, tapi sentuhan ringan saja.”

Mama melepas bhnya. Aku tak sabar melihat dan menyentuh susu mama. Kontolku langsung bereaski saat mataku melihat susu mama.

“Mama bisa liat hasilnya langsung,” kata mama sambil menatap kontolku.

“Susu mama bener – bener indah,” aku berusaha terdengar menghargai. “Semoga mama gak keberatan Yusup bilang gitu.”

“Makasih sayang. Mama gak keberatan kok. Dulu papamu juga suka,” nada mama masih terdengar normal.

Mama memposisikan susunya hingga hanya sejengkal dari wajahku. Belum pernah sedekat ini aku melihat susu mama. “Kamu boleh menyentuh dan meremasnya pelan. Agar cepet keluar.”

Aku mulai mengelus susu mama yang menjuntai. Jempolku mengelus pentilnya. Kumainkan pentil mama dengan jempol dan telunjukku. Kupilin pelan hingga berubah jadi agak keras. Kontolku jadi makin berkedut.

“Udah cukup nak,” kata mama setelah beberapa saat, mungkin tangannya merasakan kontolku. “Biar mama keluarin sampelnya sekarang.

Aku melepas genggaman tangan dari susu mama. Meski aku sangat ingin mengisapnya tapi lebih baik aku sabar menanti. Mama mendekatkan pantat kepadaku, lalu menggoyangkannya. Kurasa kini mama tau betapa aku sangat menyukai pantatnya. Gerakan pantat mama sungguh seksi, hampir menyentuh tanganku, membuatku menduga jangan – jangan mama juga menikmatinya.

Mama membungkuk membuat susunya berada di atas perutku. Tangan kanannya kembali mengocok kontol. Kemudian tanpa kuminta, tangan kirinya kembali menarik cd hingga melorot, seperti sesi sebelumnya. Mungkin mama mengira aku akan cepat keluar, karena setelah itu mama langsung menyiapkan gelas dengan tangan kirinya. Kontolku diarahkan ke gelas sambil terus dikocok.

Mama benar. Melihat susu mama begitu dekat dan pantat mama menggeliat seksi membuat aku tak tahan. Beberapa detik kemudian aku keluar menyemprotkan peju ke dalam gelas.

“Bagus nak. Hasilnya bagus,” suara mama terdengar puas sambil menyeka sisa peju pada kontol dengan jemarinya. Mama lantas berdiri dan menerawang gelas. Susunya benar – benar seksi.

Aku hanya bisa menelan ludah melihat tingkah laku mama.

“Udah waktunya mama tidur,” kata mama sambil tersenyum, “sehabis mencatat sesi ini.” Mama lalu membungkuk dan mencium pipiku. Susunya menyentuh susuku. “Selamat tidur nak. Siap – siap untuk sesi esok pagi.”

“Malam juga mah. Makasih atas bantuannya.” aku berusaha agar terdengar bersyukur.

Saat mama melangkah keluar, aku memperhatikan pantat dengan cd melorotnya. Sepertinya mama tak keberatan aku melihat, terbukti mama sedikit menggoyangkan pantatnya.

Testisku tak lagi sakit setelah keluar tiga kali hari ini. Aku puas.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar