Rabu, 14 Mei 2025

Maafkan Aku Mama

Entah bagaimana memulainya, tapi aku sangat ingin bercerita. Sebuah kisah tentang skandal yang menggelora di hati, namun harus aku sunyikan di bibir. Ini terlalu tabu dan memalukan, namun sangat mengganjal di hati.

Ini dimulai 10 tahun yang lalu, saat diriku masih 17 tahun. Suatu siang, aku pulang dari sekolah. Sama seperti biasanya, aku hanya ingin mengganti bajuku, lalu pergi bermain di rumah teman karibku, Teguh. Dengan motor pabrikan Jepang dengan logo “S” yang tengah booming waktu itu, aku memasuki halaman rumah. Si Ayam Jago aku parkir di bawah pohon mangga yang rindang. Sempat aku lihat sebentar, semoga lampu dan speedometer tidak lepas setelah ku modif “stang patah” kemarin.

“Aman,” ucapku dengan senyum.

Aku memasuki rumah dengan salam yang menyertai, tapi tidak ada yang menjawab. Kemana ibu? Kenapa pintu depan terbuka kalau ibu pergi? Apa ketiduran?

Dalam benak, aku bertanya-tanya. Namun setelah mencapai ruang tengah, aku mendengar suara tv yang menyala.

“Ibu ketiduran,” kataku dalam hati.

Saat aku berjalan mendekat, alangkah terkejutnya hati ini. Ibu tidur terlentang dengan daster tersingkap hingga perutnya. Terlihat jelas oleh mataku kulit putih yang membalut tubuhnya yang montok itu. Mungkin karena rutin meminum jamu atau kebiasaan senamnya dengan ibu-ibu PKK, tubuhnya masih sangat seksi. Payudaranya yang besar merosot kesamping karena kelebihan beban atau mungkin karena bra yang menopangnya tidak ia kenakan.

Seketika hatiku berdebar tak karuan. Seorang perjaka dihadapkan pemandangan seperti ini? Tentu saja sangat mustahil tidak bereaksi, bahkan jika itu ibuku. Aku dapat merasakan bagian bawahku menegang. Meski ia adalah ibuku, tepat saja, godaannya sama seperti wanita lainnya.

Aku tahu ini adalah kesempatan langka, tapi akal sehat masih mengakar di benakku. Aku meninggalkan ibuku dan pergi ke kamarku. Berganti pakaian dan melupakan makan siangku. Aku memacu kencang si Ayam Jago, berharap bisa melupakan apa yang kulihat barusan. Sialnya, penisku tetap tegang.

“Sial!”

Waktu berlalu, aku kembali memacu si Ayam Jago di jalanan. Matahari yang sudah hampir hilang di ufuk barat membuatku mau tidak mau kembali ke rumah. Sengaja ku pacu motorku lambat, berharap kejadian tadi siang bisa kulupakan dengan tuntas. Tentu saja itu tidak berhasil. Waktu yang terlewati lebih cepat mengalir daripada pudarnya ingatanku dan aku telah sampai di rumahku dengan birahi yang tersisa dari ingatan tentang tadi siang.

Suasana masih sunyi, tidak ada suara tv seperti tadi siang. Sayup-sayup aku bisa mendengar suara wajan yang bertabrakan dengan spatula. Itu jelas ibu yang sedang memasak di dapur.

Aku segera menuju kamar untuk melepas celana jean dan jaket yang ku pakai. Dengan kolor dan kaos oblong, aku menuju dapur. Benar ibu sedang memasak. Tidak lagi dengan dasternya, tapi kaos ketat dan legging yang sama ketatnya. Aku segera menuju kamar untuk melepas celana jean dan jaket yang ku pakai. Dengan kolor dan kaos oblong, aku menuju dapur. Benar ibu sedang memasak. Tidak lagi dengan dasternya, tapi kaos ketat dan legging yang sama ketatnya.


Riyan?” Kata ibu memastikan siapa orang di belakangnya.

“Iya, Bu.”

“Tadi siang kamu nggak makan?” Ibu bertanya sambil membalik badannya.

Aku bisa melihat kaosnya basah di bagian dada dan ketiaknya. Entah karena kejadian tadi siang atau bagaimana, aku merasa ibuku jadi lebih seksi dan menggoda sekarang.

“Riyan! Ditanyain kok malah bengong.”

“Tadi ada kerja kelompok, jadi buru-buru, nggak sempet buat makan siang. Tapi tadi udah makan sama temen-temen.” Jawabku sekenanya. Sial ada apa denganku?

Aku beranjak dari dapur menuju kamar mandi. Penisku kembali tegang setelah melihat ibu tadi. Tanpa pikir panjang lagi aku melepas birahi bersama tanganku sebelum mandi.

Hari Minggu, seperti biasa aku bangun terlambat saat libur. Semalam suntuk bersenda gurau di pos ronda bersama teman-temanku dan pulang ketika jam menunjukkan pukul 2 dini hari. 2 hari telah terlewati sejak kejadian itu, tapi pikiran kotor tentang ibuku malah kian menumpuk di kepalaku. Aku bertanyatanya, apa yang harus kulakukan?

Kakiku terus menuntunku menuju kamar mandi. Kantung kemihku sudah meronta ingin dikosongkan. Penisku masih dalam keadaan morning Wood, terasa mengganjal dan sedikit sakit. Pikiranku masih setengah sadar dan mataku masih menatap dengan buram, tentu saja sekarang aku sangat tidak fokus. Namu karena aku sudah hafal setiap sudut rumah ini, keadaanku sekarang bukan lah masalah besar. Aku tetap sampai di depan kamar mandi.

Ketika aku membuka pintu kamar mandi, pandanganku pulih sepenuhnya. Di hadapanku sekarang, sepasang payudara bergantung indah dengan ukurannya yang besar, rambut halus tumbuh dengan rapi di bawah pusarnya dan itu semua dibalut oleh kulit putih bersih yang bercahaya di bawah lampu kamar mandi.

Aku tahu, tidak mungkin lagi birahiku dibendung lagi sekarang. Pikiranku yang masih buram menganggap ini adalah mimpi dan tanpa sadar, aku menyerang wanita di hadapanku ini.

Dia memberikan perlawanan yang kuat, namun sekuat apapun perlawanannya tidak mampu mengalahkan gejolak hasrat yang sudah dibendung selama beberapa hari. Penisku yang tegang sedari tadi berhasil masuk dengan paksa.

Ahhh….. kehangatan menyelimuti seluruh tubuhku. Rasa nikmat yang takpernah aku bayang kini menerpa diriku. Rasanya setiap otot dan sendi di tubuhku melemah, dan sulit digerakan. Perlawanan yang sebelumnya sangat kuat di lakukan, sekarang sudah mengendur, digantikan suara isak tangis yang dibarengi cengkraman kuat pada lenganku.

“Brengsek kamu, Riyan!”

“Anak kurang ajar kamu!”

“Durhaka kamu!”

Caci maki itu menyadarkanku dari rasa nikmat yang menghanyutkan aku. Mataku memandang siapa yang sedang kumasuki vaginanya dengan penisku. Itu adalah…..

Ibuku!

“Maaf, Bu, Riyan kalah sama nafsu Riyan.” Ucapku

Seperti kata orang, lain dikata lain yang diperbuat. Bibirku memang berkata demikian, tapi pinggulku terus berusaha merangsek lebih dalam lagi ke dalam vagina ibuku.

Cacian dan makian terus terlontar dari bibir ibuku, tapi aku tidak peduli. Rasa nikmat ini lebih besar dari rasa bersalah yang seharusnya aku rasakan. Penisku yang telah amblas sepenuhnya mulai ku gerakan perlahan. Vagina ibuku begitu kuat menjepit penisku. Sangat kuat sampai aku tidak bisa menahan kenikmatan dari persetubuhan pertamaku ini. Dan dalam satu dorongan kuat, tumpahkan segala nafsu yang mengganggu beberapa hari ini. Rasa puas akan kenikmatan menyelimuti seluruh tubuh.

Di sisi lain, ibuku membulatkan matanya, tidak percaya putranya telah menyemburkan spermanya ke rahimnya. Lebih gawat lagi ini adalah masa ovulasinya.


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar