Tampilkan postingan dengan label Cerbung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerbung. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Oktober 2015

Menikmati Tubuh Kakak Tingkat Part 1



Bagas sedang mengaduk kuah soto yang masih mengepulkan uap harum di hadapannya. Jeda kuliah selama satu jam menjadi kesempatan untuk mengisi perutnya yang lapar. Semangkuk soto cukuplah untuk memberi tenaga sampai akhir jam kuliah nanti. Tiba-tiba disadarinya ada bayangan yang menaungi meja tempat dia bersiap menikmati soto. Bayangan dari seorang yang berdiri di depannya.

Bagas mengangkat kepalanya sedikit. Dilihatnya celana jeans yang membungkus ketat kaki dan pinggang yang ramping. Celana jeans itu dihiasi sabuk, yang bekepalakan gesper tengkorak. Bagas agak bergidik. Diangkatnya sedikit lagi kepalanya, dilihatnya perut yang rata, dibungkus kaos putih tipis. Sedikit lagi kepala diangkat, dilihatnya sepasang dada yang padat membusung. Cukup lama matanya terpaku di situ, menyadari bahwa dada indah tersebut ditopang oleh bra berwarna hitam, yang nampak menerawang. Bagas mulai membayangkan, apa yang akan tercetak di situ, kalau payudara tersebut hanya dibungkus kaos putih, tanpa penghalang apapun lagi. Tiba-tiba …

Plakkk! Dirasakannya sesuatu memukul kepalanya, diiringi seruan jengkel,
“Ngapain lu liat-liat toket gue!”

Bagas meringis sambil mengusap-usap kepalanya yang baru saja dipukul dengan map loose leaf.
“Eh, kamu Von. Sialan main pukul aja”

“Otak mesum lu!”

“Yee, tadi aku kan kaget mau makan tiba-tiba ada yang berdiri di depan. Ya aku mau liat dong siapa orangnya”, Bagas berusaha membela diri.

“Kalau mau liat siapa orangnya, ya liat mukanya, bukan toketnya dodol!”

“Lah kan ada prosesnya Von. Aku tadi kan nunduk, liat mangkuk. Habis itu liat meja. Lalu liat pinggang. Trus liat perut. Naik dikit liat toket deh hehe”

Plakkk! Sekali lagi map itu mendarat di jidat Bagas.

“Lalu kenapa berhenti di situ, nggak langsung liat muka?!”

“Aduhh…! Kejam banget sih kamu Von!”

“Biarin”

Vonny lalu duduk di bangku sebelah Bagas.
“Bu Narti, saya minta soto ayam, sama es teh”, serunya kepada penjaga kantin.

Bagas tiba-tiba cengengesan sendiri.

“Kenapa?”, tanya Vonny.

“Hehehe, by the way kalau buat kamu ya Von, nggak usah liat muka cukup liat toket aja, orang udah tau kok kalau itu kamu”

“BAGASSS!”

Serangan cubitan Vonny yang bertubi-tubi ke sekujur tubuh Bagas akhirnya dihentikan dengan kedatangan Bu Narti yang mengantarkan pesanan Vonny. Dia berkata lempeng,
“Sotonya, mbak Vonny”

Tingkah para mahasiswa yang ramai, seru dan kadang tidak masuk akal itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari, sehingga biasa saja bagi Bu Narti. Dia tadi juga sedikit mendengar pokok perkara yang membuat Vonny melancarkan serangan cubitan kepada Bagas. Dalam hati dia menyetujui kata-kata Bagas. Payudara Vonny memang montok dan indah, susah mencari tandingan ukurannya di kampus ini.

Mereka pun segera menyantap pesanan masing-masing. Seusai menikmati makan dalam keheningan – Bagas takut salah omong, khawatir menerima serangan lanjutan – dia mengeluarkan sebungkus rokok.

“Bagi rokoknya dong Gas”, kata Vonny.

Bagas mendengus, “Huh, tadi cubit-cubit sembarangan saja. Sekarang minta rokok”. Namun diulurkannya juga bungkus rokok itu kepada Vonny, yang menerimanya sambil terkekeh. Vonny sebenarnya adalah kakak tingkat Bagas, satu tahun di atasnya. Mereka menjadi akrab karena sama-sama mengurus BEM Fakultas. Vonny menjadi ketuanya, sedangkan Bagas menjadi penunggu setia ruang BEM, yang menjadi tempat pengungsian yang nyaman untuk tidur baik di pergantian jam kuliah, atau di jam kuliah kalau Bagas malas mengikutinya. Dia sendiri sudah agak lupa, di BEM dia menjadi pengurus bidang apa. Sifatnya yang suka menolong menjadikan teman-temannya sesama pengurus sering meminta bantuannya untuk mengurus apa pun. Awalnya dia mendaftar menjadi pengurus BEM bukan karena dia ingin aktif berorganisasi, namun karena ingin mengumpulkan poin yang diberikan sebagai penilaian keaktifan. Namun lama-lama dia menikmati juga berkegiatan di kampus itu. Apalagi di jajaran pengurus cukup banyak makhluk bening dan seksi, terutama sang ketua yang saat ini duduk di sebelahnya.

Vonny sendiri senang dengan Bagas. Sebagai seorang pribadi, pembawaannya ramah dan selalu siap bekerja. Sejak Bagas sering nongkrong di ruang BEM, tempat itu selalu rapi. Ya, meskipun Bagas cowok, namun dia senang bersih-bersih dan merapikan segala sesuatu. Banyolan-banyolannya juga sering menyemangati Vonny jika menghadapi tugas yang berat di BEM. Hanya Vonny mendengar bahwa Bagas termasuk playboy, yang suka gota-ganti gandengan. Tapi Vonny berpikir itu urusan pribadi Bagas. Toh sejak kenal Bagas, dia tidak pernah macam-macam terhadapnya. Memang Bagas kadang-kadang mesum, seperti siang ini. Namun Vonny tahu, dia selalu bisa mengandalkan Bagas untuk tugas apapun.

“Gas”

“Hmmm?” Bagas masih menghisap rokoknya sambil memainkan handphone.

“Gue mau omong ke lu”

“Ya?” Matanya tidak lepas dari layar handphone.



“Wah, mau omong serius nih”, pikir Bagas sambil mematikan layar handphonenya. Diliriknya Vonny sedang menatap tajam kepadanya.

“Oke, oke”, kata Bagas sambil meletakkan HP di atas meja, “ada apa bu ketua?”

Vonny berdehem sebentar, “Lu mau nggak, mmm…”.

“Jadi pacar kamu? Mau!”

Satu cubitan segera mendarat di pinggangnya.

“Ampun, ampun. Oke, serius. Ada apa?”

Vonny tidak menjawab, tapi malah membungkuk dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Bagas sempat mengintip, segaris tali yang nampak di pinggang bagian belakang gadis itu. “Wah, g-string nih”, pikiran ngeresnya muncul lagi. Tapi dia segera memasang tampang serius lagi saat Vonny menegakkan badannya (dan membusungkan dadanya – mau tidak mau).

Vonny menyodorkan selembar kertas kepada Bagas. Cowok itu membaca surat yang diterimanya, makin lama dahinya makin berkerut. Setelah selesai membaca surat itu, dia menatap Vonny, lalu berkata pendek.

“Nggak”

“Gas, pleaseee…”

“Nggak. Nggak. Nggak”

“Bagas…”

“Von, aku siap disuruh angkat-angkat barang. Aku rela disuruh jaga parkir. Aku mau nyapu sama ngepel Aula. Tapi aku nggak mau jadi panitia-panitiaan kayak gitu. Mana embel-embelnya utusan fakultas lagi. Nggak ah.”

“Please Gas. Kemarin kita pengurus inti udah rapat. Lu yang paling cocok. Pengurus yang lain pas bulan itu semua ada ujian, sedangkan tingkat lu bebas. Lagian dari semua pengurus cuma lu aja yang belum pernah jadi perwakilan ke kegiatan univesitas. Please ya, lu jadi utusan BEM Fakultas untuk Pekan Seni tahun ini. Please…”, gadis Jakarta yang merantau menuntut ilmu di Jogja itu menatap Bagas dengan memasang wajah paling imut. Bagas tidak pernah tahan memandang perpaduan wajah innocent dan tubuh semok tersebut. Dia memalingkan muka sambil menghembuskan asap rokok. Dia lalu berkata pelan,

“Beri aku satu alasan, kenapa aku harus mau jadi panitia”

Vonny tersenyum licik lalu berkata, “Panitia Pekan Seni salah satu tugasnya nanti mengurus penampilan Voluptuous”.

Mendengar kelompok modern dance kampus mereka disebut, segera terlintas di pikiran Bagas serombongan mahasiswi yang cantik dan seksi sedang menari lincah mengenakan pakaian minim. Dia bisa membayangkan keringat para makhluk bening itu berkilat membasahi tubuh mereka yang lincah, membuat tank top yang tipis dengan ketat menempel erat di payudara yang padat. Dada itu berguncang manja mengiringi gerak para gadis ranum itu. Belum lagi pantat-pantat sekal terbungkus hot pants pendek bergoyang mengikuti irama musik, ahhh… Tanpa berpikir lama Bagas pun mengangguk mantap.

“Oke deh, aku mau”

Spontan Vonny tergelak renyah, hingga sepasang bukit di dadanya memantul indah, “Dasar otak mesum hahaha. Anyway, makasih ya Gas”.

“Iya, iya. Ntar kontak aku ya kapan rapatnya. Aku udah mau masuk kelas nih”

“Oke, gue juga mau ke BEM. Ntar gue WhatsApp ke lu”

Mereka bersama berdiri dari bangku kantin itu. Bagas seperti berpikir sebentar lalu berkata,
“Eh, Von”

“Ya?”

Bagas nyengir, “Kamu pakai g-string ya?”

Sebelum Vonny sempat bereaksi apapun, Bagas segera menghambur meninggalkan kantin.

“BAGASSS!”

Dari kejauhan cowok itu terbahak, “Hahaha. Tolong sekalian bayarin soto sama es teh aku ya”, dan dia melanjutkan larinya menuju ke kelas. Vonny hanya bisa mendesah dikerjain adik tingkatnya itu. 


Bagas berjalan sambil bersiul-siul riang. Dia baru saja menerima kabar yang membahagiakan. Kuliah Pak Sinaga hari ini dibatalkan, karena beliau sakit. Sumber yang kurang dapat dipertanggung jawabkan menambahkan bahwa yang bersangkutan sakit diare. Bagas tidak peduli Pak Sinaga sakit apa, yang penting sudah tidak ada kuliah lagi untuk hari ini. Bebasss!

Cowok itu melirik handphonenya. Baru jam satu siang. Dia malas kalau langsung pulang. Om dan tantenya – dia tinggal di rumah mereka sejak mulai kuliah di Jogja – pasti masih ada di kantor. Gina, adik sepupunya, pasti juga belum pulang dari sekolah. Maka dengan mantap dia melangkah ke ruang BEM. Paling tidak dia bisa tidur di sana, atau main game di komputer.

Saat dia berbelok menuju gang ruang BEM, langkahnya terhenti. Dilihatnya makhluk putih bening cantik berdada montok sedang berdiri di depan pintu dan berbicara di handphone. Vonny. Bagas nyengir, niat jahilnya muncul. Dengan berjingkat dia mendekati Vonny dari belakang,

Tapi…

Lho kok…

Terdengar suara isakan pelan.

Vonny… nangis?

Bagas hanya berdiri mematung di belakang punggung Vonny. Gadis itu sudah mengakhiri pembicaraannya. Dia menurunkan handphone dari telinganya. Namun isakannya masih terdengar. Bagas menarik napas panjang.

“Von…”, sapanya pelan.

Vonny tersentak lalu berbalik. Dia terkejut melihat Bagas yang tanpa disadarinya sudah berdiri di belakangnya. Bagas juga kaget. Mata yang biasanya imut lucu itu kini merah dan sembab. Air mata membasahi wajah halus yang innocent.

“Eh, elu Gas. Udah lama di situ?”

“Baru aja. Eh, aku nggak nguping lho ya, aku nggak dengar apa-apa. Errr, Von, kamu gapapa?”

Vonny memaksakan senyum canggung sambil meyeka pipinya,

“Gapapa Gas. Eh, lu mau masuk ruang BEM? Gue pulang duluan ya”.

Tanpa mengatakan apapun lagi dia berlalu dari hadapan Bagas. Mahasiswa itu terpana sesaat, lalu cepat-cepat mengejar Vonny dan berdiri di depannya.

“Aku antar kamu pulang”, kata Bagas tegas.

“Nggak usah, Gas. Makasih. Gue pulang sendiri saja”

“Kamu masih nangis sampai sesak nafas gitu mau pulang sendiri? Kalau pingsan di jalan bagaimana? Ayo aku antar”

Vonny menatap Bagas agak lama, menghela nafas panjang, lalu menganguk pelan. Berdua mereka segera berjalan menuju tempat parkir sepeda motor. Bagas melirik kakak tingkatnya. Gadis itu sudah tidak terisak, tapi wajahnya masih menunduk dan bibirnya tertekuk. Entah masalah apa yang baru didengarnya, sehingga membuat gadis cantik itu menangis. Mereka sudah mendekati tempat parkir, dan Bagas membimbing Vonny menuju ke Vespa birunya.

“Helmnya cuma satu nih, berarti kita lewat jalan tikus aja ya”

Vonny hanya mengangguk pelan lalu naik ke jok belakang, dan… darah Bagas berdesir karena Vonny langsung memeluk pinggangnya erat dan merebahkan kepalanya di bahu Bagas. Darah yang berdesir tadi segera melaju cepat menuju ke satu titik, ke organ tubuh yang terletak di antara dua kakinya, karena… sepasang dada Vonny… terasa empuk dan hangat… menekan punggungnya.

Bagas mencoba menghilangkan bayangan kotor dari pikirannya lalu mulai menjalankan Vespa tua yang masih terawat itu. Dia berusaha berkonsentrasi untuk menatap jalan di depannya, dan mengabaikan bukit kenyal yang mendesak punggungnya. Usaha itu terasa semakin berat, karena dengan melewati gang-gang kecil maka motor itu harus melewati sekian banyak polisi tidur. Setiap kali motor tua itu berguncang di satu polisi tidur, dada Vonny ikut berguncang dan semakin mendesak punggungnya. Serangan ke selangkangannya semakin menjadi-jadi.

“Anak orang lagi sedih tuh Gas, jangan bayangin yang macam-macam. Polisi tidur sialan, bikin si dede bangun aja”, tanpa sadar Bagas mengguman pelan.

“Apa Gas? Tidur? Gue nggak tidur kok”, tiba-tiba Vonny berkata. Bagas hanya terkekeh, tidak berniat untuk menjelaskan tentang pergulatan batin – dan selangkangan – yang sedang dialaminya. Untunglah rumah kos Vonny sudah terlihat di depan, sehingga Bagas tidak perlu menanggung siksaan – yang sebenarnya nikmat itu – lebih lama lagi.

Di depan gerbang Bagas menghentikan motornya. Vonny segera turun dan berdiri di samping Vespa biru itu.

“Makasih ya Gas, udah nganter gue”.

“Iya sama-sama. Mana tega aku ngeliat kamu pulang sendiri. Lagian orang-orang bisa mikir macem-macem, liat cewek semok jalan sambil nangis. Ntar dikiranya abis diperkoaadduuuhhh…!”

Cubitan keras mendarat di pinggang Bagas. Dia heran, cubitan cewek ini sakitnya beberapa kali lipat daripada cubitan cewek lain. Bagas meringis sambil mengelus-elus pinggangnya. Namun dia senang, wajah yang bedak tipisnya berantakan karena air mata itu sudah menyunggingkan senyum.

“Naik yuk Gas, lu nggak ada acara kan?”

“Enggak ada sih. Tapi kamu nggak pingin sendiri dulu, mau nangis atau gimana gitu?”, kata Bagas sambil nyengir.

“Nggak, udah puas nangis di punggung lu”, kata Vonny lalu menjulurkan lidahnya.

“Wah, basah deh kemeja aku. Mmm, mampir nggak ya? Coba aku tanya manajer aku dulu ya?”

“Huh, gaya lu. Ayo, naik!”, Vonny mulai menggeser pintu gerbang.

“Ok deh, sambil jaga-jaga. Siapa tahu kamu di kamar depresi trus bunuh diri”, canda Bagas sambil menuntun motornya masuk ke halaman. Vonny mendelik tajam.

Sesampainya di kamar Vonny, Bagas segera membaringkan diri di karpet yang terhampar di lantai. Tangannya meraih satu boneka Winnie the Pooh berukuran super besar dan dijadikannya bantal.

“Bagasss! Itu si Winnie jangan dijadiin bantal”, jerit Vonny. Cepat-cepat dia berjalan ke arah Bagas, dan tanpa aba-aba menarik boneka tersebut. Bagas tidak siap, dan kepalanya yang kehilangan penyangga menghantam karpet. Untung karpet tersebut cukup tebal sehingga benturannya tidak terlalu keras. Namun tidak urung Bagas harus mengelus-elus bagian belakang kepalanya yang terbentur itu. Sementara Vonny? Dia sedang mengelus-elus perut boneka beruang kuning berkaos merah tanpa celana itu.

“Aduh kacian. Peyut kamu sakit ya dijadiin bantal sama Bagas?”

“Heh, temen kamu nih kepalanya sakit, malah boneka yang diurusin” gerutu Bagas sambil meraih bantal dari atas kasur. Vonny hanya mencibir saja. Setelah meletakkan si Winnie sejauh mungkin dari jangkauan Bagas, mahasiswi itu melangkah ke kamar mandi.

“Kalau mau minum ambil di kulkas, Gas”, dan pintu pun tertutup.

Malas-malasan Bagas bangkit menuju ke kulkas mini di pojokan. Setelah memilih minuman, dia kembali lagi ke bantalnya. Namun disempatkannya untuk menendang pelan kepala si Winnie yang tersenyum polos.

Tidak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka. Wajah Vonny terlihat sedikit lebih segar setelah dibasuh. Sebagian air masih membasahi rambutnya. Sebagian lagi masih membasahi lehernya. Air yang di leher ada yang mengalir ke arah dadanya. Ohhh…, beberapa bagian dari kaos putih itu basah terkena air. Maka melekatlah kaos itu erat di dada mulus. Melekat, menampakkan kulit putihnya. Menampakkan pula BH hitam dengan hiasan renda yang seksi.

“Woiii… mesuummm! Ngeliatin apa luuu??!”, lengkingan Vonny membuyarkan lamunan jorok Bagas. Bagas tergagap, dan dengan muka merah dan salah tingkah hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya. Sambil sedikit menggerutu – tapi tanpa sedikitpun menutupi asetnya yang sangat provokatif itu – Vonny menuju ke kasur dan membaringkan tubuh montoknya di situ. Bagas juga hanya berbaring di karpet menatap langit-langit. Dia tidak tahu harus berkata apa. Suara Chris Martin mengalun pelan dari CD Player di samping tempat tidur.

Setelah dua lagu, Vonny mulai bersuara, “Gas, gue baru aja diputusin”

“Ooo…”

Bagas menunggu kelanjutan cerita Vonny, tapi tidak ada sambungan apapun lagi. Lalu nampak badan Vonny mulai berguncang pelan…

“Wah, nangis lagi nih anak”, Bagas membatin. Dia lalu menegakkan tubuhnya, dan dilihatnya air mata kembali mengalir di wajah cantik itu. Tak lama kemudian Vonny mulai terisak.

“Sshhh, udah Von, udah. Sshhh… gapapa”, tangan Bagas terulur membelai rambut halus kakak tingkatnya. Tetapi isakan Vonny makin menjadi. Bagas segera bangkit dan duduk di atas kasur, kepala Vonny diletakkan di atas kakinya. Tangan kanan Bagas meremas tangan Vonny, sedangkan tangan satunya tetap membelai-belai rambutnya.

“Ya udah, nangis aja, keluarin semua. Sshhh, iya, aku di sini”.

Sekitar sepuluh menit Bagas membiarkan Vonny menumpahkan tangisnya. Sesekali disekanya air mata dari pipi halus itu. Dia tidak kenal siapa cowok Vonny, yang jelas pria itu rugi sekali telah memutuskan pacar seperti Vonny. Gadis yang begitu baik hati dan ramah. Dengan para adik tingkat Vonny juga tidak pernah bersikap sombong. Setahu Bagas, meskipun sangat sibuk di BEM namun nilai kuliah Vonny selalu baik. Tugas-tugas di BEM pun selalu dapat diselesaikan dengan perfekt. Gadis itu juga cantik sekali, ditambah lagi tubuhnya indah. Tubuh yang sekarang berbaring dengan kepala berbantalkan kaki Bagas. Dari posisi duduknya, Bagas dapat mengintip sebagian kaki bukit di dada Vonny, yang nampak lembut, dilengkapi dengan renda hitam yang menambah aura keseksiannya. Pelan-pelan darah Bagas kembali bergejolak menuju ke satu titik di bagian bawah tubuhnya.

Bagas cepat-cepat menyingkirkan bayangan erotis dari pikirannya. Selain dia tidak tega dengan Vonny yang sedang bersedih, posisi kepala Vonny terletak dekat sekali dengan selangkangannya. Kalau sampai Vonny mendapati junior Bagas berdiri tegak di dekat kepalanya, wah nggak kebayang deh akibatnya.

Pelan-pelan tangisan Vonny mereda. Masih sedikit terisak, dia memaksakan diri untuk tertawa pelan.

“Gue cengeng ya Gas?”

“Gapapa Von. Namanya juga baru diputusin”, kata Bagas sambil terus membelai-belai rambut Vonny. Vonny memejamkan mata, merasakan nyamannya berbaring sambil dibelai-belai seperti itu. Tak lama kemudian mengalirlah cerita Vonny tentang cowoknya. Teman SMA-nya di Jakarta yang dipacarinya sejak empat tahun yang lalu. Tiga tahun lalu mereka harus menjalin hubungan jarak jauh karena Vonny kuliah di Jogja. Sebenarnya selama tiga tahun hubungan itu bisa dijalani dengan baik. Komunikasi mereka tetap berjalan lancar. Setiap liburan mid semester dan semester Vonny pasti pulang ke Jakarta, dan sebagian besar waktu liburannya pasti dilewatkannya dengan pacarnya. Beberapa kali cowoknya juga datang ke Jogja. Namun siang tadi cowoknya menelponnya, dan mengatakan bahwa mereka harus putus. Dan yang membuat Vonny sangat terguncang adalah alasan di balik keputusan itu. Pacarnya harus bertanggung jawab karena telah menghamili teman kuliahnya.

“Gue nggak muna, Gas” kata Vonny, “Selama pacaran gue juga sering ML dengan dia. Yang ngambil virgin gue juga dia. Selama di Jakarta, waktu masih SMA, kita udah biasa ML. Kalo gue liburan ke Jakarta pasti juga ML. Tapi gue cuma ML sama dia, gue nggak pernah selingkuh, gue nggak pernah tergoda ML sama cowok lain. Kebayang nggak sih, udah biasa ML sama orang yang kita sayang, tapi ketemu cuma bisa tiga bulan sekali. Di Jogja sini gue cuma bisa muasin diri sendiri. Sedang dia? Ternyata dia ML sama cewek lain. Sampai hamil. Sampai harus mutusin gue. Brengsek!”, cerita itu mengalir lancar dan ringan dari bibir Vonny.

Gadis itu seolah mengisahkannya tanpa beban. Sedangkan bagi Bagas? Beban menggayut berat, bukan di pundaknya melainkan di selangkangannya. Perpaduan atara cerita Vonny tentang kehidupan seksnya, ditambah dengan kaos putih yang sedikit tersingkap di bagian pusar dan belahan payudara karena gerak-gerik Vonny selama bercerita, ditambah posisi kepala Vonny yang semakin mendekati pangkal pahanya, membuat Bagas junior mulai bangkit dari tidurnya. Cepat-cepat Bagas berusaha menyelamatkan situasi.

“Eh, Von. Sori, bangun sebentar. Kaki aku kesemutan nih”.

Tanpa banyak tanya Vonny bangkit dan duduk di samping Bagas bersandar tembok. Bagas berusaha menyamarkan tonjolan di bawah perutnya dengan menekuk kakinya. Vonny menatap lurus ke depan, lalu tertawa pelan.

“Hehehe, makasih ya Gas, udah dengerin curhatan gue”,

Dan tiba-tiba,

Muachh…

Vonny mencium pipi kanan Bagas. Pemuda itu nyengir senang. Lalu dengan iseng dia berkata,

“Yang kiri juga dong, ntar ngiri”

“Elu tuh yeee…”, omel Vonny tapi sambil tersenyum. Dia merentangkan tubuhnya juga untuk mencium pipi kiri Bagas. Saat itu dia mengangkat tangannya untuk menyangga tubuhnya, dan tanpa sengaja tangannya bertopang di selangkangan Bagas. Teraba olehnya penis Bagas yang telah menegang. Vonny sedikit berjenggit kaget, dan menatap Bagas.

“Eh, Gas?!”

Entah digerakkan kekuatan apa, Bagas nekat mendekatkan wajahnya ke wajah Vonny yang sedang memandanginya. Pelan pelan dilekatkannya bibirnya ke bibir Vonny. Dikecupnya lembut dan dilumatnya pelan. Vonny menerima bibir Bagas dengan mesra, namun kemudian Bagas seolah tersadar dan menarik kepalanya menjauh.

“Sorry Von, aku kelepasan”

“Gapapa Gas,” jawab Vonny. Suaranya agak parau, “terusin aja”.

Sambil berkata demikian Vonny mengangkat tubuhnya dan duduk di pangkuan Bagas. Payudaranya yang montok menekan erat dada Bagas. Tangan Vonny merangkul leher Bagas, dan kali ini dia yang berinisiatif melumat bibir Bagas. Tangan Bagas mulai menyusuri pinggang Vonny, lalu menyusup di balik kaos tipisnya. Dielus-elusnya kulit punggung yang begitu halus itu. Keduanya mendesah seiring cumbuan yang semakin liar. Lidah mereka saling membelit. Tubuh Vonny bergerak-gerak gelisah. Buah dadanya semakin didesakkannya ke badan Bagas. Selangkangannya digesek-gesekkan ke penis Bagas yang telah tegang di balik celana jeansnya. Jemari Bagas mulai nakal menyusup ke pantat Vonny.

“Ahhh…” Vonny mendesah. Wajah keduanya sejenak terpisah. Seuntai benang dari air liur mereka tampak tersambung di bibir mereka.

“Von”

“Hmmm?”

“Kalau mau stop nggak apa-apa. Aku nggak mau manfaatin kamu yang lagi sedih”

“Sshhh, Gas…”, sebagai balasannya Vonny kembali melumat bibir Bagas dengan ganas. Kali ini tangannya memegang tangan Bagas dan diarahkan ke dadanya. Telapak tangan Bagas mengelus payudara kenyal tersebut dari balik kain pemisahnya. Usapan-usapan lembut lama-lama menjadi remasan penuh nafsu. Vonny pun semakin kencang mendesah,

 


“Ahhh, terus Gas. Hmmhhh…”

Tangan Bagas mulai menyusup ke balik kaos Vonny. Disusurinya punggung yang halus itu dari pinggang, semakin naik sampai di kaitan BH-nya. Tanpa perlu melihat dibukanya kaitan BH hitam itu. Seketika penopang payudara sekal itu menjadi longgar. Di balik kaos, tangan Bagas mulai bergerak ke depan. Diusapnya dengan lembut bagian samping buah dada Vonny. Kulitnya sangat halus dan lembut. Jemarinya bergerak semakinke tengah, hingga disentuhnya puting yang telah menegang.

“Bagasss… Ohhh…”

Vonny mengerang ketika jemari Bagas mulai memainkan puting payudaranya. Ciumannya semakin menjadi. Sementara jemari Bagas semakin liar memainkan sepasang bukit indah itu. Akhirnya Vonny tidak tahan lagi. Ditegakkannya badannya sehingga ada ruang di antara tubuh mereka. Tangannya meraih bagian bawah kaosnya, dan pelan-pelan diangkatnya. Kaos itu melewati perutnya, lalu pangkal dadanya. BH hitam yang telah terlepas kaitnya itu ikut terangkat. Dalam sekejap, payudara montok itu terbebas dari segala penutupnya, memantul pelan ketika kaos dan BH melewatinya. Vonny melemparkan penutup tubuh atasnya ke karpet, sedangkan Bagas hanya menatap tanpa berkedip sepasang dada yang selama ini hanya dapat dikhayalkannya. Betapa bulat dan montok, betapa kenyal dan kencang, betapa putih dan halus, dengan puting coklat muda di pucuknya.

“Ih, Bagas apaan sih?”, bisik Vonny dengan muka memerah.

“Indah banget Von”, Bagas balas berbisik. Disentuhkannya jarinya ke permukaan payudara itu. Disusurinya urat kehijauan yang tersamar di balik kulit putih, dicubitnya perlahan sepasang puting yang semakin menegang.

“Ahhh… Bagas…”, direngkuhnya kepala Bagas, dan ditariknya ke arah dada kirinya.



Bagas menjulurkan lidahnya dan mulai menjilat payudara Vonny. Disapukannya lidahnya berputar-putar menuju ke puting yang semakin mengeras. Sementara tangan kirinya meremasi payudara kanan Vonny. Mata gadis itu sendiri terpejam, menikmati rangsangan yang diberikan oleh Bagas di dadanya. Tangannya merangkul leher Bagas sambil mengacak-acak rambutnya.

“Ohhh… Gas… Yessshhh…, terus Gasss…”

Bagas mencium dan menjilat sepasang mahkota keindahan wanita itu berganti-gantian, kiri dan kanan. Tangan Vonny merambati punggung Bagas ke bawah, ke arah pinggang. Setelah tangannya memengang ujung t-shirt Bagas, ditariknya pakaian itu ke atas. Bagas menarik kepalanya dari dada Vonny agar kaosnya bisa lepas. Setelah itu dibenamkannya lagi wajahnya di belahan dada montok itu. Sambil terus menyapukan lidahnya ke dada Vonny, Bagas mendorong kakak tingkatnya itu untuk berbaring.

Lidah Bagas lalu bergerak ke atas, ke leher jenjang yang putih, ke dagu yang runcing, dan akhirnya wajah mereka pun sejajar. Bagas menatap Vonny yang terbaring di bawahnya. Mata mereka bertemu. Ujung hidung mereka bersentuhan.

“Von, kamu cantik banget”

Vonny tersenyum manis, lalu berbisik “Gombal”

Kedua tangannya lalu merengkuh kepala Bagas, dan mengarahkan bibirnya untuk mencumbu mahasiswa itu. Bibir kedua insan itu kini menyatu, dan lidah mereka bertautan. Dengan penuh gairah mereka berciuman. Tangan Vonny tetap memeluk erat leher Bagas, sementara tangan Bagas meremas-remas buah dada Vonny.

Setelah beberapa menit saling melumat bibir, Bagas membebaskan kepalanya dari pelukan Vonny. Kembali lidah Bagas bergerilya. Dia menyapu lagi pipi dan dagu Vonny, turun kembali ke bukit kembar di dadanya. Beberapa menit dilewatkannya untuk kembali mengeksplorasi keindahan yang tak terkatakan itu. Vonny terus mendesah sambil bergerak gelisah. Dia mengulum jari tangan kanannya sendiri sementara tangan kirinya membelai-belai rambut Bagas. Titik-titik keringat mulai bergulir di kulit mereka berdua.

Puas memainkan lidahnya di dada Vonny, lidah Bagas mencari sasaran baru. Kepalanya bergerak semakin turun. Disusurinya perut yang ramping itu sampai di pusarnya. Dijilatnya pusar Vonny pelan.

“Gas… geliii…”

Vonny merintih. Bagas tidak peduli. Malah sekarang kedua tangannya terjulur ke atas dan meremas payudara Vonny. Gadis itu ikut menangkupkan kedua tangannya pada tangan Bagas, dan mengajak Bagas untuk meremas dadanya lebih kuat lagi. Lidah Bagas kini meninggalkan pusar Vonny dan bergerak semakin ke bawah, sampai menemukan tanktop yang membungkus pinggul Vonny ketat. Pengalamannya berjumpa dengan belasan tanktop sebelumnya membuat Bagas bisa membuka celana itu hanya dengan giginya. Digigitnya ujung tanktop Vonny dan ditariknya ke bawah. Vonny mengangkat pinggulnya, sehingga dengan mudah celana itu lolos melewati tungkainya.

Sekarang badan Vonny hanya tertutup oleh kain segitiga kecil yang terikat dengan tali tipis.

“Bener kan, kamu pakai g-string”, bisik Bagas sambil nyengir.

“Ahh… apaan sih Gas”, rajuk Vonny. Secara naluriah kakinya merapat, untuk melindungi rahasianya yang paling berharga itu. Namun dengan lembut kedua tangan bagas menahan kaki Vonny. Didekatkannya kini kepalanya ke kain segitiga yang telah menampakkan bercak basah di tengah-tengahnya. Lalu ditekannya titik basah itu dengan hidungnya.

“Mmmhhh… Gass…”, desah Vonny saat hidung Bagas menyentuh titik sensitifnya.

Bagas semakin mendesakkan hidungnya ke kain lembut yang menutupi vagina Vonny. Dihirupnya dalam-dalam aroma birahi dari cairan kental yang menembus dari balik g-string hitam. Kembali mengandalkan giginya, Bagas menarik segitiga pengaman tersebut turun. Tingkah Vonny semakin tidak karuan. Satu tangannya meremas-remas payudaranya sendiri secara bergantian. Jemari di tangan yang satunya lagi dikulumnya, sementara bibirnya tidak henti-hentinya mengeluarkan desahan dan erangan.

Kewanitaan Vonny kini terpampang jelas di hadapan mata Bagas, seiring terlepasnya pelindung terakhir raga yang indah itu. Sejenak Bagas mengagumi rahasia indah milik ketua BEM Fakultasnya. Begitu gemuk dan rapat, terawat dengan baik. Rambut halus di sekitarnya dicukur bersih, menyisakan segaris tipis tepat di atas liang yang sudah basah berkilat dengan pelumas alaminya. Dari balik liang sempit itu mengintip malu-malu bongkahan kecil berwarna kemerahan, yang berkedut-kedut seiring dengan engahan nafas pemiliknya.

Vonny melirik ke bawah, ke arah Bagas yang sedang mengagumi vaginanya.

“Bagas… jangan diliatin terus… gue malu…”, desahnya dengan wajah memerah. Satu tangannya mulai turun untuk menutupi organ yang selama ini selalu dia jaga dengan baik. Sejak tiga bulan lalu tidak ada mata yang mengungkap rahasia itu selain matanya sendiri. Di suatu siang tiga bulan lalu, di kamar rumahnya di Jakarta, untuk terakhir kalinya (mantan) cowoknya juga menatap kagum vagina yang rapat itu, yang dilanjutkan dengan persetubuhan panas selama dua jam, sebelum sore harinya Vonny naik kereta kembali ke Jogja. Saat itu dia tidak menyangka bahwa (mantan) cowoknya juga sering bermain-main dengan vagina lain selain miliknya.

Kenangan Vonny akan (mantan) cowoknya terputus, ketika dia merasakan udara hangat menyapu liang senggamanya. Dia kembali memandang ke bawah, dan melihat Bagas sedang meniup lembut vaginanya.

“Bagasshhh… Hmmhhh… Lu ngapainhh… Geliii…”

“Kalau gini, geli nggak?” bisik Bagas sambil menjulurkan lidahnya dan menjilat lembah kenikmatan itu dari bawah ke atas. Lalu dimainkannya sejenak lidahnya di klitoris Vonny.

“Arrrggghhh… lu nakal banget Gas… Hmmppfff… Geliii… enakk…”

“Geli apa enak?”

“Enaakkaarrggghhh…” Vonny mengerang saat lidah Bagas kembali menyusuri vaginanya. Lidah itu tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam liang yang telah dibanjiri lendir cinta. Sejenak lidah bagas berputar-putar di situ, lalu dengan sekuat tenaga bibir Bagas menyedot cairan birahi Vonny.

“Bagasss… aaahhh…”

Badan Vonny menggelinjang merasakan titik-titik sensitifnya dirangsang oleh Bagas. Jemari tangannya telah basah dengan air liurnya sendiri. Payudaranya semakin kuat diremasinya. Titik-titik peluh sekarang bermunculan secara merata di sekujur tubuhnya. Bagas tidak mengambil jeda sedikitpun. Setelah dinikmatinya cairan cinta Vonny, lidahnya dengan giat memainkan klitoris gadis itu. Pinggul Vonny terangkat-angkat menikmati permainan lidah Bagas yang gencar. Dua jari Bagas kini memainkan liang vagian Vonny, sementara lidahnya tepat bermain di klitorisnya. Tangan yang lain mengelus-elus paha Vonny yang mulus. Tangan tersebut merambat ke atas, sampai menemukan sebuah liang lain. Pelan-pelan Bagas mendesakkan jari kelingkingnya di lubang anus Vonny, dan dengan lembut mulai mendorongnya keluar masuk. Hanya sedikit lebih dalam dari permukaan, tidak sampai melesak, namun sudah bisa membuat Vonny semakin menggelinjang.

Lebih dari sepuluh menit titik-titik sensitifnya diserang oleh lidah dan tangan Bagas, Vonny tidak tahan lagi.

“Bagaasss… guehhnyampeeeaaarrrggghhh…”, dengan mengerang keras Vonny menikmati orgasme pertamanya. Lendir kental kembali mengalir keluar dari vaginanya. Bagas dengan telaten menjilati dan lalu menelan lendir itu. Vonny sendiri terkapar dengan nafas terengah-engah. Matanya terpejam, bulir-bulir keringat semakin membanjir. Beberapa helai rambutnya melekat basah di dahinya. Dada montoknya turun naik seiring tarikan nafasnya.

Bagas merangkak dan membaringkan tubuhnya sejajar dengan Vonny. Dikecupnya sekilas pipi Vonny, lalu jemarinya membelai-belai wajah cantik itu. Disingkirkannya beberapa helai rambut dari dahi yang basah mengkilat. Dibiarkannya Vonny menikmati gelombang kenikmatan yang baru saja menyergapnya.

Pelan-pelan Vonny membuka matanya, lalu menoleh ke arah Bagas sambil tersenyum manis. Beberapa saat lamanya mereka saling pandang. Tangan Vonny terulur dan membelai dagu Bagas.

“Lu hebat banget sih Gas”

Bagas ganti megulurkan tangannya dan mengusap pipi Vonny,

“Habis kamu seksi banget Von”

Tangan Vonny di dagu Bagas menarik wajah itu mendekat, merapatkannya ke wajahnya sendiri, lalu melumatkan bibirnya ke bibir Bagas. Vonny mendesakkan lidahnya masuk ke mulut Bagas, menikmati sisa-sisa cairan cintanya yang tertinggal di situ. Setelah puas, dipisahkannya bibirnya beberapa sentimeter dari bibir Bagas.

“Bagas curang”

“Kenapa?”

“Gue udah bugil gini, lu masih pake celana”

“Lepasin dong”

“Manja…”

Vonny bangkit dari tempatnya berbaring. Payudaranya mengayun indah saat dia bergerak. Bagas tidak dapat menahan tangannya untuk meremas dada itu dengan lembut.

“Ih, genit colek-colek”, kata Vonny. Dia sekarang duduk bersila di samping Bagas yang masih berbaring. Dengan terkikik pelan dia membelai-belai tonjolan yang masih terbungkus celana jeans biru.

“Kasian nih, mau bangun malah terkurung gitu. Udah berapa lama bangunnya ya?”, guman Vonny seperti berbicara sendiri sambil terus memainkan jarinya di situ. Bagas tersenyum nakal lalu menyahut pelan,

“Sejak toket kamu nempel di punggung aku waktu boncengan tadi”

“Hahhh? Dasar Bagas mesummm”, dan tanpa aba-aba diremasnya gundukan tersebut. Bagas spontan berteriak dan bangkit terduduk.

“Woi, ngawur kamu Von. Udah aku sayang-sayang tiap hari, eh main remes aja”.

“Abisnya nakal sih hihihi”, Vonny terkikik.

“Kamu tuh yang nakal”, sahut Bagas. Dengan sigap direngkuhnya leher Vonny lalu dilumatnya bibir merah merekah itu. Vonny sempat gelagapan menerima serangan yang tiba-tiba itu, tetapi dengan cepat dia bisa mengimbangi bagas. Mereka duduk sambil berciuman, tangan Vonnya membelai-belai selangkangan Bagas, sedangkan jemari Bagas memainkan puting payudara Vonny.

Ketika memisahkan bibir untuk mengambil nafas, Vonny berkata,

“Bagas sih mau nyosor terus. Ga jadi-jadi kan buka celananya”

“Ya udah, kamu bukain sekarang”, jawab Bagas sambil mengarahkan tangan Vonny ke gesper sabuknya. Dengan telaten Vonny membuka sabuk kulit itu, dan melemparkannya ke samping kasur. Tangannya sekarang membuka kancing celana Bagas dan menarik turun resletingnya. Bagas mengangkat pinggulnya saat celana jeans tersebut ditarik oleh Vonny. Penis Bagas yang mengacung sekarang hanya ditutupi oleh selembar boxer tipis.

“Dede nakal, udah berani nantang kaka ya?”, kata Vonny sambil menyentil batang yang mulai merembeskan cairan tipis di ujungnya itu. Bagas mulai merem melek menikmati sentuhan-sentuhan ringan Vonny di penisnya.

“Kok nggak langsung dicopot Von”, desah Bagas.

Vonny tidak menyahuti pertanyaan sekaligus permintaan Bagas itu. Sembari tangannya masih memainkan batang kejantanan Bagas dari balik boxer, Vonny merapatkan badannya lagi ke badan Bagas, dan kembali menyatukan kedua bibir mereka. Sambil terus berciuman, pelan-pelan jemari lentiknya meloloskan kain penutup junior Bagas. Kedua insan tersebut sekarang sama-sama telanjang.

Jemari Vonny mulai menggenggam penis Bagas yang sudah dalam posisi siap tempur. Jemari tangan yang lain memainkan sepasang bola yang bergantung di bawah batang yang tegang. Bagas mengerang di sela-sela percumbuannya. Lalu bibir Vonny pelan-pelan mulai terlepas.

Vonny menegakkan badannya sambil tetap menggenggam kejantanan Bagas. Otot yang tegang tersebut terasa hangat dalam genggamannya, dan terasa berdenyut-denyut seiring aliran darah Bagas yang mengarah ke situ. Dia mengamati kepala yang kemerahan dengan segaris lubang di ujungnya. Ada cairan bening yang mulai meleleh dari lubang itu.

Sambil terus mengamati Bagas junior, dia mulai memainkan tangannya turun dan naik. Bagas mengerang. Vonny pernah membaca di sebuah artikel kesehatan, ukuran rata-rata penis yang memuaskan secara seksual adalah lima inci, karena itu juga kedalaman rata-rata liang vagina wanita. Batang yang sekarang digenggamnya jelas melampaui kriteria tersebut.

Vonny mulai membungkukkan badannya dan menempelkan serta menggesek-gesekkan hidung mancungnya di kepala penis Bagas. Dia menjulurkan lidahnya lalu menjilat cairan pre cum di kepala kemerahan itu. Selanjutnya dia menusuk-nusukkan lidahnya di lubang tempat cairan tersebut meleleh. Sekarang dia menjulurkan lidahnya seluruhnya. Dengan tekun dijilatinya kepala penis Bagas sampai basah mengkilat semuanya. Vonny melanjutkan kegiatannya ke batang kemaluan Bagas. Lidahnya kini menyusuri urat-urat yang menonjol di sepanjang batang tersebut. Tidak satu titikpun yang terlewat dari sapuan lidahnya

Bagas hanya bisa menggelinjang menikmati sapuan lidah basah dan hangat di batang juniornya. Tangannya terjulur ke bawah, membelai-belai rambut Vonny yang halus. Lidah Vonny kini sudah di pangkal penis Bagas. Dia meneruskannya terus ke bawah, ke buah zakarnya. Dijilatinya kantung zakar itu, dan dihisapnya dengan lembut sepasang bola tempat Bagas memproduksi benih-benih kehidupannya. Bagas merasakan ngilu namun sekaligus nikmat saat bibir dan lidah kakak tingkatnya menari-nari di titik-titik rangsangan tubuhnya.

Tubuh sepasang insan tersebut telah bermandi keringat. Penis Bagas tampak lebih mengkilat karena air liur Vonny. Pelan-pelan lidah Vonny kembali menyusuri batang tersebut ke arah kepala kemerahan. Dikecup-kecupnya kepala junior Bagas. Vonny lalu merekahkan bibirnya, dan seperti dalam slow motion pelan-pelan dimasukkannya kejantanan Bagas ke dalam mulutnya.

Bagas mendesah keras sampai menutup mata. Kemaluannya kini terasa hangat dan lembab, terbungkus oleh mulut Vonny. Gadis itu sendiri terdiam sejenak, berusaha mengatur nafasnya agar tidak tersedak, sekaligus membiasakan mulutnya menerima benda asing itu. Dirasakannya penis Bagas mendesak sampai ke kerongkongannya.

Sejurus kemudian lidahnya mulai beraksi kembali. Di dalam rongga mulutnya, lidah tersebut menari-nari membelai penis Bagas. Kemudian kepalanya mulai naik turun, mengocok batang kejantanan tersebut dengan bibirnya yang merekah. Sesekali disedotnya kuat-kuat junior Bagas, sampai pemuda itu mengerang tidak karuan. Perpaduan antara kocokan bibir, sedotan dan permainan lidah di kemaluannya membuat Bagas seolah melayang di awang-awang. Hampir sepuluh menit diperlakukan demikian juniornya makin berkedut-kedut, aliran darahnya semakin lancar menuju ke selangkangannya, dan Bagas merasakan geli serta nikmat yang semakin memuncak. Dia khawatir pertahanannya jebol sebelum menikmati hidangan utama.

Pelan-pelan diarahkannya kedua tangannya untuk menangkup pipi Vonny. Ditahannya gerakan naik turun Vonny sampai berhenti. Dengan mulut yang masik disesaki dengan penis, Vonny melirik ke atas. Matanya membulat seakan bertanya kenapa Bagas menghentikan kegiatan yang juga membawa kenikmatan pada gadis itu. Bagas ganti menatap wajah Vonny, yang sialnya membuat pertahanannya kembali nyaris jebol. Wajah cantik dengan mata membulat nampak begitu imut, namun juga begitu seksi dan nakal dengan penis yang menyumpal bibirnya.

“Udah dulu Von, ntar aku nggak kuat”

Sambil tersenyum dia melepaskan penis Bagas, namun tetap memberikan kecupan-kecupan ringan di kepala yang kemerahan. Bagas menggeser duduknya lalu meraih celananya yang teronggok di samping kasur. Diraba-rabanya saku celana itu sampai dia menemukan dompetnya.

“Cari apa?”, tanya Vonny pelan.

“Kondom”, sahut Bagas singkat.

Seketika Vonny tergelak, “Dasar lu penjahat kelamin ya Gas, selalu ada persediaan kondom di dompet”.

Bagas hanya nyengir sambil merobek pembungkus kondom.

“Sini aku pasangin”, kata Vonny sambil menyahut kondom berwarna merah dari tangan Bagas. Dijepitnya ujung kondom itu dengan bibirnya, dan dia mulai membungkuk. Pelan-pelan dengan menggunakan mulutnya Vonny memasangkan kondom itu di penis Bagas yang masih mengacung tegak. Setelah terpasang dengan sempurnya, dijilatinya lagi penis Bagas, lalu kembali dimasukkannya ke dalam mulutnya.

“Ssshhh… Von… langsung aja yahh…”, desah Bagas.

Dengan mesra Bagas membaringkan tubuh Vonny. Dia kembali merapatkan bibirnya ke bibir Vonny. Sekarang gadis itu sudah tergolek pasrah, dengan tubuh Bagas menindihnya. Payudara montok Vonny mendesak dada Bagas. Sambil terus berciuman, tangan Bagas membelai-belai rambut panjang Vonny. Tangan Vonny sebaliknya mengarah ke bawah. Seiring dengan gerakan membuka sepasang pahanya, dia meraih dan menggenggam penis Bagas. Hanya dibimbing dengan naluri dasariah makhluk hidup yang sedang dilanda asmara, diarahkannya batang yang keras itu ke liang rahasianya yang semakin basah oleh lendir birahinya.

Nafas keduanya sama-sama tertahan ketika ujung penis Bagas sudah menempel di pintu vagina Vonny. Mata mereka saling bertatapan, dan masing-masing dapat melihat pantulan sinar birahi dan kerinduan akan kenikmatan terpancar dari jendela hati itu. Bagas sedikit mengangkat pinggulnya, dan dengan dibimbing oleh tangan Vonny yang tetap menggenggam juniornya, dilesakkannya batang kejantanannya ke liang senggama mahasiswi cantik itu. Keduanya mendesah dan mengerang bersamaan. Segala batas telah melebur. Mereka bukan lagi dua orang dengan asal usul yang berbeda, bukan lagi kakak dan adik tingkat, bukan lagi ketua dan anggota, namun sepasang manusia yang sudah menyatukan tubuhnya.

Sejenak Bagas mendiamkan penisnya terbungkus kehangatan vagina Vonny. Dia kembali menatap wajah Vonny yang tersenyum manis. Setelah Vonny merasakan bahwa otot-otot vaginanya terbiasa dengan kehadiran penis Bagas, dia mengangguk kecil. Maka pelan-pelan Bagas menggerakkan pinggulnya naik turun. Gerakan yang pelan dan teratur tersebut lama-lama menjadi semakin cepat. Kasur tempat mereka memadu cinta berderit-derit seiring dengan guncangan dua tubuh telanjang. Badan Vonny yang ditindih Bagas mulai bergerak tidak karuan.

Kaki Vonny menendang-nendang gelisah. Sepasang tungkai itu lalu dikaitkannya di pinggang Bagas. Dengan akses yang semakin terbuka itu, dirasakannya penis Bagas semakin dalam menusuk rahimnya. Tangan Bagas sendiri tidak henti-hentinya meremasi payudara Vonny yang memantul-mantul indah. Sekarang Bagas lalu menciumi sepasang buah dada, yang bergerak tidak karuan seperti puding di atas piring yang digoyang-goyangkan. Dijilatinya seluruh permukaan payudara Vonny. Disedotnya sambil dihisap-hisapnya puting yang sewarna dengan cappuccino itu. Bibir Vonny menceracau tidak jelas, mengekspresikan kenikmatan yang tidak terkatakan.

Tangan Bagas meraih tangan Vonny dan mengarahkannya ke atas. Sekarang kepala Vonny berbantalkan kedua telapak tangannya. Lengannya terbuka lebar. Lidah Bagas mulai beralih dari dada Vonny ke ketiaknya yang halus, bersih dan wangi. Dijilati dan diciuminya pangkal lengan Vonny itu, sampai Vonny berseru-seru karena kegelian, namun anehnya justru menambah kenikmatannya.

Setelah puas menjilati sepasang ketiak tanpa noda tersebut, Bagas mengarahkan kepalanya kembali berhadapan dengan kepala Vonny. Mereka berusaha berciuman, namun gairah yang memuncak ditambah hentakan badan keduanya yang begitu kencang, membuat mereka tidak bisa mudah menyatukan bibir mereka. Akhirnya mereka saling mencium dan menjilat bagian wajah manapun dari pasangannya.

Belasan menit Bagas dan Vonny menandak-nandak di sore hari itu. Ketika Vonny minta waktu sejenak untuk mengambil nafas, Bagas justru melepaskan penisnya dari vagina Vonny dan kemudian duduk. Vonny menapatnya dengan pandangan bertanya, sementara nafasnya masih tersengal-sengal. Tanpa suara Bagas membalikkan posisi tubuh semok itu sehingga sekarang tengkurap. Vonny pasrah saja diperlakukan Bagas demikian. Kedua tangan Bagas mulai merentangkan sepasang tungkai Vonny. Dia lalu meraih pinggang gadis itu untuk sedikit diangkat.

“Pelan-pelan Gas, masih lemes banget nih”

Mendengar itu, Bagas mengurungkan niatnya untuk mengankat pinggang Vonny. Sebagai gantinya diraihnya kaki kiri Vonny, diangkatnya sedikit dan diamatinya jemari mungil yang dihiasai cat kuku warna-warni itu. Jari-jari itu begitu imut dan bersih. Tanpa ragu Bagas menjulurkan lidahnya dan menjilati jemari itu.

“Gass… jorok tau…”

Bagas tidak peduli. Jemari kaki Vonny terlihat sangat terawat. Diteruskannya menjilati jemari itu satu persatu. Diraihnya telapak kaki yang lain dan dilakukannya hal yang sama di situ. Vonny harus mengakui perlakuan Bagas itu ternyata juga terasa begitu nikmat. Puas menjilati jari-jari mungil itu, sekarang Bagas menjilati telapak kaki Vonny.

“Gasss… Gelliii… lepasin Gass…”, Vonny berseru-seru kegelian. Bagas hanya nyengir sambil meneruskan siksaannya kepada Vonny. Namun di tidak berlama-lama di situ. Lidahnya kini menjalar ke betis Vonny yang indah seperti bulir padi telah masak. Dijilatinya satu-satu betis halus tanpa rambut itu. Vonny hanya bisa mendesah-desah keenakan menikmati jilatan lidah Bagas.

Lidah tersebut belum mau beristirahat. Sekarang persendian di balik lutut Vonny yang mendapatkan giliran. Rasa geli bercampur nikmat semakin mendera, saat lidah itu semakin bergerak ke atas. Dan Bagas membawa lidah itu semakin dekat ke pusat kenikmatan Vonny saat dia menjilati sepasang paha putih dan kencang. Kepala Bagas semakin naik mendekati pantat Vonny yang begitu montok. Dikecupnya sembari digigit-gigitnya pelan sepasang bokong sekal tersebut.

Vonny yang masih tengkurap sambil mengatur nafas dan menikmati aksi lidah Bagas di sepasang tungkainya tiba-tiba tersentak. Lidah Bagas kini menyusuri belahan di antara pantatnya. Lidah tersebut berputar pelan, dari atas semakin ke bawah, sampai berjuma dengan salah satu titik rangsangannya. Lubang mataharinya berkedut menerima sapuan lidah yang basah dan hangat. Bagas mengamati sejenak anus Vonny yang begitu bersih. Dihirupnya aroma birahi kakak tingkatnya itu, lalu ditusukkannya ujung lidah di lubang yang sempit itu. Beberapa jurus lamanya lidahnya menari di pintu lubang itu. Sesekali ditekankannya ujung lidahnya, seolah hendak menerobos masuk. Hal itu membuat Vonny semakin menggelinjang, dan bibirnya kembali mengeluarkan desahan-desahan nikmat.

Bagas menyadari bahwa bukan di situlah puncak percintaan mereka. Maka diarahkannya lidahnya turun, menuju ke gerbang lain. Gerbang yang begitu indah, yang menyimpan harta kenikmatan tak terkatakan di dalamnya. Dijulurkannya lidahnya dan kembali ditelusurinya gua kenikmatan itu. Disentilnya lagi klitoris Vonny, sehingga gadis itu tidak lagi mendesah melainkan mengerang sambil sesekali memekik nikmat. Kembali dua jari Bagas menyusup ke vagina basah itu dan dikocok-kocokkannya dengan penuh sayang.

“Gass… udah… masukinn sekaranggghhh… Masuki Gas…”

Rintihan Vonny yang mendamba nikmat itu sejalan dengan nafsu Bagas yang juga semakin memuncak. Maka dengan sigap Bagas bangkit dan berlutut. Diraihnya pinggang Vonny dan sedikit diangkatnya, sementara kepala Vonny masih tergolek di atas bantal. Pelan-pelan Bagas mengarahkan penisnya ke antara kedua kaki Vonny. Sentimeter demi sentimeter batang kejantanan Bagas mulai masuk. Dirasakan vagina yang rapat itu memijat juniornya dengan begitu nikmat. Erangan Vonny mengiringi proses bersatunya kembali kedua raga mereka. Sampai akhirnya seluruh kejantanan Bagas ditelan liang kewanitaan Vonny.

Bagas sedikit membungkuk ke depan. Kedua tangannya menangkup sepasang payudara Vonny. Diremas-remasnya di dipelintirnya putting yang mengeras di puncak kedua bukit itu. Sembari merangsang Vonny di dadanya, Bagas menggerakkan pinggulnya maju dan mundur. Gerakan yang lama-lama menjadi semakin cepat, yang diimbangi dengan goyangan pinggul Vonny.

Vonny menggigiti bantal untuk meredam teriakan kenikmatan yang dirasakannya. Vaginanya terasa begitu nikmat disodok oleh batang kuat yang berurat. Remasan tangan Bagas di payudaranya membuat di semakin melayang. Dia lalu menoleh ke belakang, dan menatap Bagas dengan pandangan sayu. Bagas mendekatkan mukanya ke kepala Vonny, dan mereka berciuman dengan penuh gairah. Badan mereka menghentak tanpa henti. Setelah puas saling bertukar air liur, Bagas menegakkan badannya dan melepaskan tangannya dari dada Vonny. Tangan itu sekarang mencengkeram pantat Vonny yang begitu sekal. Sejenak payudara Vonny berayun-ayun seirama hentakan badannya. Tidak lama kemudian Vonny menangkup payudaranya sendiri dan meremas remas dengan penuh nafsu.

Seolah tanpa kenal lelah Bagas terus memacu goyangannya, mendesakkan penisnya semakin kuat di dalam vagina Vonny. Sesekali ditamparnya pantat Vonny hingga kulit putih mulus tersebut merona merah. Vonny merasakan rangsangan demi rangsangan tersebut semakin membawanya dekat ke puncak kenikmatan. Hingga pada satu waktu, jemari Bagas membelai-belai pantat montoknya. Jemari itu lalu menyusuri lembah indah di antara bokong yang sekal. Menyusuri terus sampai kelingkin Bagas menemukan anus Vonny. Vonny yang sedang membumbung karena sodokan penis di vaginanya tersentak saat jari Bagas melesak beberapa senti meter ke dalam anusnya. Jari itu menyentuh titik-titik rangsangan yang selama ini tersembunyi. Ketika jari Bagas sedikit berputar di lubang anusnya, titik tersebut mengirimkan sinyal yang tidak dapat ditahannya lagi, sinyal untuk melepaskan puncak birahinya.

“Gasss… gue nyampeee….. aarrrggghhh…”


 

Vagina Vonny berkedut kencang menyemburkan cairan orgasme, yang jauh lebih dahsyat daripada orgasme pertamanya. Kedutan vagina tersebut tak ayal meremas penis Bagas, yang juga sudah hampir di puncak kenikmatan. Tanpa bisa ditahan lagi, Bagas berteriak sambil menyemburkan air maninya,

“Vonnyyy… kammuhhh daahhssyaattthhhh….”

Dua insan sedang terbaring di atas ranjang. Tidak sehelai benang pun melekat di badan mereka. Bagas menatap langit-langit. Kepala Vonny ada di dadanya. Tangan Bagas membelai-belai rambut panjang yang halus di kepala gadis cantik itu, sedang tangan Vonny bermain-main di dada dan perut Bagas. Tungkainya yang mulus dan jenjang menjepit kaki Bagas. Ketika kakinya menyenggol penis Bagas yang sudah lemas, Vonny terkikik pelan. Dengan sengaja diteruskannya menggesek-gesek penis yang telah memberi kenikmatan kepadanya itu dengan pahanya.

“Mhhh…”, Bagas mendeseh pelan.

“Kenapa? Mau lagi?”, bisik Vonny.

“Nggak, aku lemes banget”, balas Bagas. Tangannya turun menyusuri tulang punggung Vonny, terus turun sampai bermuara di belahan pantatnya yang montok. Dimainkan sejenak jarinya di situ, lalu diremasnya mesra bulatan pantat yang kencang itu.

“Nakal”, bisik Vonny lagi.

Keduanya kembali berdiam diri, membiarkan kulit tubuh mereka yang telanjang berkomunikasi dengan caranya sendiri.

“Gas”, Vonny memecah keheningan.

“Hmmm?”

“Makasih ya”

“Buat apa?”

“Udah nganterin gue, udah nemenin gue, udah… eh…”, mendadak wajah Vonny merona, lalu dia berbisik pelan “em… mau ML sama gue”.

Bagas nyengir. Dia mencubit hidung mancung Vonny.

“Yang pertama sama yang kedua, itu udah kewajiban teman. Yang ketiga, er…, kayaknya aku yang harus makasih deh”

Vonny tersenyum, lalu mengecup dada Bagas.

“Gas”

“Hmmm?”

“Ah, Bagas gitu deh. Dari tadi cuma ham-hem-ham-hem terus”

Sambil tertawa Bagas bangkit dari tidurnya. Dia duduk bersandar di dinding kamar, sedangkan badan Vonny ditariknya hingga menyandar di tubuhnya. Vonny dapat merasakan penis Bagas dengan lembut mendesak punggungnya. Tangan Bagas menuju ke depan dadanya, dan menangkup sepasang payudaranya. Diremas-remasnya dengan lembut. Vonny sedikit menggelinjang sambil mendesah pelan. Bagas mengarahkan bibirnya ke leher Vonny yang jenjang. Dikecupnya lalu digigitnya lembut.

“Iya, aku dengerin. Mau omong apa?”

Vonny memperbaiki posisi tubuhnya. Satu tangan Bagas turun ke bawah, mengelus pahanya.

“Elu mau lagi?”

“Kan udah aku bilang, aku lemes nih Von”

“Maksud gue nggak sekarang Gas, tapi besok-besok”

Bagas membenamkan wajahnya di rambut Vonny yang lembut. Beberapa saat lamanya dia diam, menghirup aroma wangi rambut Vonny. Kemudian tangannya menggamit dagu wajah cantik itu dan diarahkan untuk bertatapan dengan dia. Sekilas dikecupnya bibir merekah itu, lalu dengan lembut namun tegas Bagas berkata,

“Von, kamu cantik dan seksi. Aku makasih sekali boleh ML sama kamu. Hari ini indah banget. Tapi kalo seterusnya, well, tubuh aku memang nggak akan nolak. Tapi mumpung kita baru ML sekali aku omong aja, soal hati aku nggak siap. Aku belum mau pacaran, belum mau bikin komitmen. Kamu tau sendiri kan hidupku kayak gimana. Kamu pasti udah denger juga ada teman-teman yang pernah ML sama aku. Aku nggak bisa langsung bertobat jadi alim, aku nggak bisa langsung setia sama satu orang saja. Aku nggak bisa jamin Von, kalau aku jadi pacar kamu sekarang, aku nggak akan ngecewain kamu”

Vonny termangu mendengar perkataan perkataan Bagas yang panjang lebar itu. Setengah berbisik dia berkata,

“Hmmm, Gas…, siang ini gue ngerasa nyaman banget. Apalagi setelah tadi siang gue nangis abis-abisan. Gue pengen ngerasa nyaman kayak gini terus. Tapi elu bener sih, terlalu cepat untuk bikin komitmen baru. Guenya aja yang mellow abis diputusin langsung pengen cari ganti.”

“Ya liat aja ntar gimana Von. Aku ngaku, udah tertarik sama kamu sejak pertama kali liat… eh… toket kamu”

Tuk! Tangan Vonny memukul pelan kepala Bagas yang ada di bahunya. Bagas terkekeh lalu melanjutkan,

“Tapi buat macarin kamu, aku belum berani Von. Aku masih bejat gini, nggak pantas buat kamu. Kamu terlalu indah untuk dipermainkan”.

Semburat merah kembali merambati wajah Vonny mendengar kata-kata Bagas. Semerah sinar matahari yang sudah mulai tergelincir ke barat, yang menembus kaca jendela kamar. Tanpa suara Vonny menegakkan tubuhnya lalu berbalik menghadap Bagas. Didorongnya pelan tubuh kekar itu hingga kembali berbaring telentang. Vonny lalu merangkak sampai kepalanya ada di atas dada Bagas yang bidang. Dijulurkannya lidahnya dan dimain-mainkannya di situ.

“Dasar Bagas buaya”, bisik Vonny pelan sambil nyengir.

“Biarin”, Bagas balas berbisik.

Jilatan Vonny bergerak turun, menyusuri tulang rusuk dan perutnya. Lidah basah itu bermain-main di pusar Bagas, yang memejamkan mata sambil mulai menggelinjang.

“Bagas playboy”, bisik Vonny lagi.

“Emangghhh…”

Lidah Vonny kembali bermain. Dari pusar mulai turun, membasahi rambut lembut di sekitar penis Bagas. Digigitnya pelan kedua biji pelir sambil diremasnya pelan.

“Bagas penjahat kelamin”, kembali bisikan Vonny terdengar.

“Mhhh… Vonn…”

Pelan-pelan Vonny merekahkan bibir indahnya. Penis yang masih setengah tegang itu dimasukkan dengan lembut ke dalam mulutnya.

Rabu, 07 Oktober 2015

Ngentot Dengan Cewek Berjilbab Part 2




Setelah malam itu , aku n nita pun tidur seperti biasa, ak di kasur bawah , dia di kasur atas.. bedanya? yaa pasti temen-temen tau lah , kita nglakuin hal itu sekali lagi tapi karna jam sudah menunjukkan waktu 2.00 dini hari , kayaknya juga ga layak buat dilanjutin Sabtu pagi , ak sempet bangun karna kebelet pipis , ak liat nita udah bangun.. dia ibadah.. jam berapa ini mmangnya? apa udah subuh? ternyata belum.. masih jam 3 .. rajin banget dia, meski udah capek sama ak semaleman dia masih mlakukan sunnah? ak pun mulai mrasa dilema disini.. apa aku pantes ngerusak sahabatku yg baik alim gini? tapi kalo dipikir - pikir dia dulu yg ajak, bukan aku.. lagian memang enak juga rasanya

Nita : eeh der , kebangun? ato memang udah bangun?
Derry : Emm anu nit , mau pipis..
Nita : hmm pipis ya.. boleh ak liat kmu pipis?
Derry : jangan nit , udaah .. lagian kmu barusan aja slsai tahajjud.. nanti pahala nya gajadi dapet lo
Nita : hmm iya deer maaf deh.. tapi lain kali boleh kan?
Derry : iyaa nit , ok deh

Ak pun kembali tidur , nita sepertinya ga tidur lagi.. sekitar jam 4 ak dibangunin nita buat subuhan.. dan jam 5 bundanya nita dateng , ternyata ada keperluan mendadak yg bikin bunda-nya nita pulang..

Bunda : eeeh derry , tidur sini nak kemaren?
Derry : iyaa bunda , nemenin nita , kasian dirumah sendirian (karna udah dianggep keluarga sendiri , ak pun sering dipanggil nak oleh ortu nita , bgtu pula ak mmanggil bunda dan ayah ke ortu nita)
Nita : maa , ak laper.. mama bawa makanan ga? kmaren kentang nya dikit banget.. baru bbrapa kali dimakan , udah abis disambet derry
Bunda : nak derry laper banget ya kayanya? maaf ya nit , kmaren mama lupa mau mesenin kmu makanan , kan mama sibuk disana.. kasihan pamanmu nit , kamu tau kan?
Nita : hmm iya ma , ak tau.. tapi mama bawa kan pesenan nita?
Bunda : iyaa mama bawa kok , nih buat kmu sama nak derry .. mpek-mpek palembang kan?
Nita : yeeee makasih maaa
Derry : makasih bunda , aduh jadi ngrepotin
Bunda : ah ndak nak , kbtulan mampir ke toko , inget juga pesennya nita, akhirnya mama beliin deh..

Stelah itu aku pun pulang.. karna memang nita sudah ditemenin bunda di rumahnya .. oiya , sabtu sekolah ku libur.. memang sih ada ekskul atau kegiatan lain di sekolah khusus buat hari sabtu.. tapi ak males.. daripada masuk , mending nge-game kan? iya ga?

Huufftt.. akhirnya kembali ke hari senin.. dimana kegiatan rutin sekolah , pelajaran tambahan kelas 3 , les yg bikin bosenin, dimulai dari sini.. kenapa ya? dari minggu ke senin jaraknya 1 hari , kalo senin ke minggu ? 7 hari harusnya adil dong .. minggu ke senin jaraknya 7 hari juga
dudukku di kelas? pasti kalian tau deh.. ya bener , ak duduk di pojok belakang , dimana tersedia colokan buat charger laptop , dan wifi paling kenceng di daerah belakang sini ak duduk sama Ridho temenku yg culun , tapi kalo masalah game gila, jago banget.. nah itu dia dateng..

Derry : eh dho , lu udah kelar apa blum misi kmaren ?
Ridho : misi apaan? DN? ak maen dota kmaren bro.. ada latian buat turnamen
Derry : weh , lawan anak mana lu skarang? bukannya kmaren lu kalah?
Ridho : kali ini jangan sampe bro , soalnya kalo kalah , gugur deh
Derry : semangat 45 bro.. nih gua kasih minum yg udah gua doa in biar lu maennya gak cacad
Ridho : ah asem lu, gua pake hero gua , diem deh cocot lu

ak lihat nita pun dateng.. dia memang anak pinter , ceria , ramah ke semua temen.. duduknya dimana? anak sepinter dia mah selalu duduk depan papan.. gapernah pindah mah dia.. duduk nya aja sama Hana yg sama pinternya tuh.. bayangin coba juara 1 n juara 2 paralel , duduk sebangku? gatau tuh apa mreka kerjasama , atau bahkan rival sebangku? masa bodoh.. yg penting ga ganggu urusan game ku gamasalah
eh nita kebelakang? mau ngmg sama aku kah? kok ga naruh tas di depan? apa dia ga duduk depan?

Nita : emm ridho , mau tuker tempat duduk ga?
Ridho : lho nit tumben banget mau duduk blakang? knapa? blom garap PR pak Noto yaaa?
Nita : mm , nggak dho , cuman gaenak badan aja akuu.. boleh yaa? kmu duduk sama Hana gih , ajak ngobrol dia
(si ridho naksir berat sama si Hana , tapi meski dia tau hana suka ke ak , itu smua ga dimasalahin sama ridho.. karna dia tau ak ga fokus ke punya pacar tapi game)
Ridho : eh nit , gila lu malu gua.. lu tau sendiri kan terakhir ak ngomong sama hana kya gmana?
Nita : ahaha tenang aja kalo dho , lagian hana sendiri kok yg minta biar duduk sama kmu
Ridho : ah yg bener nit? aduh gugup nih gua
Derry : ayo dho , kesempatan.. sambet aja dah , kalo bisa genggem tangannya .. tembak skalian biar modar
Ridho : wismilak ya bro.. duh smoga gua ga pingsan

Akhirnya ridho pun duduk depan , nita duduk di sebelahku.. aneh.. dia gapernah duduk belakang sebelumnya..
Derry : kmu beneran gaenak badan nit? knapa masuk skolah?
Nita : nggak der , ak sehat kok ak cuma pengen aja duduk belakang.. kayanya seru
Derry : ati ati lho.. nanti ga konsen pelajaran kmu
Nita : (suara lirih) kita liat aja sapa yg bakal ga konsen
Derry : hah? apa nit?
Nita : hmmm, ak ga ngmg apa apa kok der

Pelajaran pun dimulai.. hari ini pelajaran Matematika , Bing , BI .. pelajaran UAN semua nih.. kalo bing sih ane lancar.. maklum , gamers taunya inggris mulu.. tapi kalo BI , ane paling lemah.. nita nih yg pinter. di plajaran matematika dia yg paling mndominasi.. banyak prtanyaan guru yg dijawab.. ak gamau kalah , di Bing ak libas pertanyaannya.. kami rebutan pertanyaan nah ini.. waktunya BI.. saatnya ak diem karna memang ak ga pinter di BI

Nita : knapa der kok murung gitu?
Derry : kan kmu tau nit btapa malesnya kalo pelajaran BI
Nita : hmm .. mau ak bikin smangat ?
Derry : ah udah nit..
Nita : maksudnya udah?
Derry : yaa kmu duduk di sblah ku udah bikin ak smangat (jarang jarang nih ak gombalin cewe' gini)
Nita : iya taah ? kalo gtu biar lbih smangaat..
(tangan nita gerilya ke daerah paha ku.. ak ngrasa gugup skaligus kaget.. nita mau apa? dia mau ngapain?)
Derry : nit, sssh nit , jangan .. heh ini di kelas..
(ak pun dengan gugup toleh depan kiri , (karna duduk ku pojok kanan belakang) mmang spertinya gaada yg merhatiin belakang.. apalagi tangan kanan nita gerilya , tapi dia ngadep depan sama tangan kiri mnyangga dagunya)
Derry : nit , jangan.. pliss jangan di kelas gini (sambil bisik ke nita)
Nita : hmm? mungkin dgan gini kmu bisa smangat blajar BI
(tangan nita mulai nakal.. sedikit demi sedikit dia buka resleting celana ku , masukin tangan kanannya , ngelus konti ku dari luar cd.. bikin konti berontak tapi gabisa.. bergemul di dalam cd kaya' binatang sumpek yg mau keluar kandang )
Nita : hmm knapa der? kok kmu merem melek gitu? hmmm? (sambil masang wajah menggoda + imut gitu)
Derry : uuh nit , jangan laah.. gmana klo nanti... eeeeh (tangan nita entah gimana berhasil ngluarin konti ku dari cd lewat samping kanan cd.. akhirnya kontiku keluar bebas dari celana.. ak sembari bingung langsung nutupin tangan nita n konti ku pake jaket yg ak bawa)
Nita : gimana? sensasinya beda kan?
Derry : ssst jangan keras2 bilangnyaa.. depan ato kiri kita bisa denger.. awas lu nit.. gua bales ntar



 


kocokan tangan nita ke kontiku pelan , lembut banget.. emang bener kata nita.. sensasinya beda.. ak lebih deg - degan , dan langsung keras mentok nih konti karna sensasi di suasana ramai gini, apalagi di kelas? ada guru lagi.. tapi mreka ga curiga sama skali.. karna mmang nita sambil ngadep depan..
bbrapa kali ak pengen rasanya bersuara karna emang enak banget.. tapi ak tahan.. sesekali ak pengen nglepas tangan nita dari kontiku.. tapi gimana? udah terlanjur enak.. rasa deg-degan ini bikin kocokan nita kerasa tambah enak.. apalagi sesekali nita noleh n senyum ke ak dengan wajah manisnya.. duh nit.. kasian nih konti , rasanya pengen teriak saking enaknya..


saking lembutnya kocokan nita , gak sengaja ak melenguh agak keras..

Derry : uuuuuumh ..

Sontak setengah kelas langsung noleh ke belakang .. ak langsung gugup .. tangan nita langsung ak lepasin dari konti ku.. anak anak masih belum curiga karna memang di meja ku laptopku ak buka..

Nita : anu pak Noto , ini derry tanya, itu kenapa kok kalimat efektif diharuskan muncul saat penulisan sebuah artikel?
Derry : emm makasih nit , maaf kmu sih , ngocoknya bikin keenakan (pikirku pinter banget nih nita.. pikirannya bisa fokus ke pelajaran sama megang konti ku.. apa dia ga pengen juga?)
Noto : pertanyaan bagus nita, jadi, kalimat efektif itu ... bla bla bla
Setelah nita ngluarin pertanyaan itu, pandangan anak anak langsung fokus ke depan lagi .. anak yg duduk depan ku , ngadep belakang dan tanya ke ak
Nida : knapa der kok tadi suaranya agak ngeluh gimana gitu? game lu kalah lagi?
Roni : heh gila lu der.. plajaran BI susah gini masih aja lu nge game? parah lu emang
Derry : iya nih emang.. maaf yah ganggu konsen kalian.. lagi seru nih gamenya
Nita : makanyaa fokus dong kalo plajaraan saapa hayo yg bilang tadi bakal ga konsen plajaran? eh kmu sendiri tnyata
Derry : awas yaa nit , gw bales nantii
Nita : huh , nggak takut

Wajah nita jelas banget nggoda ak , secara ga langsung nunjukin kalo nita pengen nerusin hal tadi.. ternyata ak keluar.. sperma ku nyemprot di lantai sama di kaki meja.. dan otomatis jaket ku kena deh duh gini ini lho.. gimana coba nanti ak make jaketnya pas pulang.. lumayan banyak lagi..
Sepanjang pelajaran nita senyum puas karna bisa nggoda ak , + bikin ak keluar.. tapi tunggu aja yaa nit.. abis ini waktunya pulang, ak bales.. pasti

Selasa, 06 Oktober 2015

Ngentot Dengan Cewek Berjilbab Part 1






Hari Jum'at , tepatnya setelah UTS semester 1 , ortu Nita keluar kota untuk mengunjungi saudaranya yang sakit keras. Nita gaikut karena memang jauh dan bakal memakan waktu banyak, tentunya Nita bisa ketinggalan pelajaran kalau ikut ortunya. Ortu kami berdua sudah dekat layaknya keluarga. Kadang Nita nginap di rumahku , aku nginap di rumahnya Nita. Kalo Nita nginap dirumahku , dia tidur sama adekku cewe , nah kalo aku dirumah Nita , aku boleh sekamar sama Nita tapi aku kasur bawah , dia kasur atas.
Pasti kalian anggep aku aneh.. kenapa? lhoh kan sudah sering bubuk sekamar, kan bakal ada momen - momen hot yang kalian lewati?
Jawabannya belum.. karena ane lebih cinta sama koneksi internet rumahnya Nita yang mencapai 5 Mbps yang tentunya ane bisa ngegame semalem suntuk

tapi di malem ini , ada suatu hal terjadi.. yang bikin aku terkejut sekaligus senang.. semua berawal setelah isya'
Nita : eh Der , misi ini lu udah apa belom? ane susah banget nih misi ga selese- selese dari kemaren
Derry : mana sih , ah itu mah aku udaaah malahan ak uda misi lanjutannya tuh.. emang sih tuh misi susaah
Nita : GB in aku dong pliis , kmu kan baeek
Derry : haish mesti kan, ane yg apes , kalo kamu dapet item bagus aja. . bagi juga kagak
Nita : hihi kan beda urusaan.. bentar yah ak shalat dulu.. kmu udah apa blum?
Derry : Oiya abis kmu aja deh..

Nita meski dirumahnya , kalo ada aku pun , dia masih pake kerudung.. Nita kalo dari penilaian temen - temenku nih ya, dia itu ibarat kembang desa.. ada yg nglakuin inspeksi , katanya sih Boobs nya ukuran 36 B , pantat nya? semok gitu deh.. ane baru nyadar kalo emang gede pas dia ane liat mau wudhu ke kamar mandi.. eh iya ternyata kata temen - temen bener.. tapi ah udah jangan mikir aneh - aneh.. dia kan temen baikku..

Nita : udah nih Der , lu shalat gih.. kalo udah , sekalian yah ambilin minum di kulkas , sama kentang yg tadi ak beli ambilin jugaak
Derry : ah elu nit kenapa ga skalian aja tadi pas kamu naik
Nita : udaah sana gih , kan buat kmu jugak
Derry : iyaa iyaa woles aja
Nita : heeh donlod lagi lu der, bukannya bokep lu udah banyak?
Derry : eeh jangan menghina yak.. itu bukan bokep kali nit , itu ak donlod film namanya Escape Plan katanya temen - temen bagus
Nita : oooh kirain.. kan biasanya kmu donlod gituaan
Derry : kalo mau liat donlotan bokep , cari aja di folder "Microsoft Words" disitu semua ane pindahnya
Nita : ahahahaha lu pinter amat kalo nyimpen
Derry : udaah diem lu nit..

Setelah shalat , ane pun ambil tuh minuman sama kentang yg nita pesen.. oiya nita menurut ane tajir banget.. anak tunggal sih memang , cuman apapun yg nita butuh pasti ada.. dia aja kadang kalo ga macet nih ya, naik mobil sendiri kalo ke sekolah.. gila kan?
aku segera ke atas soalnya event game ku udah mau abis jam 12 nanti jadi kudu cepet cepet nyelesein biar bonusnya banyak.. stelah ak keatas , nita sambil tengkurap sama liat film pake laptopku

Derry : eh liat apaan lu nit?
Nita : enggak , inii aku liat kayaknya bagus nih ..
Derry : eh gila lu liat bokep abis shalat ? wah parah nih anak
Nita : hehe kamu siih pake beritau foldernya segala, ya aku buka.. kan penasaran juga
Derry : yaah gapapa lah ati ati nafsu looh sini ak pake aja laptop lu.. misi ku belum kelar nih
Nita : iyaa pake aja..

Nita asyik nonton bokep yang ada di folder khusus ku , dan sesekali ngajak ak ngobrol sih , tapi ak lebih fokus ke game ku karena memang dikejar deadline event

Nita : asyik nih ceritanya , kaya real life yah .. pinter lu der kalo nyari bokep
Derry : iyalah , tapi cowok itu kalo liat bokep kadang ya di skip gitu deh langsung ke acara utama
Nita : eh der , kmu pernah ga sih , gini ini?
Derry : gini apaan?
Nita : emm ini , yaa kya di film ini..
Derry : gapernah nit , emang kenapa?
Nita : emmh gapapa sih, cuman tanya aja.. emang biasanya kalo kmu liat terus ngapain?
Derry : haha , yaa layaknya cowok lah nit , pasti kmu tau..
Nita : apaan emang der? ngapain?
Derry : haduuh gini ini nih (sama aku peragain cara ngocok tapi dari luar celana)
Nita : ooooh itu yah.. emang rasanya gimana?
Derry : (aduh aku ga konsen nge gamenya nih) yaa gimana ya nit , enak enak gimana gitu deh.. emang kalo kmu nonton gitu kmu ngapain?
Nita : jujur yaa, aku sering sih liat ginian.. tapi ak gatau harus ngapain.. kadang pingin sih kaya di film-film itu.. ak rasanya kalo liat bokep mesti aku ndredeg deh , sama di selangkangan ku kaya gatel gitu
Derry : oooh ya memang gitu reaksinya kalo liat bokep nit..
Nita : cowo kok bisa sih megang punyanya sendiri gitu? emangnya enak yah?
Derry : yaa enak lah nit , apalagi kalo misah cewe di film itu kmu bayangin sama orang yg disuka
Nita : ooh kalo kmu memang bayangin sapa? kan ak taunya kmu gasuka sama sapa sapa
Derry : ahaha kalo ak ga bayangin sapa sapa nit yaa ak bayangin cowo yg nglakuin di film itu aku
Nita : ooh gitu yaa

udah stengah jam Nita liat bokep itu.. bokepnya emang durasi panjang.. JAV , pasti ngerti kan? durasinya memang sampe 2 jam an.. tangan nita secara ga sadar di paha ku , sama narik pelan celana ku gitu kalo pas adegan si cowo masukan ke si cewe

Derry : kenapa nit?
Nita : emm enggak , ituu apa ga sakit yaa gitu itu
Derry : gatau juga nit , ak belum pernah sih
Nita : kmu emang gaada rasa pengen?
Derry : yaa pengen sih kadang tapi bingung juga sih sama sapaa
Nita : emm sama sih ak jadi pingin juga nih kalo liat.. kmu mau?
Derry : hah? apa nit?
Nita : eh emm enggak , bercandaaa

ak liat wajah nita merah kaya malu gitu.. ak juga sempet ndredeg banget waktu nita bilang dia mau nglakuin kaya di film itu.. tapi ak bingung mau nanggepin apa.. secara aku juga belum pernah..
Derry : udah deh nit jangan ditonton terus , nanti kmu pengen loh
(aku pause pas adengan BJ dan liat wajah nita yg kaya ga puas , tangan kirinya di pahaku , tangan kanannya kaya' nutupin selangkangannya gitu)
Nita : emm der gimana sih rasanya diemut gitu?
Derry : aduh nit aku gatauu aku gapernaah
Nita : hmm , gitu yah , ak penasaran sih gimana rasanya
Derry : ahaha tuh kan mulai ngaco.. udah deh close aja bokepnya , ayo lanjutin maeen keburu abis eventnya
Nita : der.. kmu mau ga kalo ak nyoba yg kaya di film itu?
(aku bener bener kaget si nita frontal banget kaya gini.. gapernah sebelumnya dia kaya gini aku pun ga karuan gatau ngomong apa)
Derry : eh aduh , anu nit , emm anu..
(masih gugup belum selese , tangan kiri nita ngelus elus senjata ku sama kaya wajah penasaran gitu ngeliatin celanaku)
Nita : maaf ya der , ak bener bener penasaran.
Derry : em anu nit.. buka aja deh celananya gapapa kalo mau liat
(ga basa basi , nita langsung buka celana n cd ku , sama megang konti ku yang udah tegang kaya tiang bendera gitu.. nita ngliat sama keheranan)
Nita : gini yah punya nya cowo itu..
Derry : lhah bukannya kmu sering liat bokep? kan udah tau?
Nita : ak gapernah liat depan mata ku langsung gini der.. klo diliat gede juga yah
(aku gatau ya ukuran normal punya cowo berapa , yang jelas kalo lagi tegak gini ukuranku sekitar 18 cm deh)
Nita : aku kocok ya der , boleh?
Derry : eh , emm boleh nit , boleh (gila , baru kali ini ak dikocok sama tangan cewe.. anget banget.. ndredeg ga karuang serasa nih kamar panas banget)
Nita ngocok punya ku sambil ngeliatin wajahku sesekali , wajahnya keliatan banget kalo dia bener bener pengen nglakuin ginian

Nita : punya mu besar juga yah der , coba kalo kmu punya pacar , pasti dia seneng banget loh der
Derry : uuh nit , ini pertama kali ak dikocokin cewe, rasanya enak banget gila nit , aaaah
Nita : hmm ,bener enak? sama sih der , ak juga pertama nih der , deg - degan banget rasanya aku pengen ngemut der? boleh ?
(kepalaku sampe ndongak keatas saking enaknya, pertama kali ak kaya gini , apalagi sama sahabatku sendiri)
Nita jilat konti ku dari bawah keatas , pelan pelan.. keliatannya dia kaya' udah pengalaman gitu.. sesekali dia jilat ujung kontiku yang bikin seluruh badan merinding
Derry : Aah nit , emut punya ku nit , emut yg kenceng nit , jangan cuma dijilaat
Nita : hmm , seenak itu kah? oke deh , ak coba emut yaa
(uuh kontiku mulai masuk ke mulutnya nita.. rasanya anget banget.. beda banget kaya ak ngocok sendiri biasanya.. ini sensasinya lain.. )
Nita : umh , uumh , uumh , enak ga der? maaf yaa ga sampe bawah ngemutnya, punya mu gede banget soalnyaa
Derry : aaah terusin nit , aaah enak banget nit.. aah enaak






Selama 15 menit nita ngocok , ngemut n jilat kontiku.. saking enaknya ak sampe ndongak terus dan gatau kudu ngapain .. ak ngerasa pengen juga njamah tubuh nita.. ak gamau dienakin gini terus , ak kudu bales nita sampe dia keenakan
dari malam ini ak tau satu hal.. ternyata Nita , sahabat ku , dia cewe yg nafsuan yg nafsunya sudah terpendam lama , dan baru ke aku nafsunya menetas semua

Jumat, 02 Oktober 2015

Bercinta Dengan Kakak Kandung Part 5


Entah kenapa semakin lama orangtua kami ada di rumah, malah jadi pemancing aku dan kak Risa untuk semakin nekat mencoba hal yang lebih gila dan liar. Itu karena sensasi sembunyi-sembunyinya, apalagi mereka adalah orangtua kami sendiri. Tentunya mereka tidak akan menyangka hubungan anak-anak mereka segila ini, terutama kak Risa yang bagi mereka adalah anak yang paling penurut dan baik perangainya.

Aku sesering mungkin meminta ingin berbuat mesum pada kak Risa. Semuanya dituruti kak Risa tanpa keberatan. Bahkan lebih banyak dia yang menawarkan padaku. Kami curi-curi kesempatan untuk melakukan berbagai aksi cabul. Mulai dari hanya cium-cium dan gerepe-gerepe, tukaran air liur, sampai genjotin mulut kak Risa hingga dia muntah-muntah. Semuanya kami lakukan diam-diam di belakang Papa Mama, tapi malah berharap seandainya mereka melihat apa yang kami lakukan.

Seperti halnya sekarang ini, saat malam waktu Papa Mama sudah tidur aku lagi-lagi menyusul kak Risa ke kamarnya. Senang banget ketika aku masuk aku langsung disambut senyum manis kakakku yang cantik. Busananya juga sangat menggoda. Dia mengenakan setelan favoritku, kemeja putih lengan panjang dengan beberapa kancing atasnya terbuka, tanpa celana dan celana dalam tentunya yang lagi-lagi membuat vaginanya terekspos bebas.

“Kak Risa memang kakak yang paling cantik” ucapku sambil memperhatikan kakakku dari atas hingga bawah.

“Huuu… sok muji-muji, paling di pikiranmu cuma ada pikiran cabul sekarang, iya kan dek? hihihi”

“Hehe, tapi kakak emang cantik banget kok… Aku beruntung banget punya kakak kayak kak Risa” pujiku tak ada henti-hentinya padanya. Kakakku ini memang pantas dipuja-puji.

“Iya deh makasih. Kan emang khusus buat kamu, adeknya kakak yang paling mesum”

Ugh… kak Risa memang sangat baik. Akupun langsung menyeretnya ke ranjang dan menghimpit tubuhnya, sampai-sampai lupa menutup pintu kamarnya terlebih dahulu. Dia sendiri tampaknya tidak mempermasalahkannya. Bahkan mengatakan sesuatu yang membuat aku terkejut tapi juga sangat excited.

“Dek, pintunya gak usah ditutup aja yah malam ini, dibuka aja terus”

“Hah? Gak ditutup?”

“Iya… terus lampunya juga jangan dimatikan. Pokoknya tetap begini sampai subuh nanti. Okeh?”

“Eh, i..iya kak..”

“Berani gak kamu?”

“Be-berani kok…” Dadaku berdebar membayangkannya. Aku juga dapat merasakan dadanya berdebar seperti halnya diriku. Itu karena sensasi nekat yang kami lakukan. Mesum-mesuman dengan pintu yang akan terus terbuka sepanjang malam! Yang mana kalau orangtua kami keluar kamar, maka habislah sudah. Tapi kami tetap juga nekat melakukannya.

Akupun mencium kak Risa habis-habisan di atas tempat tidurnya. Wajahnya, bibirnya, hingga leher jenjangnya. Namun sesekali aku masih tetap melirik ke arah pintu karena aku masih juga merasa was-was.

“Adek…. Biar aja” ujar kak Risa menolehkan kepalaku lagi ke wajahnya. Kak Risa berusaha tenang dan menyuruhku untuk tidak menghiraukan pintu yang terbuka.

“Nghh…. Kak Risaaa” akupun mencium kak Risa lagi. Aku sungguh gemas dengan kakakku ini. Dia betul-betul menunjukkan sisi nakalnya hanya kepadaku, adek kandungnya. Sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh oranglain, apalagi orangtua kami.


 
Aku berhenti sejenak untuk melepaskan seluruh pakaianku hingga telanjang bulat. Kak Risa senyum-senyum melihat aku yang tampak bersemangat. Aku lalu kembali menindih kak Risa dari atas. Menjamah tubuh seksi kakak kandungku yang masih tetap mengenakan kemejanya. Menciumnya, merabanya, serta menggesek-gesekkan penisku ke pahanya. Aku berusaha menuruti omongannya untuk tidak menghiraukan pintu yang terbuka meskipun tidak semudah itu. Namun memang dengan pintu yang terbuka begitulah aku semakin nekat berbuat cabul. Kakakku memang pintar membangkitkan nafsuku. Aku semakin ingin melakukan sesuatu yang lebih bersama kak Risa. Aku ingin menyetubuhinya. Tapi apakah kak Risa sampai senekat itu membolehkan aku bersetubuh dengannya?? Karena selama ini bila kami mesum-mesuman dia selalu mengingatkanku agar jangan sampai terjadi ML. Dia selalu menjaga jarak penisku dengan vaginanya.


Aku tahu kalau kami berdua sudah sama-sama terbawa nafsu sekarang. Dia ikut menggerakkan pinggulnya maju-mundur seirama gesekan penisku di pangkal pahanya. Tingkah kak Risa seperti mau meski tak mau. Kak Risa juga mengerang-ngerang memanggil namaku. Bahkan menyebut Papa Mama, entah apa maksudnya.

Aku mencoba tetap seperti biasa dengan hanya sekedar menggesek-gesekkan penisku di sela-sela pahanya. Mencoba bertahan meskipun penisku sudah gatal ingin masuk ke liang vagina kakakku itu.

“Kak… aku pengen ngentotin kakak dong…”

“Hmm??” gumamnya memandangku sayu.

“Aku pengen ngentot sama kak Risa” kataku lagi dengan dada berdebar.

“Gak boleh”

“Yah kak please…”

“Kamu ini… segitu pengennya yah kamu ngentotin kakak kandungmu sendiri?”

“Iya kak… pengen…” ujarku sambil mempercepat gesekan penisku di pangkal pahanya. Aku ingin dia tahu kalau aku memang sudah sangat bernafsu kepadanya.

“Gak boleh.. dosa adekku” ujarnya tapi malah mengimbangi gerakan pinggulku.

“Ngmmh… kak Risa… please…”

“Kamu ini, bandel banget sih dibilangin!”

“Gak tahan nih kak… Pengen banget rasain ngentotin kak Risa”

“Kalau Papa Mama ngelihat gimana coba?” tanya kak Risa sok takut ketahuan.

“Itu urusan nanti kak, yang penting kita ngentot dulu yuk” kataku lalu menghentakkan pinggulku berharap penisku masuk, tapi meleset.

“Adeekkk… ih, kamu ini”

“Please kak…”

“Hmm… kamu selipin dikit aja yah… Cuma kepala burungmu aja” ujarnya kemudian. Yah… kok cuma kepala penis aja sih? Aku kan pengen masukin penisku ke vagina kak Risa semuanya. Tapi ya sudah lah dari pada gak sama sekali. Mungkin aja nanti kak Risa berubah pikiran.

“Iya deh kak…” jawabku. Kak Risa membalas dengan senyuman manis sambil mencubit hidungku.

Aku lalu bangkit dan mengambil posisi di depan selangkangannya. Ku buka kaki kak Risa lebar-lebar dan kutekuk. Dengan dada yang sangat berdebar-debar ku arahkan kepala penisku menuju ke vaginanya. Ku lihat wajah kak Risa, dia menatapku dengan wajah sayu berusaha tersenyum padaku. Senyum yang juga sebagai isyarat kalau jangan sampai nyelip masuk.

Perlahan-lahan kutekan kepala penisku hingga masuk ke liang vagina kak Risa. Akhirnya aku dapat merasakan lagi hangatnya vaginanya meskipun hanya kepala penisku saja yang masuk. Rasanya sungguh luar biasa. Dari posisi ini aku bisa melihat semua keindahan ini dengan jelas. Mulai dari wajahnya yang cantik jelita, lalu kemeja asal-asalan yang memperlihatkan belahan dadanya yang indah serta putingnya yang nyemplak, sampai vaginanya yang sedang dimasuki kepala penisku. Kakakku betul-betul sempurna. Kakak tercantik dan terbaik yang pernah ada.

“Kenapa dek? Kok diam? Goyang-goyangin dong… entotin kakak, tapi cuma kepalanya aja yah… hihihi” ujar kak Risa menyadarkanku.

“Eh, i..iya kak…”

“Lamunin apa sih kamu? Udah nyelip masa’ dianggurin sih??”

“Hehehe, kakak cantik banget sih… nafsuin, aku sampai kelupaan”

“Hahaha, dasar” ujarnya tersenyum sambil lagi-lagi mencubitku hidungku. Ugh, kak Risa sungguh bikin aku gemes. Sungguh kakak yang nafsuin.

Seperti yang dia suruh, akupun mulai menggoyangkan pinggulku. Mengocok kepala penisku di dalam liang vaginanya. Rasa nikmat menjalar ke seluruh tubuhku. Belum lagi rasa deg-degan karena pintu kamar kak Risa yang terbuka dan keberadaan orangtua kami di rumah. Sensasinya sungguh luar biasa.

Suasana menjadi panas dan tubuh kami sudah mulai berkeringat. Cukup lama aku aku mengocok penisku di sana sambil menyebut-nyebut nama kak Risa. Kak Risa sendiri juga sepertinya sudah terbawa suasana. Dia merintih-rintih manja sambil menatap mataku, tentunya membuat aku semakin bernafsu. Bikin aku gak tahan untuk betul-betul menghujam penisku seluruhnya ke vaginanya dan muncrat di dalam sana.

“Nghh… kak Risa… kakak kandungku”

“Iya adekku… terus dek… entotin kakak kandungmu ini”

“Kak… pengen masukin semuanya…”

“Jangan dek” Ugh… kak Risa tega. Padahal aku berharap kak Risa akhirnya membolehkan penisku masuk seluruhnya. Mana aku udah mau klimaks pula. Tapi aku belum menyerah. Ku lepaskan penisku sebentar. Aku ingin nyelip-nyelip penisku dari belakang.

“Ngapain sih dek? Mau ganti gaya? Tapi mau gaya apapun tetap gak boleh masukin semuanya ya!” ujarnya lagi yang betul-betul tahu isi pikiranku.

Aku tidak menjawab dan hanya cengengesan, dia juga balas tersenyum. Aku lalu ikut tiduran dan memeluknya dari belakang. Ku masukkan kepala penisku lagi, kali ini dari belakang melewati pahanya. Sehingga dengan demikian kepala penisku masuk ke dalam vagina kak Risa, sedangkan batangku bisa merasakan mulusnya kulit paha kakakku ini. Belum lagi tanganku yang bisa dengan bebasnya bergeriliya menggerayangi buah dada kakakku dari balik kemejanya. Aku betul-betul tidak kuat!

Posisi kami sama-sama menghadap ke arah pintu. Perasaan deg-degan takut ketahuan malah membuat aku semakin terbawa nafsu. Berkali-kali aku terus berusaha agar penisku masuk lebih dalam ke liang vaginanya. Anehnya kak Risa malah merespon positif goyangan pinggulku yang semakin berusaha memasukkan penisku seutuhnya ke vaginanya, padahal tadi dia berkata agar berhati-hati. Duh, kak Risa ini. Apa dia juga merasakan hal yang sama denganku?

Entah kak Risa menyadari atau tidak, sedikit demi sedikit aku semakin berusaha memasuk penisku lebih dalam ke vaginanya. Kalau tadi penisku keluar masuk hanya sebatas kepala. Kini sudah keluar masuk sampai sebatas leher penis. Aku semakin nekat. Sekarang bahkan sudah hampir setengah batang penisku yang keluar masuk. Aku merasakan ada yang mengganjal kepala penisku di ujung sana. Apakah itu selaput daranya? Memikirkannya aku jadi tambah penasaran dan tambah horni. Goyanganku makin cepat.

“Adeeeek! Kamu pengen ngentotin kakak!?” teriaknya pelan tiba-tiba. Tapi aku sudah tidak peduli. Aku sudah betul-betul terbawa nafsu. Aku ingin ngentotin kak Risa.

“Nghh…. Kak Risa… ngentot… ngghhh…” racauku.

“Adeekk! Kita itu saudara kandung. Kamu mau ngentotin kakak sendiri hah? Kamu pengen hamilin kakak!?” protesnya lagi dengan suara semakin kencang. Aku betul-betul tidak peduli dan makin mencoba masuk lebih dalam.

“Pa… Ma… llihat nih adek nakal, masa’ kakaknya sendiri mau dientot… Pa.. Ma… lihat!” ujarnya lagi yang malah membuat perasaanku tak karuan. Dia memprotes tapi malah dengan ucapan seakan mengundang Papa Mama melihat aksi kami. Mana aku mau berhenti coba. Yang ada aku semakin hanyut terbawa nafsu.

“Ugh… kak Risa… aku masukin yah semuanya”

“Kalau kamu emang mau kakak jitak ya masukin aja!” jawabnya sok jutek. Dia hanya mengancamku dengan jitakan. Kalau gitu lebih baik ku entotin saja dia. Dengan sepenuh tenaga akupun menghujam seluruh penisku dalam vaginanya.

“Jlebb” penisku masuk… penisku masuk seluruhnya ke vagina kakak kandungku sendiri. Akhirnya!

“Adeeeekkkk! Sssshhh... sakiiiitt.. Kok beneran kamu masukin sih!” ujarnya kesal sambil mencubit pinggangku. Suaranya cukup keras yang bisa saja membangunkan Papa Mama. Ku lihat mata kak Risa berair. Sepertinya dia merasakan perih. Aku baru saja mengambil keperawanan kakak kandungku sendiri! Tampak ada darah yang mengalir keluar dari sana.

"Kak..." Aku kini jadi takut dia marah. Dia hanya diam selama beberapa saat.

"Awas kamu ntar..." ucapnya lirih sambil memasang wajah kesal, namun kemudian berusaha tersenyum padaku. Seakan meyakinkanku kalau tidak apa-apa dan mempersilahkanku untuk melanjutkan.

Aku senang bukan main. Aku yang memang sudah sangat bernafsu kembali menggenjot kakak kandungku ini. Kali ini dengan penisku yang sudah benar-benar masuk ke vaginanya. Aku lakukan dengan pelan, tapi semakin lama menjadi semakin cepat. Aku betul-betul menggunakan kesempatan ini untuk mereguh kenikmatan yang sudah lama aku dambakan. Tidak peduli walau kemungkinan aksi kami akan dipergoki orangtua kami.

“Pa… lihat, kak Risa yang kalian kenal sopan sedang ngentot dengan adeknya sendiri” kataku ngasal sambil terus menggenjot. Kak Risa yang mendengar ucapanku itu malah tertawa pelan, bahkan dia juga ikut-ikutan. Sepertinya rasa perih yang dia rasakan sudah mulai hilang.

“Lihat Ma… lihat, anak-anak mama sedang berzinah ria sekarang,” ucapnya.

“Pa… Ma… boleh kan aku hamilin kakak sendiri” kataku lagi.

“Adek.. kakak, kalian ngapain!? Masak ngentot-ngentotin gitu sih!” ujar kak Risa meniru gaya bicara mama. Kakakku benar-benar nakal! Kak Risa yang tadinya menolak-nolak mau kini sudah benar-benar tampak dengan senang hati disetubuhi olehku. Kami sama-sama telah terbawa nafsu.

Sambil terus ngentot, kami terus meracau tak jelas. Tertawa cekikikan di tengah suasana nikmat tiada tara. Keringat kami mulai bercucuran karena panasnya hawa persetubuhan ini. Persetubuhan sedarah betul-betul memberikan sensasi yang bikin aku melayang-layang. Apalagi wanita itu secantik kak Risa. Dia tampak semakin cantik dengan posisi disetubuhi dari belakang olehku. Wajahnya mengkilap oleh keringat. Kemeja yang dia kenakan mulai basah oleh keringatnya sendiri. Membuatnya terlihat semakin seksi. Membuatku semakin bernafsu padanya.

 


Aku ingin muncrat! Aku tidak tahan dengan rangsangan super hebat ini.

“Kak Risa… aku keluarin di dalam yah…” pintaku sambil menggoyankan pinggulku makin cepat, begitupun kak Risa yang juga ikut mengimbanginya seakan membantuku untuk menjemput orgasme kami.

“Bandel banget sih kamu dek… kamu nafsu sama kakak sendiri?”

“Iya kak…”

“Pengen kamu entotin terus?”

“Ngh… iya”

“Pengen hamilin kakak kandung sendiri? Ya udah.. hamilin gih..” ucapanya dengan centil. Membuat aku tidak tahan lagi!

Crooottttt crottttt….
Spermaku muncrat berkali-kali. Rahim Kak Risa ditembaki bertubi-tubi oleh benih adeknya sendiri. Ku keluarkan semuanya sampai tubuhku kelojotan. Ini merupakan orgasmeku yang paling luar biasa, orgasme di dalam vagina kak Risaku yang cantik. Aku langsung terbaring lemas di sampingnya. Nafas kami sama-sama berat dan terputus-putus.

 

“Adek…” panggilnya tidak lama kemudian.

“Ya kak?”

“Sini deh…” panggilnya sambil tersenyum manis. Akupun mendekat ke arahnya.

JITAAAAAK! Dugh, keningku kena jitak olehnya. Sakit! Ternyata ucapannya tadi memang benar kalau dia bakal menjitakku.

“Rasain! Itu karena udah berani ngentotin kakak!”

“Ugh.. sakit tau kak”

Dia mendekatiku sekali lagi, aku pikir dia akan menjitakku lagi, tapi…
“Cup” Dia mencium keningku.

“Dan itu karena kakak sayang kamu” ujarnya sambil tersenyum manis. Ugh… kak Risa. Aku merasa melayang-layang karenanya. Rasa sakit yang tadi ada kini tak terasa lagi. Langsung ku dekap dirinya jatuh ke atas badanku. Ku peluk erat dirinya. Dia juga balas memelukku. Aku sungguh sayang kakakku.

“Dek…”

“Ya kak?”

“Ngaceng lagi?”

“Hehe… iya nih… boleh satu ronde lagi gak?”

“Hmm… iya deh… dasar” katanya sambil tersenyum.

Kamipun melakukannya sekali lagi sebelum tidur. Kali ini kak Risa membuka kemejanya yang telah basah oleh keringat itu. Kami sama-sama telanjang bulat sekarang. Ngentot-ngentotan sambil pintu kamar terbuka dan lampu menyala. Bersetubuh sambil tukar-tukaran air liur dan saling menjilati keringat yang membanjir. Aku kembali muncrat di dalam vaginanya. Aku betul-betul ingin menghamili kakakku.

*****

Subuhnya aku dibangunkan kak Risa. Ini sebenarnya sudah agak telat, tapi untung Papa Mama masih belum bangun. Rencananya aku ingin langsung kembali ke kamarku, tapi melihat kak Risa yang bugil polos membuat nafsuku bangkit. Kamipun bersetubuh lagi subuh itu. Aku bahkan meminta hal yang cukup gila.

“Pipis di dalam vagina kakak? Gila kamu” tanyanya terkejut mendengar permintaanku. Aku sendiri tak tahu dari mana bisa mendapatkan ide ini. Terlintas begitu saja. Keinginan untuk melakukan hal yang lebih gila dengan kakakku lah yang menjadi pendorongnya.

“Iya kak… kebelet nih..”

“Iya… tapi masa gitu sih?”

“Penasaran aja kak… mau yah kak, sekali ini saja”

“Duh… kamu ini ada-ada aja. Hmm… iya deh… kakak turutin fantasimu! Tapi jangan di atas kasur yah… ntar repot bersihinnya, bisa ketahuan mama ntar”

“Oke deh kak…”

Kamipun turun dari kasur dengan penisku tetap berada di vaginanya. Kami mendekati lemarinya kak Risa, lalu ngentot berdiri sambil melihat bayangan kami yang ada di cermin. Tampak kakakku yang cantik, dengan tubuh indah dan kulit putih mulus sedang disetubuhi olehku.

“Aku pipis yah kak…” ujarku sambil menatapnya melalui cermin. Diapun mengangguk tersenyum manis mengiyakan sambil juga balik menatapku. Ugh… sungguh cantik.

Akupun mengerahkan seluruh tenagaku untuk kencing. Serrrrrrrrrrr….. air seniku mulai keluar di dalam vaginanya.

“Dek…”

“Ya kak?”

“Kita pipis barengan aja deh…”

“Hah?”

Ku lihat kak Risa juga seperti mengejan. Kak Risa juga kencing sewaktu aku kencing di vaginanya.

Sambil aku terus kencing aku juga menggoyang-goyangkan pinggulku menggenjot vaginanya hingga membuat air seni kami menghambur kemana-mana. Sungguh bukan pemandangan yang lazim untuk dilakukan oleh saudara kandung. Apa jadinya kalau Papa Mama terbangun sekarang dan melihat ulah kami.

Sungguh hangat saat air seni kami bercampur di dalam vagina kak Risa. Aku melihat senyum lega kak Risa seperti halnya diriku melalui cermin. Setelah itu kami terus ngentot sampai akupun muncrat lagi di dalam vaginanya. Rahimnya kini bercampur air seni kami dan juga pejuku.

Barulah kemudian aku kembali ke kamarku. Sebenarnya aku mau membantunya mengelap ceceran air kencing kami di lantai, tapi kata kak Risa gak usah. Kak Risa memang baik.

****

Tentunya tidak hanya hari itu saja kami bersetubuh dan melakukan perzinahan sedarah ini. Namun terus-terusan tiap malam setelah Papa Mama tidur, bahkan pernah kami curi-curi kesempatan melakukannya di siang hari waktu mereka tidur siang atau nonton tv. Seandainya orangtua kami melihatnya!

Kami juga melakukan hal yang semakin gila, seperti saling mengencingi satu sama lain. Aku mengencingi tubuh kak Risa, dia juga mengencingi tubuhku. Sensasinya benar-benar luar biasa. Kami melakukkannya di kamar mandi. Tapi pernah juga sekali waktu itu aku mengencingi kakak kandungku ini di kamarnya. Membuat wajahnya, tubuhnya, serta lantai kamarnya jadi pesing oleh air kencingku. Mengencingi kakak sendiri? Gila bukan? :P

Dan kini, orangtua kami akan kembali ke kota XX untuk mengurus kerjaan. Meninggalkan kami berdua di rumah ini.

“Kalian akur-akur yah… jangan ribut terus” ujar Mama.

“Dek, jaga kakakmu, jangan kamu usilin terus, dengerin dia ngomong” nasehat Papa padaku.

“Sip Pa… aku pasti bakal jagain kakakku kok…” ujarku sambil tersenyum pada kak Risa. Tentunya hanya kami berdua yang tahu maksud ucapanku ‘jagain kakakku’ itu.

“Ya sudah… jaga diri kalian baik-baik yah…”

“Iya…. Bye… Pa… Ma..” pamit aku dan kak Risa pada orangtua kami. Merekapun berangkat dengan mobil.

Aku dan kak Risa lalu saling pandang.

“Dek… sekarang kita cuma berdua nih di rumah, bebas… hihihi”

“Iya kak, hehehe…”

“Yuk dek masuk” ujarnya sambil menarik tanganku menuntunku masuk ke dalam rumah. Pintu depanpun tertutup. Kalian tentu tahu bukan apa yang akan terjadi selanjutnya?? Hanya ada aku dan kakakku yang cantik ini di rumah. Kalian pasti tahu bagaimana kami akan menghabiskan hari-hari kami selanjutnya bukan? Hehe… Ya… persetubuhan panas, liar, dan tiada henti, antara aku dan kakakku yang cantik, kak Risa.


“Risa… Andre… buka pintunya, itu kacamata Papa ketinggalan!”

Waduh!