Entah bagaimana memulainya, tapi
aku sangat ingin bercerita. Sebuah kisah tentang skandal yang menggelora di
hati, namun harus aku sunyikan di bibir. Ini terlalu tabu dan memalukan, namun
sangat mengganjal di hati.
Ini dimulai 10 tahun yang lalu, saat
diriku masih 17 tahun. Suatu siang, aku pulang dari sekolah. Sama seperti
biasanya, aku hanya ingin mengganti bajuku, lalu pergi bermain di rumah teman
karibku, Teguh. Dengan motor pabrikan Jepang dengan logo “S” yang tengah
booming waktu itu, aku memasuki halaman rumah. Si Ayam Jago aku parkir di bawah
pohon mangga yang rindang. Sempat aku lihat sebentar, semoga lampu dan
speedometer tidak lepas setelah ku modif “stang patah” kemarin.
“Aman,” ucapku dengan senyum.
Aku memasuki rumah dengan salam
yang menyertai, tapi tidak ada yang menjawab. Kemana ibu? Kenapa pintu depan
terbuka kalau ibu pergi? Apa ketiduran?
Dalam benak, aku bertanya-tanya.
Namun setelah mencapai ruang tengah, aku mendengar suara tv yang menyala.
“Ibu ketiduran,” kataku dalam
hati.
Saat aku berjalan mendekat,
alangkah terkejutnya hati ini. Ibu tidur terlentang dengan daster tersingkap
hingga perutnya. Terlihat jelas oleh mataku kulit putih yang membalut tubuhnya
yang montok itu. Mungkin karena rutin meminum jamu atau kebiasaan senamnya
dengan ibu-ibu PKK, tubuhnya masih sangat seksi. Payudaranya yang besar merosot
kesamping karena kelebihan beban atau mungkin karena bra yang menopangnya tidak
ia kenakan.
Seketika hatiku berdebar tak
karuan. Seorang perjaka dihadapkan pemandangan seperti ini? Tentu saja sangat
mustahil tidak bereaksi, bahkan jika itu ibuku. Aku dapat merasakan bagian
bawahku menegang. Meski ia adalah ibuku, tepat saja, godaannya sama seperti
wanita lainnya.
Aku tahu ini adalah kesempatan
langka, tapi akal sehat masih mengakar di benakku. Aku meninggalkan ibuku dan
pergi ke kamarku. Berganti pakaian dan melupakan makan siangku. Aku memacu
kencang si Ayam Jago, berharap bisa melupakan apa yang kulihat barusan.
Sialnya, penisku tetap tegang.
“Sial!”
Waktu berlalu, aku kembali memacu
si Ayam Jago di jalanan. Matahari yang sudah hampir hilang di ufuk barat
membuatku mau tidak mau kembali ke rumah. Sengaja ku pacu motorku lambat,
berharap kejadian tadi siang bisa kulupakan dengan tuntas. Tentu saja itu tidak
berhasil. Waktu yang terlewati lebih cepat mengalir daripada pudarnya ingatanku
dan aku telah sampai di rumahku dengan birahi yang tersisa dari ingatan tentang
tadi siang.
Suasana masih sunyi, tidak ada
suara tv seperti tadi siang. Sayup-sayup aku bisa mendengar suara wajan yang
bertabrakan dengan spatula. Itu jelas ibu yang sedang memasak di dapur.
Aku segera menuju kamar untuk melepas celana jean dan jaket yang ku pakai. Dengan kolor dan kaos oblong, aku menuju dapur. Benar ibu sedang memasak. Tidak lagi dengan dasternya, tapi kaos ketat dan legging yang sama ketatnya. Aku segera menuju kamar untuk melepas celana jean dan jaket yang ku pakai. Dengan kolor dan kaos oblong, aku menuju dapur. Benar ibu sedang memasak. Tidak lagi dengan dasternya, tapi kaos ketat dan legging yang sama ketatnya.
Riyan?” Kata ibu memastikan siapa orang di belakangnya.
“Iya, Bu.”
“Tadi siang kamu nggak makan?”
Ibu bertanya sambil membalik badannya.
Aku bisa melihat kaosnya basah di
bagian dada dan ketiaknya. Entah karena kejadian tadi siang atau bagaimana, aku
merasa ibuku jadi lebih seksi dan menggoda sekarang.
“Riyan! Ditanyain kok malah
bengong.”
“Tadi ada kerja kelompok, jadi
buru-buru, nggak sempet buat makan siang. Tapi tadi udah makan sama
temen-temen.” Jawabku sekenanya. Sial ada apa denganku?
Aku beranjak dari dapur menuju
kamar mandi. Penisku kembali tegang setelah melihat ibu tadi. Tanpa pikir
panjang lagi aku melepas birahi bersama tanganku sebelum mandi.
Hari Minggu, seperti biasa aku
bangun terlambat saat libur. Semalam suntuk bersenda gurau di pos ronda bersama
teman-temanku dan pulang ketika jam menunjukkan pukul 2 dini hari. 2 hari telah
terlewati sejak kejadian itu, tapi pikiran kotor tentang ibuku malah kian
menumpuk di kepalaku. Aku bertanyatanya, apa yang harus kulakukan?
Kakiku terus menuntunku menuju
kamar mandi. Kantung kemihku sudah meronta ingin dikosongkan. Penisku masih
dalam keadaan morning Wood, terasa mengganjal dan sedikit sakit. Pikiranku masih
setengah sadar dan mataku masih menatap dengan buram, tentu saja sekarang aku
sangat tidak fokus. Namu karena aku sudah hafal setiap sudut rumah ini,
keadaanku sekarang bukan lah masalah besar. Aku tetap sampai di depan kamar
mandi.
Ketika aku membuka pintu kamar
mandi, pandanganku pulih sepenuhnya. Di hadapanku sekarang, sepasang payudara
bergantung indah dengan ukurannya yang besar, rambut halus tumbuh dengan rapi
di bawah pusarnya dan itu semua dibalut oleh kulit putih bersih yang bercahaya
di bawah lampu kamar mandi.
Aku tahu, tidak mungkin lagi
birahiku dibendung lagi sekarang. Pikiranku yang masih buram menganggap ini
adalah mimpi dan tanpa sadar, aku menyerang wanita di hadapanku ini.
Dia memberikan perlawanan yang
kuat, namun sekuat apapun perlawanannya tidak mampu mengalahkan gejolak hasrat
yang sudah dibendung selama beberapa hari. Penisku yang tegang sedari tadi
berhasil masuk dengan paksa.
Ahhh….. kehangatan menyelimuti
seluruh tubuhku. Rasa nikmat yang takpernah aku bayang kini menerpa diriku.
Rasanya setiap otot dan sendi di tubuhku melemah, dan sulit digerakan.
Perlawanan yang sebelumnya sangat kuat di lakukan, sekarang sudah mengendur,
digantikan suara isak tangis yang dibarengi cengkraman kuat pada lenganku.
“Brengsek kamu, Riyan!”
“Anak kurang ajar kamu!”
“Durhaka kamu!”
Caci maki itu menyadarkanku dari
rasa nikmat yang menghanyutkan aku. Mataku memandang siapa yang sedang kumasuki
vaginanya dengan penisku. Itu adalah…..
Ibuku!
“Maaf, Bu, Riyan kalah sama nafsu
Riyan.” Ucapku
Seperti kata orang, lain dikata
lain yang diperbuat. Bibirku memang berkata demikian, tapi pinggulku terus
berusaha merangsek lebih dalam lagi ke dalam vagina ibuku.
Cacian dan makian terus terlontar
dari bibir ibuku, tapi aku tidak peduli. Rasa nikmat ini lebih besar dari rasa
bersalah yang seharusnya aku rasakan. Penisku yang telah amblas sepenuhnya
mulai ku gerakan perlahan. Vagina ibuku begitu kuat menjepit penisku. Sangat
kuat sampai aku tidak bisa menahan kenikmatan dari persetubuhan pertamaku ini.
Dan dalam satu dorongan kuat, tumpahkan segala nafsu yang mengganggu beberapa
hari ini. Rasa puas akan kenikmatan menyelimuti seluruh tubuh.
Di sisi lain, ibuku membulatkan
matanya, tidak percaya putranya telah menyemburkan spermanya ke rahimnya. Lebih
gawat lagi ini adalah masa ovulasinya.