Tampilkan postingan dengan label Mama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mama. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 Juni 2025

MERTUA, MENANTU DAN ISTRI PART 1

Sebenarnya aku mendatangi kota kecil di Jateng ini dalam rangka tugas. Untuk mengaudit dan memberikan pengarahan pengarahan pada cabang perusahaan tempatku bekerja. Karena perusahaan di pusat mengeluarkan banyak kebijaksanaan baru, sesuai dengan perkembangan zaman. Kebetulan ibu mertuaku tinggal di kota ini, sehingga sore itu aku langsung menuju rumah mertuaku. Sekalian mau memberikan oleh oleh dari Vina, istriku.

Setibanya di rumah ibu mertuaku yang senantiasa kupanggil Mami itu, aku langsung masuk lewat pintu depan yang kebetulan tidak dikunci.

Mami tampak sedang menyetrika di ruang tengah. Langsung kukagetin, “ Mamiiii … ! ”

Mami terperanjat. Dan memandang ke arahku, terkejut lagi setelah tau siapa yang baru datang ini.

“ Ramooon … ! “ Mami menyimpan setrikaan di alasnya. Lalu merangkulku, “ Sama Vina ? “ tanyanya.

“ Nggak Mam. Aku ke sini dalam rangka tugas di cabang perusahaan yang ada di kota ini. Jadi selama seminggu aku mau tinggal di sini. Boleh kan Mami ? “ tanyaku setelah mencium tangan Mami, dilanjutkan dengan cipika cipiki.

“ Tentu aja boleh. Jangankan seminggu, mau sebulan atau setahun juga boleh, “ sahut Mami sambil menyeka keringatnya yang membasahi dahinya. Mungkin karena habis memegang setrikaan, jadi membuat badan Mami ikut kepanasan.

Kantong plastik besar berisi oleh oleh dari Vina pun kuberikan. “ Ini oleh oleh dari Vina Mam, “ ucapku.

“ Waduh, bawa oleh oleh segala segini banyaknya, “ ucap Mami sambil memperhatikan isi kantong plastik besar itu. Setahuku isi kantong plastik itu makanan semua. Oleh oleh khas dari kota tempatku bermukim sekarang.

Kemudian Mami membawa kantong plastik itu dan memindahkan isinya ke kulkas. “ Biar awet, “ gumamnya.

Lalu Mami duduk di sofa yang sedang kududuki, disebelah kiriku.

“ Ramon … apa masih penasaran sama mami ? “ tanya Mami sambil menepuk lututku.

Aku kaget mendengar pertanyaan itu. Karena aku masih ingat benar kejadian yang satu itu, ketika Vina sudah tertidur nyenyak, aku menghampiri Mami. Aku memang penasaran melihat ibu mertuaku yang bertubuh tinggi semampai dan berkulit putih bersih itu. Sehingga aku jadi nekad. Menghampiri Mami yang sedang berada di dapur, lalu merangkul Mami dari belakang sambil berkata, “ Aku penasaran sama Mami. “

Aku masih ingat benar semuanya itu. Betapa Mami terkejut dan mendorong dadaku begitu kuatnya, sehingga aku terjengkang ke belakang, bagian belakang kepalaku membentur tumpukan piring kotor. Lumayan sakit.

Mimi tampak kaget juga melihat kecelakaan yang mungkin tidak diinginkannya. Tapi Mami masih sempat bilang pelan pelan, “ Kalau ketahuan Vina, bisa hancur rumah tanggamu. “

“ Iya Mami, maafkan aku ya Mam, “ sahutku sambil memegang belakang kepalaku yang masih terasa sakit.

Untungnya Vina tidak terbangun. Karena seperti biasa, kalau sudah tidur nyenyak begitu, Vina sangat sulit dibangunkan. Padahal di dapur rumah ibunya telah terjadi sesuatu.

Sejak saat itu aku tak berani lagi mengganggu mami mertuaku. Bahkan sudah hampir setahun aku tidak mau bertamu lagi ke rumahnya. Takut didorong sekuat tenaga lagi.

Dan kini, setelah begitu lama aku tidak mengunjungi rumah Mami, malah Mami bertanya apakah aku masih penasaran padanya ?

Maka seenaknya saja aku menjawabnya, “ Takut dismackdown sampai kepalaku sakit lagi. “

“ Sebenarnya itu gak disengaja sama mami, “ ucap Mami sambil mengusap usap kepalaku, “ Cuma saat itu Ramon pas lagi lengah. Maafin mami untuk kejadian setahun yang lalu itu ya. “

Tiba tiba Mami bangkit dan bergegas membuka pintu depan. Ternyata ada gerobak tukang mie goreng lewat.

“ Mie gorengnya dua ya. Jangan pedes pedes, “ kata Mami pada tukang mie goreng.

“ Baik Bu, “ sahut tukang mie goreng itu.

Lalu Mami masuk ke dalam rumah, mengambil 2 buah piring dan diserahkan kepada tukang mie goreng itu.

“ Mie gorengnya enak lho. Pakai ayam kampung, “ kata Mami sambil duduk lagi di samping kiriku.

Beberapa saat kemudian, aku dan Mami sudah duduk di depan meja makan, untuk menyantap mie goreng gerobak dorong itu.

“ Memang enak mie gorengnya Mam. “

“ Iya. Makanya mami sering beli. Pelanggannya banyak di sekitar sini. Ohya, Ramon mau dibikinin kopi ? “ tanya Mami.

“ Gak usah Mami. Nanti malah gak bisa tidur. “

“ Ohya … nanti Ramon tidurnya di kamar yang biasa dipake oleh Ramon dan Vina itu ya. “

“ Iya Mami. Tapi kalau minta ditemenin sama Mami tidurnya bisa ? “

“ Wah … berarti Ramon masih penasaran sama mami ya ? “

“ Heheheee … emangnya kalau aku masih penasaran, Mami takkan membanting aku lagi ? “

Mami yang duduk di kursi yang berdampingan dengan kursiku, malah mencubit perutku. “ Waktu itu mami kan kaget. Takut juga ketahuan sama Vina. Makanya spontan saja mami dorong Ramon sekuat tenaga. “

“ Sekarang kan gak ada Vina Mam, “ cetusku sambil menyeka mulutku dengan kertas tissue, setelah mie gorengnya kuhabiskan, “ Jadi … mau kan Mami menemaniku tidur ? “

“ Sebagai permintaan maaf mami, atas ketidak sengajaan mendorong Ramon dahulu, boleh deh mami temani Ramon tidur. Tapi jangan sampai Vina tahu ya. “

“ Tentu aja akan kurahasiakan Mam. “

“ Sebenarnya mami juga inget terus sama Ramon sejak kejadian di dapur itu. Dan mengharapkan Ramon datang. Tapi gak datang datang, sehingga mami pikir Ramon pasti merajuk akibat jatuh di dapur itu gara gara mami. “

“ Sekarang kan aku sudah datang. Peristiwa di dapur itu sudah kulupakan. Aku tetap sayang sama Mami. Tapi belakangan ini aku dan Vina sama sama sibuk. Sehingga gak bisa datang ke sini, “ sahutku sambil memberanikan diri merayapkan tanganku ke paha Mami yang tersembul lewat belahan dasternya.

Aku siap untuk dimarahi Mami, karena aku sedang meraba raba dan sedikit meremas paha mertuaku. Tapi ternyata tidak. Mami malah menyandarkan kepalanya di bahuku, dengan elahan napas berat. Aku pun memberanikan diri untuk melingkarkan lenganku di pinggang Mami.

Mami diam saja. Bahkan berkata dengan suara agak bergetar, “ Kalau mami nemenin Ramon tidur, mami mau diapain aja nanti ? “

“ Apa pun yang akan kulakukan, harus ada izin Mami dulu. Aku takkan main paksa Mam. “

“ Kalau gitu mami mau bersih bersih dulu ya, “ kata Mami sambil berdiri, “ Gak enak badan penuh keringet gini. “

“ Kamar mandi di kamarku masih ada water heaternya Mam ? “ tanyaku.

“ Masih, “ sahut Mami, “ Mau mandi malam dulu ? “

“ Iya Mam. Biar badanku seger. Supaya nyenyak tidurnya nanti. “

“ Yakin bisa nyenyak tidurnya ? “ tanya Mami.

“ Yakin, karena dininabobokan sama Mamie tersayang. “

Tiba tiba Mamie membungkuk dan mencium bibirku yang masih duduk di kursi makan.

“ Terima kasih Mami. Ciuman Mami sangat berharga bagiku. “

Mami tersenyum manis. Lalu melangkah ke arah kamarnya seraya berkata, “ Mami mau bersih bersih dulu ya. “

“ Iya Mam, “ sahutku, “ Aku juga mau mandi dulu. “

Kemudian aku melangkah ke arah kamar yang biasa kupakai bersama Vina, sambil menyeret koper biru tuaku. Kukeluarkan dan kubawa alat alat mandiku, kemudian masuk ke dalam kamar mandi yang biasa kupakai bersama Vina.

Ternyata benar. Showernya masih bisa memancarkan air panas. Maka aku pun mandi sebersih mungkin. Supaya mengesankan Mami seandainya terjadi “sesuatu” nanti.

Setelah mandi kubelitkan handuk di badanku dan keluar dari kamar mandi. Kuambil dan kukenakan celana kolor htam dan baju kaus yang hitam juga.

Beberapa saat kemudian Mami muncul di kamarku. Dengan mengenakan kaus singlet wanita berwarna hitam dan celana pendek berwarna hitam juga.

“ Wah … bisa kompak begini ya, “ cetusku, “ Aku pakai yang serba hitam, Mami juga sama … serba hitam begitu. Berarti kita berjodoh Mam. “

“ Hush jodohmu Vina, “ sahut Mami.

Kutarik tangan Mami ke atas bed sambil bertanya, “ Tapi sekadar ingin memiliki Mami boleh kan ? “

“ Saling memiliki secara rahasia sih boleh. Asalkan jangan merusak rumah tanggamu dengan Vina, “ sahut Mami.

Aku perhatikan celana pendek Mami ketat, tapi bagian perutnya ada kerut kerut karetnya. Karena itu kuselundupkan tanganku ke balik celana pendek Mamie lewat bagian perutnya. Sampai menemukan bagian yang harus paling dirahasiakan, yang berambut jarang dan pendek pendek. Mami terdiam saja. Padahal aku sudah memegang permukaan kewanitaannya. Dan ketika jemariku mulai menyelinap ke celah basah dan hangat serta licinnya, barulah Mami berkata lirih, “ Ramon … itu yang kamu inginkan dari mami ya … “

“ Apa saja yang boleh kulakukan pada Mami sekarang ? “ tanyaku, sambil mencolek colek celah basah yang tak mengenakan celana dalam itu,

Mami menggeliat, mungkin karena sentuhan jari tanganku cukup telak untuk membuat suhu badannya menghangat.“ Mmm … apa pun boleh kamu lakukan. Tapi jangan menyakiti mami ya Ramon ... ooooh… Ramooon … “

Aku mengangguk sambil tersenyum. “ Tenang Mami, aku takkan menyakiti Mami. Malah ingin agar kita sama sama bahagia, “ ucapku sambil mendesakkan badan Mami agar celentang di atas bed.

Mami benar benar jadi penurut sekarang ini. Ketika aku menarik celana pendeknya, Mami diam saja. Dan aku yang sudah tahu sejak tadi bahwa Mami tidak mengenakan celana dalam di balik celana pendek hitam ini, menyaksikan indahnya bagian yang seharusnya paling dirahasiakan oleh ibu mertuaku ini. Ada rerumputan liar yang dibiarkan tumbuh di bagian atasnya, tapi dicukur bersih di kanan kirinya.

Tapi aku membiarkan kewanitaan Mami menghirup udara segar beberapa saat. Karena aku ingin menelungkup di atas perut dan dada Mami yang masih tertutupi kaus singlet hitam itu.

Ombak yang sedang berkejaran masih dalam suasana nyaman dan indah. Karena aku mendahulukan untuk mencium dan melumat bibir Mami. Pada saat itulah Mami merengkuh leherku ke dalam pelukan eratnya. Karena Mami ingin menyambut ciuman dan lumatanku dengan mesranya. Diiringi dengan pelukan hangat pula.

Dalam saat seperti inilah aku berusaha untuk membenamkan senjata pusakaku ke dalam kewanitaan Mami. Tapi Mami tidak menyadarinya, karena sedang tenggelam dalam indahnya saling lumat bibir denganku.

Sampai pada suatu saat, ketika senjata pusakaku sudah membenam separohnya di gua surgawi Mami, barulah Mami menyadarinya, “ Ramon … oooh … ini sudah masuk ? “

“Sudah Mami sayangku … meski sudah basah, punya Mami luar biasa enaknya Mam, “ sahutku yang sudah mulai mengayun meriam kulitku di dalam lorong kenikmatan ibu mertuaku.

“ Duuuh … mami merasa seperti muda lagi Ramon … mami tidak tau lagi harus ngomong apa … yang jelas Ramon telah memiliki mami sekarang ini, “ cetus Mami ketika genjotanku mulai digencarkan.

“ Mami memang masih muda, kan Mamin baru empatpuluhlima tahun. Berarti masih muda. Makanya punya Mami masih sangat enak Mam, “ sahutku tanpa menhentikan genjotanku.

“ Gak tau juga. Tapi sekarang ini mami sedang merasakan sangat bahagia Ramon. “

“ Aku juga bahagia bisa memiliki Mami seperti sekarang ini. Bahkan mungkin aku bakal ketagihan nanti. “

“ Sama … mami juga takut jadi ketagihan nanti. Kalau Ramon terlalu lama gak nengok mami ke sini, bisa bisa mami nangis nelangsa nanti Ramon. “

“ Hmmm … mulai saat ini aku akan merasa sayaaang sekali sama Mami … “

“ Mami juga sayang sama Ramon. Tapi janji ya, setelah tugasmu selesai di kota ini, Ramon bakal sering nengokin mami ke sini. “

“ Kalau tidak ada kesibukan, aku akan usahakan nengokin Mami ke sini. Kalau perlu aku akan bohong sama Vina. Bilangnya mau ke mana, padahal ke sini. Untuk melepaskan rasa rinduku sama Mami. “

Tak lama kemudian Mami terasa mengejang tegang, dengan napas tertahan. Lalu Mami terkulai lemas. Pasti Mami sudah orgasme lagi, untuk kedua kalinya. Tanpa rintihan histeris, tanpa melontarkan kata kata ngaco dari mulutnya.

Aku pun ingin mengejar ketertinggalanku. Dengan menambah kecepatan genjotanku. Sampai akhirnya senjata pusakaku kubenamkan sedalam mungkin. Sambil menembakkan pejuhku berkali kali di dalam liang kenikmatan Mami



Setelah si joni tercabut dari kewanitaan Mami, aku mendapatkan hadiah ciuman mesra Mami di bibirku.

“ Terima kasih Ramon ya … “ bisik Mami setelah ciumannya lepas.

“ Kuucapkan terima kasih juga buat Mami, karena aku sudah dikasih kesempatan untuk memiliki sekujur tubuh Mami yang sangat mengesankan ini, “ sahutku.

“ Tapi ingat ya, jangan sampai Vina mencium gelagat kita berdua. Karena mami udah bisa ngebayangin seandainya dia tahu, wah, pasti ngamuk. “

“ Iya Mami.Kalau ada Vina kita harus bersikap biasa biasa saja, sebagaimana lazimnya mertua dengan menantu. “

Aku puas sekali dengan apa yang telah kulakukan pada Mami.

Betapa tidak. Kalau diamati benar, bentuk tubuh dan wajah Mami, sejujurnya harus kuakui. Bahwa Mami lebih cantik daripada anaknya, Vina. Apalagi kalau Mami sudah berdandan, tampak anggun luwes dan wajahnya itu punya daya pesona yang luar biasa di hatiku.

Bahkan ketika aku mau meninggalkan kota kecil di Jateng itu, Mami seolah ingin menguras spermaku. Dengan memintaku untuk menggaulinya lagi dan lagi dan lagi. Laksana ingin melakukan ritual menjelang perpisahan denganku.

Dan aku sangat terkesan oleh perilaku Mami yang sangat lincah itu demi kepuasaan dan kebahagiaanku.

Waktu aku mau meninggalkan rumah Mami, kami saling berpelukan dengan eratnya. Mami bahkan sampai mencucurkan air mata saking beratnya melepaskan kepergianku.

Begitulah Mami dengan segala kelebihannya yang sangat mengesankan di hatiku.

Sedangkan Vina … putri Mami yang sudah 5 tahun menjadi istriku, entah apa yang harus kukatakan. Yang jelas aku menikahi Vina atas dasar dijodohkan oleh orang tuaku. Karena pada saat itu usiaku sudah 31 tahun. Tapi belum juga punya istri. Akhirnya kuturuti juga keinginan orang tuaku itu, menikahi Vina yang saat itu berusia 21 tahun.

Rumah tanggaku bersama Vina berjalan damai damai saja. Tapi sebenarnya aku tak pernah mencintainya. Untungnya aku selalu sabar, tidak pernah grasak grusuk tanpa alasan yang jelas. Karena itu rumah tanggaku bersama Vina selalu berjalan damai. Tapi Vina tidak tahu kalau aku mulai merasa jenuh dengan perkawinan yang damai tapi membosankan ini.

Bahkan kehidupan seksualku pun terasa jenuh. Sehingga pada suatu hari aku pernah mengusulkan kepada istriku, untuk mengundang orang ketiga dalam kehidupan seksual kami. Dengan kata lain aku ingin melihat Vina ditiduri oleh salah seorang teman atau anak buahku di kantor yang usianya rata rata masih sangat muda.

Usul itu untuk memanaskan kembali kehidupan seksualku dengan Vina, supaya baik Vina mau pun diriku mearasakan sensasinya. Tapi Vina senantiasa menolaknya. Takut rumahtangga kami jadi retak kelak, katanya.

Setelah tiba di rumahku, koper dan oleh oleh dari Mami untuk Vina, kutinggalkan di rumah. Mumpung masih agak pagi aku pun lalu ke kantor pusat perusahaan, di mana aku bekerja. Untuk melaporkan segala penunaian tugasku di kantor cabang yang berada di kota kecil di Jateng itu.

Begitu tiba di kantor, teman temanku pada menjabat tanganku sambil mengucapkan selamat. “ Selamat untuk apa ? “ tanyaku heran.

“ Lihat aja papan pengumuman di dalam, “ sahut salah seorang temanku.

Aku pun bergegas masuk ke dalam kantor. Dan melihat ada apa di papan pengumuman itu. Ternyata di papan pengumuman dicantumkan adanya mutasi para karyawan perusahaan ini. Antara lain diriku. Ya, aku diangkat menjadi Manager Marketing … ! Wow … ini jabatan yang banyak diimpikan oleh para karyawan yang levelnya sudah bukan pegawai rendahan lagi, seperti aku. Tadinya aku hanya menjabat sebagai asisten manager operasional. Sekarang dijadikan manager marketing. Jabatan yang paling basah tanpa harus korupsi juga.

Tentu saja aku melaporkan kenaikan jabatanku ini pada istriku sepulangnya dari kantor, “ Jabatanku sekarang adalah Manager Marketing. “

“ Wah keren dong, “ sahut Vina sambil mengecup pipiku, “ Berarti aku sudah boleh lepas KB ya ? “

“ Jangan dulu dilepas, “ larangku, “ kan aku akan menghadiahi seorang lelaki muda untuk menidurimu, seperti yang pernah kuusulkan berkali kali itu. Nanti kalau sudah puas wife sharing, barulah KBnya boleh dilepaskan. “

“ Emangnya sudah dipikirkan matang matang mengenai baik buruknya rencana gila itu ? “ tanya Vina.

“ Baiknya banyak. Antara lain, hubungan kita bakal lebih hangat, tidak membeku dalam kedinginan seperti sekarang ini. Buruknya tidak ada. Yang penting ikuti semua petunjuk dariku nanti. “

Sebenarnya tadi di kantor aku sudah berunding dengan seorang anak muda 19 tahunan, yang masih bekerja sebagai pegawai rendahan di bagian admin. Anak muda itu indo-belanda yang bernama Hansen. Aku sudah berunding dengan Hansen, bahwa kalau dia bersedia meniduri istriku, aku akan menariknya jadi staf manager marketing. Hansen sangat bersemangat kelihatannya. Terlebih lagi setelah dilihatin foto Vina dalam keadaan telanjang bulat.

Untuk memenuhi permintaanku, Hansen pun membuat selfi di dalam kamar mandi kantor. Selfi dalam keadaan telanjang bulat juga. “ Usahakan penismu tegang dulu sebelum selfi, “ kataku pada Hansen tadi. Itulah foto yang akan diperlihatkan kepada Vina di rumah.

Hansen baru berusia 19 tahun (5 tahun lebih muda daripada Vina), berwajah ganteng dan bertubuh tinggi kekar begitu, pasti Vina suka. Apalagi kalau melihat penisnya yang panjang gede sekali itu … pasti membuat Vina degdegan nanti.

Dan kini mumpung membahas masalah wife sharing itu, kuperlihatkan foto telanjang Hansen itu pada Vina. “ Ini foto anak muda yang akan nidurin kamu nanti, “ kataku.

“ Hiii … belalainya lebih gede dari belalai kuda ini sih, “ cetus istriku setelah memperhatikan foto telanjang Hansen itu dengan seksama.

“ Tapi kamu bakal puas deh, “ sahutku, “ Dia itu indo-belanda. Namanya Hansen. Dia baru berumur sembilanbelas tahun, masih seger segernya daun muda, “ sahutku.

“ Abang kenal dia di mana ? “

“ Dia anak buahku di kantor. Masih rendah kedudukannya, karena hanya punya ijazah SMA. Deal ? “ cetusku sambil menjulurkan tanganku.

“ Deal, “ sahut istriku, “ Tapi kalau terjadi hal hal negatif di kemudian hari, jangan salahkan aku ya. Karena semuanya itu keinginan Bang Ramon sendiri. “

“ Takkan ada yang negatif. Semua bakal positif. Aku ingin melihatmu merem melek waktu digenjot oleh Hansen yang belalainya panjang gede itu nanti. “

“ Abang mau nonton aku begituan sama si Hansen itu ? “

“ Aku akan memantaunya sebentar saja. Lalu aku akan meninggalkan kalian nanti. Biar kalian bebas melakukan apa saja, yang penting kamu harus puas sepuas puasnya Vin. “

“ Hihihihiii … kebayang dientot sama kontol indo-belanda yang masih sangat muda begitu. Mudah mudahan aja aku gak pingsan nanti. “

Lalu apa tujuanku dengan merencanakan semuanya itu ? Apakah aku ini seorang lelaki yang cuckold ? Tidak. Aku lelaki normal normal saja. Tapi aku tidak mencintai Vina. Bahkan sekarang cintaku hanya untuk Mami seorang saja.

Dan yang terpenting, kalau Vina sudah melakukan semua yang kurencanakan, aku tidak takut lagi kalau pun Vina memergoki aku sedang bersetubuh dengan mamienya kelak. Itulah tujuan utamaku. Bahkan mungkin aku akan meminta teman teman dekatku untuk melakukan hal yang sama, setelah acara dengan Hansen terlaksana.

“ Lantas kapan mau dilaksanakannya crazy plan itu Bang ? “ tanya Vina.

“ Besok. Kamu gak ngajar kan besok ? “

“ Gaklah, besok kan Sabtu, gak ngajar, “ sahut Vina. Profesi Vina adalah guru TK.

Vina tidak tahu bahwa aku sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk acara yang kata Vina “crazy plan” itu. Antara lain, kamar tamu yang akan dijadikan ruang bergumul Vina dengan Hansen itu jauh jauh hari sudah kupasangi 8 buah kamera mini yang tersembunyi, sudah dipasangi mikrofon mini juga. Lalu aku bisa memantau semua yang terjadi di kamar tamu itu dari kamarku sendiri. Ini bukan CCTV. Dan lebih berkualitas daripada CCTV biasa.

Rabu, 14 Mei 2025

Mamaku Buta

Namaku Wawan. Ketika kisah nyata ini mulai terjadi, umurku 20 tahun, tapi aku sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga aku bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan.

Sejak kecil aku menjadi tulang punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana - mana, tapi selalu gagal menemukannya.

Dengan sendirinya yang tinggal di rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya aku dan ibuku berdua.

Di satu pihak aku harus bersyukur, karena penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di pihak lain sejak kecil aku harus jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari uang sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.

Maka sejak masih di SMP aku berusaha nyari duit dengan segala cara yang halal. Waktu masih di SMP, aku jadi tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA aku berusaha nbyatut sana nyatut sini. Dan untungnya aku sering berhasil mendapatkan hasil dari usaha nyatut itu.

Setelah jadi mahasiswa pun aku sering bisnis kecil - kecilan. Cuma jadi calo, yang menghubungkan pihak penjual dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil bisnis kecil - kecilan itu aku bisa kuliah dengan membiayai sendiri.

Dalam kesibukan kuliahku sambil harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliahnya, aku tak punya waktu untuk memikirkan cewek. Mungkin di antara teman - teman kuliahku, hanya aku sendiri yang tidak punya cewek. Karena di samping sibuk mencari uang dan kuliah, aku pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui keadaan ibuku yang tunanetra itu. Karena itu aku bertekad harus jadi orang sukses dahulu, barulah kemudian mencari calon istri yang bisa menerima keadaanku apa adanya, terutama tentang masalah ibuku yang tidak bisa melihat itu.

Begitulah latar belakang kehidupanku yang berat memikulnya ini

Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu belum tua. Ketika aku berusia 20 tahun, usia Ibu baru 38 tahun. Karena Ibu menikah di usia 16 tahun. Di usia 17 tahun Ibu melahirkan Kak Wati, satu satunya kakakku. Dan di usia 18 tahun melahirkan aku

Ibu juga punya bentuk tubuh yang tinggi montok dan punya wajah yang cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata hitam, beliau tampak lebih cantik lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat, sehingga tidak bisa punya suami lagi, karena setiap hari beliau cuma tinggal di rumah, tak pernah ke mana - mana. Pernah juga aku bertanya apakah Ibu punya niat untuk kawin lagi ? Tapi Ibu malah menjawab begini, “Memang usia ibu belum tua. Tapi ibu tak mau kawin lagi. Takut ayah tirimu gak sayang sama kamu. Biarlah ibu hidup seperti sekar, gak mau punya suami lagi. Yang penting kamu harus jadi orang sukses ya Wan.

Memang aku sangat prihatin melihat keadaan ibuku itu.

Ketika aku sedang nonton televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berarti bahwa aku harus menerangkan apa yang sedang kutonton itu.

Terkadang Ibu suka menghidupkan televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sambil rebahan di sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel yang sedang menyiarkan FTV atau sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron yang “ditontonnya”, meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.

Pada suatu malam ...

Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena habis kerja lembur.

Seperti biasa, untguk membuka pintu depan kugunakan kunci cadangan yang selalu kubekal setiap bepergian. Supaya aku tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan yang terkunci.

Setelah masuk ke dalam rumah, kukuncikan kembali pintu depan, lalu masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya aku ingin langsung tidur. Tapi sayup - sayup kudengar suara rintihan ibuku. “Aaaaah .... aaaaaah ... aaaaaaaaa ... aaaaaah ... aaaaa ... aaaaaaah ... “

Kenapa Ibu merintih - rintih begitu ? Apakah Ibu sedang sakit ?

Maka setelah melepaskan sepatu, aku melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu kamar Ibu yang biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu ternyata pintu kamar ibuku terkunci. Sementara rintihan - rintihan ibuku masih terdengar, bahkan semakin jelas. “Aaaaa ... aaaaaaah .... aaaaa .... aaaaah ... aaaa ... aaaahhhhhh ... “

Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu merintih - rintih begitu ? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau ... nah, aku baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjingkat aku bisa melihat ke dalam kamar Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja aku memindahkan kursi makan ke dekat pintu kamar Ibu. Lalu aku berdiri di atas kursi itu sambil melihat ke dalam kamar ibuku.

Dan ... apa yang kulihat ?

Ternyata Ibu sedang telanjang bulat. Tangan kanannya sedang meremas - remas payudaranya, sementara tangan kirinya sedang mengelus - elus memeknya yang berjembut lebat itu.

Sebenarnya aku sudah sering melihat Ibu telanjang. Tapi biasanya aku suka memalingkan muka, karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini aku memandangnya dengan mata nyaris tak berkedip.

Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk - masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sambil berdesah - desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam celah kewanitaannya Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk - masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sambil berdesah - desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam celah kewanitaannya

“Aaaaaaa .... aaaaahhhh ... aaaaa .... aaaaahhhhh .... aaaaa ... aaaaaahhhh .... aaaaa .... aaaaaah ... aaaaaa .... aaaaaahhhhhh .... “


Dan ... diam - diam tongkat kejantananku jadi tegang ... tegang sekali ... !

Dan aku tak kuat lagi menyaksikan kejadian selanjutnya. Lalu aku turun dari kursi dan memindahkannya ke tempat semula

Kemudian aku merebahkan diri di atas ranjang, sambil membayangkan lagi apa yang barusan kusaksikan itu.

Kenapa penisku jadi ngaceng begini ? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu yang telanjang sambil bermasturbasi itu ?

Entahlah.

Yang jelas dalam tidurku di hari yang sudah pagi itu, aku bermimpi tentang sesuatu yang tidak pernah kualami sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.

Mimpi gila memang. Tapi ketika aku terbangun, celanaku basah ... !

Gara - gara mimpi gila itu spermaku meletus di balik celana dalamku ... !

Tapi kenapa aku harus mengalami mimpi segila itu ? Kenapa pula di dalam mimpi itu aku merasakan liang memek Ibu sedemikian enaknya sehingga aku sampai ngecrot dan celana dalamku basah.

Apakah di dalam kenyataan memang seperti itu ? Bahwa memek ibuku itu enak sekali sehingga membuat penisku ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku ?

Entahlah. Yang jelas setelah bangun, aku langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan shampoo.

Hari itu aku memang libur. Biasa, kalau sudah kerja lembur, aku dikasih libur keesokan harinya.

Setelah menyisir rambut, aku pergi ke warung nasi yang tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus. Untukku dan untuk Ibu. Lalu kuajak Ibu makan bersama.

Pada waktu makan itulah aku mulai mengorek pengakuan Ibu.

“Bu ... aku mau bertanya, tapi kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya. “

“Mau nanya apa Wan ?”

“Ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki kan ?

”Ibu terdiam sesaat. Lalu menjawab pertanyaanku,

“Ibu kan belum tua - tua amat Wan.

Tentu saja ibu masih membutuhkan sentuhan lelaki.

Tapi ibu nggak mau kawin lagi, karena takut tidak sayang sama kamu dan Wati. “

Aku yang sudah selesai makan, lalu berdiri dan melangkah ke belakang kursi yang sedang diduduki oleh ibuku. Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak mengenakan beha, sehingga aku bisa langsung menggenggam kedua payudara montoknya dengan sepasang tanganku yang sudah berada di balik dasternya. Sambil berkata, “Kalau Ibu gak mau kawin lagi, aku mau kok menggauli Ibu.

“Ibu tersentak, “Haaa ?! Kamu kan anak ibu Wan ... !“

“Iya ... tapi daripada Ibu terus - terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol yang asli Bu ... lagian di rumah ini kan hanya ada kita berdua, “ sahutku sambil mengelus kedua puting payudara ibuku dengan kedua tanganku yang sudah berada di balik dasternya.

Ibu terdiam sejenak. Lalu memegang kedua pergelangan tanganku sambil bertanya, “Memangnya kamu bisa nafsu sama ibu ?”

“Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi aku melihat Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau ganggu Ibu yang kelihatannya sedang asyik gitu. Makanya aku langsung tidur aja. Eee ... aku malah bermimpi menyetubuhi Ibu.

Sampai basah celanaku Bu. “

“Masa ?! Berarti kamu nafsu melihat ibu sedang telanjang sambil masturbasi tadi ?”

“Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya. Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap melihat Ibu telanjang, aku suka memalingkan muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh ... malah sampai terbawa - bawa mimpi Bu. “

“Terus maumu sekarang bagaimana ?”

“Pokoknya aku siap untuk menyetubuhi Ibu, supaya Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama - lama bisa gila lho Bu, “ sahutku dengan “dalil” mengada - ada. Padahal aku belum pernah mendengar atau pun membaca kalau keseringan masturbasi itu bisa gila.

Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh oleh ucapanku. “Kalau ibu nanti hamil gimana ?” “Gak apa - apa. Hamil ya hamil aja. Aku mampu kok ngurus anaknya kalau sudah lahir kelak. “

“Tapi apa kata tetangga nanti ? Ibu kan gak punyha suami, lalu hamil dan melahirkan ... lalu anaknya menangis ... suaranya terdengar ke mana - mana ... jangan Wan ah ... jangan sampai ibu hamil. Beli kondom aja dulu gih ... atau beli pil anti hamil. Mungkin di apotek atau toko obat juga ada. “

“Iya Bu. Sekarang juga aku mau nyari sampai dapet, “ sahutku sambil bergegas menuju gudang di sebelah. Di situlah kuletakkan motorku yang jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus antar jemput karyawan.

Beberapa saat kemudian motor bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku yang letaknya agak jauh dari rumahku.

Kebetulan pil anti hamil itu tidak sulit mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan harga yang lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian aku pulang lagi ke rumah.

Begitu tiba di rumah, aku langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ.

O, ternyata sedang di kamar mandi, karena aku mendengar bunyi air dituangkan ke lantai. Maka kubuka pintu kamar mandi yang tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut kalau jatuh di dalam kamar mandi). Ternyata Ibu sedang telanjang bulat di dalam kamar mandi.

“Habis makan kok mandi Bu ?

Bagusnya kalau mau mandi sebelum makan tadi, “ kataku sambil masuk ke dalam kamar mandi.

“Siapa yang mandi ?” tanya Ibu sambil memutar badannya jadi menghadap padaku, “ibu abis nyukur jembut ibu Wan ... tuh lihat ... memek ibu jadi bersih sekarang kan ?”

“Hihihihiii ... iyaaa ... tadi subuh masih gondrong. Sekarang udah dibotakin.

Pake apa nyukurnya Bu ?” “Pake silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu ketek. “

“Duuuh ... kalau bersih gini pasti enak jilatinnya Bu, “ kataku sambil mengusap - usap kemaluan ibuku yang putih bersih dan lumayan tembem itu.

“Memangnya kamu mau jilatin memek ibu ?” tanyanya. “Mau kalau sudah bersih gitu sih, “ sahutku sambil membeberkan handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.

 

Maafkan Aku Mama

Entah bagaimana memulainya, tapi aku sangat ingin bercerita. Sebuah kisah tentang skandal yang menggelora di hati, namun harus aku sunyikan di bibir. Ini terlalu tabu dan memalukan, namun sangat mengganjal di hati.

Ini dimulai 10 tahun yang lalu, saat diriku masih 17 tahun. Suatu siang, aku pulang dari sekolah. Sama seperti biasanya, aku hanya ingin mengganti bajuku, lalu pergi bermain di rumah teman karibku, Teguh. Dengan motor pabrikan Jepang dengan logo “S” yang tengah booming waktu itu, aku memasuki halaman rumah. Si Ayam Jago aku parkir di bawah pohon mangga yang rindang. Sempat aku lihat sebentar, semoga lampu dan speedometer tidak lepas setelah ku modif “stang patah” kemarin.

“Aman,” ucapku dengan senyum.

Aku memasuki rumah dengan salam yang menyertai, tapi tidak ada yang menjawab. Kemana ibu? Kenapa pintu depan terbuka kalau ibu pergi? Apa ketiduran?

Dalam benak, aku bertanya-tanya. Namun setelah mencapai ruang tengah, aku mendengar suara tv yang menyala.

“Ibu ketiduran,” kataku dalam hati.

Saat aku berjalan mendekat, alangkah terkejutnya hati ini. Ibu tidur terlentang dengan daster tersingkap hingga perutnya. Terlihat jelas oleh mataku kulit putih yang membalut tubuhnya yang montok itu. Mungkin karena rutin meminum jamu atau kebiasaan senamnya dengan ibu-ibu PKK, tubuhnya masih sangat seksi. Payudaranya yang besar merosot kesamping karena kelebihan beban atau mungkin karena bra yang menopangnya tidak ia kenakan.

Seketika hatiku berdebar tak karuan. Seorang perjaka dihadapkan pemandangan seperti ini? Tentu saja sangat mustahil tidak bereaksi, bahkan jika itu ibuku. Aku dapat merasakan bagian bawahku menegang. Meski ia adalah ibuku, tepat saja, godaannya sama seperti wanita lainnya.

Aku tahu ini adalah kesempatan langka, tapi akal sehat masih mengakar di benakku. Aku meninggalkan ibuku dan pergi ke kamarku. Berganti pakaian dan melupakan makan siangku. Aku memacu kencang si Ayam Jago, berharap bisa melupakan apa yang kulihat barusan. Sialnya, penisku tetap tegang.

“Sial!”

Waktu berlalu, aku kembali memacu si Ayam Jago di jalanan. Matahari yang sudah hampir hilang di ufuk barat membuatku mau tidak mau kembali ke rumah. Sengaja ku pacu motorku lambat, berharap kejadian tadi siang bisa kulupakan dengan tuntas. Tentu saja itu tidak berhasil. Waktu yang terlewati lebih cepat mengalir daripada pudarnya ingatanku dan aku telah sampai di rumahku dengan birahi yang tersisa dari ingatan tentang tadi siang.

Suasana masih sunyi, tidak ada suara tv seperti tadi siang. Sayup-sayup aku bisa mendengar suara wajan yang bertabrakan dengan spatula. Itu jelas ibu yang sedang memasak di dapur.

Aku segera menuju kamar untuk melepas celana jean dan jaket yang ku pakai. Dengan kolor dan kaos oblong, aku menuju dapur. Benar ibu sedang memasak. Tidak lagi dengan dasternya, tapi kaos ketat dan legging yang sama ketatnya. Aku segera menuju kamar untuk melepas celana jean dan jaket yang ku pakai. Dengan kolor dan kaos oblong, aku menuju dapur. Benar ibu sedang memasak. Tidak lagi dengan dasternya, tapi kaos ketat dan legging yang sama ketatnya.


Riyan?” Kata ibu memastikan siapa orang di belakangnya.

“Iya, Bu.”

“Tadi siang kamu nggak makan?” Ibu bertanya sambil membalik badannya.

Aku bisa melihat kaosnya basah di bagian dada dan ketiaknya. Entah karena kejadian tadi siang atau bagaimana, aku merasa ibuku jadi lebih seksi dan menggoda sekarang.

“Riyan! Ditanyain kok malah bengong.”

“Tadi ada kerja kelompok, jadi buru-buru, nggak sempet buat makan siang. Tapi tadi udah makan sama temen-temen.” Jawabku sekenanya. Sial ada apa denganku?

Aku beranjak dari dapur menuju kamar mandi. Penisku kembali tegang setelah melihat ibu tadi. Tanpa pikir panjang lagi aku melepas birahi bersama tanganku sebelum mandi.

Hari Minggu, seperti biasa aku bangun terlambat saat libur. Semalam suntuk bersenda gurau di pos ronda bersama teman-temanku dan pulang ketika jam menunjukkan pukul 2 dini hari. 2 hari telah terlewati sejak kejadian itu, tapi pikiran kotor tentang ibuku malah kian menumpuk di kepalaku. Aku bertanyatanya, apa yang harus kulakukan?

Kakiku terus menuntunku menuju kamar mandi. Kantung kemihku sudah meronta ingin dikosongkan. Penisku masih dalam keadaan morning Wood, terasa mengganjal dan sedikit sakit. Pikiranku masih setengah sadar dan mataku masih menatap dengan buram, tentu saja sekarang aku sangat tidak fokus. Namu karena aku sudah hafal setiap sudut rumah ini, keadaanku sekarang bukan lah masalah besar. Aku tetap sampai di depan kamar mandi.

Ketika aku membuka pintu kamar mandi, pandanganku pulih sepenuhnya. Di hadapanku sekarang, sepasang payudara bergantung indah dengan ukurannya yang besar, rambut halus tumbuh dengan rapi di bawah pusarnya dan itu semua dibalut oleh kulit putih bersih yang bercahaya di bawah lampu kamar mandi.

Aku tahu, tidak mungkin lagi birahiku dibendung lagi sekarang. Pikiranku yang masih buram menganggap ini adalah mimpi dan tanpa sadar, aku menyerang wanita di hadapanku ini.

Dia memberikan perlawanan yang kuat, namun sekuat apapun perlawanannya tidak mampu mengalahkan gejolak hasrat yang sudah dibendung selama beberapa hari. Penisku yang tegang sedari tadi berhasil masuk dengan paksa.

Ahhh….. kehangatan menyelimuti seluruh tubuhku. Rasa nikmat yang takpernah aku bayang kini menerpa diriku. Rasanya setiap otot dan sendi di tubuhku melemah, dan sulit digerakan. Perlawanan yang sebelumnya sangat kuat di lakukan, sekarang sudah mengendur, digantikan suara isak tangis yang dibarengi cengkraman kuat pada lenganku.

“Brengsek kamu, Riyan!”

“Anak kurang ajar kamu!”

“Durhaka kamu!”

Caci maki itu menyadarkanku dari rasa nikmat yang menghanyutkan aku. Mataku memandang siapa yang sedang kumasuki vaginanya dengan penisku. Itu adalah…..

Ibuku!

“Maaf, Bu, Riyan kalah sama nafsu Riyan.” Ucapku

Seperti kata orang, lain dikata lain yang diperbuat. Bibirku memang berkata demikian, tapi pinggulku terus berusaha merangsek lebih dalam lagi ke dalam vagina ibuku.

Cacian dan makian terus terlontar dari bibir ibuku, tapi aku tidak peduli. Rasa nikmat ini lebih besar dari rasa bersalah yang seharusnya aku rasakan. Penisku yang telah amblas sepenuhnya mulai ku gerakan perlahan. Vagina ibuku begitu kuat menjepit penisku. Sangat kuat sampai aku tidak bisa menahan kenikmatan dari persetubuhan pertamaku ini. Dan dalam satu dorongan kuat, tumpahkan segala nafsu yang mengganggu beberapa hari ini. Rasa puas akan kenikmatan menyelimuti seluruh tubuh.

Di sisi lain, ibuku membulatkan matanya, tidak percaya putranya telah menyemburkan spermanya ke rahimnya. Lebih gawat lagi ini adalah masa ovulasinya.