Tampilkan postingan dengan label Anak Kecil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Anak Kecil. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 September 2015

Si Imut Cindy Part 3

 


Aku tidak bisa tenang selama di sekolah, pikiranku terus melayang membayangkan apa yang akan aku lakukan nanti pada Cindy. Ya... sesuai janji, hari ini aku akan ke rumah Cindy lagi untuk mengajarkan les privat kepadanya. Bahkan aku sudah dimintai tolong tante Rasti untuk sekalian menjemput Cindy pulang sekolah. Ahh… aku ingin cepat-cepat pulang! Sudah tidak sabar!

Saat jam pelajaran usai, aku langsung mengendarai motorku menuju ke sekolahnya Cindy. Aku sepertinya sudah agak telat, sebagian besar murid sudah banyak yang pulang. Di depan gerbang, aku lihat gadis kecilku itu masih setia menungguku.

“Abaaaang, lama banget siiih…!?”

“Maaf Cindy, abang juga baru pulang, jangan marah dong… maafin yah…”

“Huuu… iya deh Cindy maafin”

“Ya udah, yuk pulang”

“Gak mau langsung pulang, jalan-jalan dulu yuk bang…”

“Lho, mau kemana emangnya? Nanti abang dimarahin mamanya Cindy…”

“Hihihihi…. Biarin, weeek... Pokoknya jalan-jalan dulu” Duh, dia malah tertawa cekikikan, imut sekali. Aku tentunya tak menolak ajakan Cindy ini. Akupun setuju untuk mengajaknya berkeliling dulu dengan motor. Dia duduk mengangkang, membuat rok merahnya jadi tersingkap hingga memperlihatkan pahanya.

Kami kemudian berkeliling kota dengan mengendarai motor. Dia terus memelukku dari belakang, bahkan sering menyandarkan kepalanya di punggungku yang membuatku jadi terus berdebar-debar.

“Abaaaang…. es kriiiiiimm….!” Teriaknya tiba-tiba mengejutkanku, aku sampai ngerem mendadak dibuatnya.

“Apaan sih Cindy?”

“Itu… es kriiim, beliin bang…” pintanya sambil menunjuk gerobak es krim keliling di pinggir jalan.

“Cindy mau es krim?”

“Iya… beliin yah… abang harus beliin pokoknya karena udah telat jemput Cindy!” ujarnya memaksa.

“Iya deh iya…”

“Yey! Yuhuuuuu!” Duh, girang amat nih bocah. Akupun membelikannya es krim, mana dia minta yang paling mahal pula. Aku juga membeli satu untukku, tentunya yang harganya lebih murah. Kamipun makan bareng di tepi jalan sambil melihat kendaraan lewat. Cindy ini walau udah kelas enam SD tapi makan es krim masih belepotan juga.

“Duh, kamu ini makannya gimana sih…” ucapku langsung mencium dan menjilati tepi bibirnya yang belepotan krim coklat tersebut. Dia hanya tertawa geli. Arrghh…. Kenapa gadis ini imut bangeeettt!?? Aku kemudian iseng, mulutku secepat kilat mencaplok es krim di tangannya.

“Ngh… abaaaaang, kok ngambil es krimnya Cindy sih? Punya abang kan ada… Tuh kan es krim Cindy jadi tinggal dikit” protesnya.

“Abang kan cuma gigit dikit aja. Cindy pelit” balasku.

“Nghh… gak mauuuuu! Awas yah…” Cindy sepertinya tidak mau kalah, dia berusaha membalas mencaplok es krimku. Untung aku sigap menjauhkan es krim punyaku dari gapaiannya.

“Ih… abang curang, jahat!”

“Hehe, iya deh… abang minta maaf. Nih kalau mau ambil” ujarku menawarkan es krimku.

“Gak mau!”

“Kalau gitu abang beliin lagi deh”

“Gak usah!”

“Cindy marah ya?” tanyaku. Dia hanya memeletkan lidah. Jelas kalau dia tidak benar-benar marah padaku. Tapi aku tetap juga membelikannya es krim lagi. Dasar Cindy, tadi dia bilang gak usah, tapi tetap juga es krim baru itu dihabiskan dengan lahap. Gemesin!

Setelah lanjut berkeliling sebentar, kamipun memutuskan untuk pulang. Dia sebenarnya ngajak masuk ke mall pengen main timez*ne. Gila aja, tentunya aku tolak. Bisa-bisa diomelin beneran tante Rasti nanti.

Saat perjalanan pulang, aku tak menyangka kalau tiba-tiba turun hujan.

“Abang… hujaaaaaan”

“Iya nih… mau berteduh dulu?”

“Hmm… gak usah deh… udah dekat kan bang?”

“Iya… udah deket sih. Jadi lanjut terus nih?”

“Lanjut aja deh… asik tau sesekali mandi hujan, hihihi”

“Asal Cindy jangan sakit aja nanti, hehe”

“Gak bakal”

Kamipun tetap lanjut menerjang hujan. Ah, jadi basah semua. Cindy justru kesenangan mandi hujan. Betul-betul gadis yang lincah dan periang. Bikin aku gemas saja. Lihat saja nanti, akan ku gerepe-gerepein lagi gadis ini sampai puas.

Kami akhirnya sampai juga di rumahnya dengan kondisi basah kuyub. Aku kemudian dipersilahkan Cindy duduk di ruang tamu, dia lalu mengambilkan handuk untukku untuk mengeringkan badan.

Aku berharap kalau tidak ada orang di rumah sehingga aku bisa bebas bermanjaan lagi dengan gadis kecilku ini. Namun ternyata tante Rasti ada di rumah. Tante Rasti muncul dari ruang belakang dan ikut bergabung dengan aku dan Cindy di ruang tamu. Aku terpesona melihat kecantikan tante Rasti yang mengenakan daster tipis, tapi aku lebih terpesona lagi melihat anak gadisnya dengan seragam merah-putih yang basah itu.

"Duh… kalian sampai basah-basah gini”

“Iya… hujan tante, hehe”

“Kenapa gak berteduh?”

“Biarin aja Ma… mandi hujan, hihihi” jawab Cindy. Tante Rasti hanya geleng-geleng kepala.

“Jadikan kamu ngajarin Cindy?" tanya tante Rasti kemudian.

“Ja-jadi kok tante”

“Hihihi, tapi belajarnya setelah mandi aja yah…”

“Hah? Setelah mandi tante?” tanyaku bingung.

“Iya… kamu hujan-hujanan sampai bajumu basah kuyub gitu… Kamu mandi dulu gih, tante ada kok baju cowok yang seukuran dengan kamu”

“Eh, i-iya deh tante”

“Cindy juga basah tuh bajunya. Kamu ajak Cindy mandi sekalian deh. Mau kan?” tanya tante Rasti sambil melirik dan senyum-senyum ke arahku. Aku menelan ludah mendengarnya! Tante Rasti membolehkan aku mandi bersama anak gadisnya!

“Be-beneran tante? B-boleh?” tanyaku ragu.

“Iya… emang kenapa gak boleh sih? Asal kamu gak macam-macam aja sama anak tante di sana. Lagian Cindy udah sering juga kok liat penis, hihihi”

“Hehe…Lihat penis pelanggan-pelanggan tante yah? Cindy sering yah lihat mamanya ngentot?” tanyaku.

“Iya sering… iya kan sayang?” tanya tante Rasti balik pada Cindy.

“Iya Ma… Cindy sering lihat kontol” jawab Cindy yang dengan lantangnya menyebut ‘kontol’ di hadapan mamanya. Tante Rasti yang mendengar putrinya berkata jorok seperti itu malah merespon dengan tertawa kecil. Suasana yang bikin dadaku berdebar.

“Ih… anak mama ini udah bisa nyebut ‘kontol’ Tapi kalau disuruh megang kontol gak mau, hihihi” ujar tante Rasti sambil mengelus pipi anak gadisnya. Cindy hanya senyum-senyum malu.

“Hah? Disuruh pegang kontol?” tanyaku terkejut.

“Iya… beberapa pelanggan tante ada tuh yang minta Cindy ikut ke dalam kamar waktu tante dientotin. Mana dia nyuruh Cindy ngocokin penisnya segala, tapi Cindynya gak mau,” terang tante Rasti.

“Te-terus tante?

“Ya kalau Cindy emang gak mau, tante juga gak bakal bolehin” lanjut tante Rasti.
Fiuh… aku lega mendengarnya.

“Geli Ma kalau pegang” kata Cindy manja.

“Hihihi… Iya deh… Gih sana mandi, malah ngobrol. Pastiin Cindy mandinya bersih yah…”

“I-iya tante…”

“Ayo Cindy sana mandi, ajak abangmu ini gih…” suruh tante Rasti pada putrinya ini.

“Yuk bang…” ajak Cindy dengan polosnya mengikuti perkataan mamanya menarik tanganku. Aku ikut-ikut saja ditarik gadis belia imut ini ke dalam kamar mandi. Badanku lemas karena saking senangnya.

Di kamar mandi, aku yang sudah sangat horni langsung saja menelanjangi tubuhku hingga bugil total. Ku pandangi tubuh Cindy, dia memang terlihat seksi dengan seragam SD nya itu. Akupun iseng mengguyurnya dengan air. Membuat seragamnya yang masih basah itu jadi semakin basah olehku.

“Ngghhh… abaaaaang… kok nyiram Cindy sih? Cindy kan masih pakai baju”

“Hehehe, abisnya kamu gemesin”
Seksi banget Cindy dengan memakai seragam sekolah yang basah begini. Rambut panjangnya yang juga basah terurai membuat dia semakin imut dan menggairahkan saja. Akupun jadi kembali mengguyur Cindy berkali-kali lagi. Cindy malah tertawa cekikikan karena perbuatanku. Gemesin banget.

“Abaaaaang… Udaaaaah”

“Hehehe, iya deh… kalau gitu ayo sekarang buka bajunya semua” pintaku.

“Iyah…”

Cindypun mulai membuka seragam sekolahnya, mulai dari kemeja putih, rok merah, tanktop, hingga celana dalamnya. Setiap detiknya membuat aku belingsatan. Proses Cindy membuka seragam Sd-nya itu ku pandangi tanpa berkedip. Ahh… Apa aku sebernafsu ini pada gadis dibawah umur?? Namun bagiku meskipun Cindy masih belia, dia memang tampak menggairahkan.

Dia mulai mengguyur badannnya dengan air, membuat tubuhnya telanjangnya kini menjadi basah. Baru beberapa kali dia mengguyur saja sudah membuat aku tidak tahan untuk memeluknya.

“Duh… Cindy… kamu itu memang imut banget” ujarku langsung memeluk tubuh Cindy dari depan. Langsung saja aku memaju-mundurkan pinggulku sehingga penisku menggesek-gesek pada perutnya.

“Nghh… abaaang… geliiih…” erang Cindy manja, namun dia justru balas memelukku. Tangan mungilnya kini juga memeluk pinggangku. Arghh… sensasinya luar biasa. Penisku ngaceng sengaceng-ngacengnya!

Aku tidak hanya menggesek pada perutnya, tapi kini juga berani mencoba menempelkan penisku di sela pangkal pahanya, tepat di bawah vaginanya yang tampak masih sangat rapat itu. Cindy tampak heran, tapi tetap membiarkanku. Aku lalu mulai menggesekkan penisku di sana. Rasanya sungguh nikmat. Aku yakin wajahku memerah saat ini karena saking horninya. Tapi ku lihat wajah Cindy juga memerah. Apa dia juga merasakan horni? Sepertinya begitu walaupun mungkin dia masih tidak mengerti apa sebenarnya rasa yang sedang dia alami sekarang.

Usia Cindy sudah 11 tahun. Dia mungkin sudah pernah datang bulan, kalau begitu tentunya dia juga telah bisa terangsang. Aku semakin yakin kalau dia memang juga horni saat merasakan nafasnya menjadi semakin berat. Cindy juga sesekali mendesah pelan. Ahhh… Mendengar desahan dari mulut mungilnya semakin membuat aku melayang. Membuat gesekan penisku semakin kencang saja!

Sedang asik-asiknya menggesek, tiba-tiba pintu kamar mandi diketuk dan dibuka dari luar. Tante Rasti! Aduh… aku lupa mengunci pintu! Untung saja aku sempat melepaskan tubuhku dari Cindy. Kalau tidak, bisa tertangkap basah kalau aku sedang mencabuli anak gadisnya yang masih dibawah umur ini. Meskipun begitu, kemaluanku yang menegang tidak dapat disembunyikan.

“Mama ngapain sih ngangguin Cindy mandi aja?” tanya Cindy dengan wajah bete. Aku tidak menyangka kalau Cindy ternyata merasa terganggu ketika tadi sedang asik-asiknya aku cabuli. Ternyata benar Cindy menikmatinya!

“Hihihi, maaf sayang… Ini mama mau ngantar handuk, masa mandi tapi gak bawa handuk sih??” ujar tante Rasti sambil masuk lalu menggantungkan handuk itu di gantungan pakaian yang ada di dinding kamar mandi. Ugh… tante Rasti ini pake masuk ke kamar mandi segala, aku kan jadi grogi karenanya. Ada dua wanita cantik bersamaku di dalam kamar mandi!

“Kalian udah sabunan? Udah shampo?” tanya tante Rasti.

“Be-belum tante”

“Lho… dari tadi ngapain aja?” tanya tante Rasti penuh selidik, aku panik tidak tahu harus menjawab apa! Namun justru tersungging senyuman kecil dari wajah tante Rasti.

“Gak bersih dong berarti kamu mandinya… masa dari tadi belum sabunan sih?”

“Belum sempat aja kok tante… Ini mau sabunan” jawabku mencari alasan membela diri.

“Ya sudah, sabunin anak tante yang benar kalau gitu.. Coba tante pengen lihat”
JEDAAARR! Tak kukira tante Rasti akan berkata seperti itu, namun tentu saja aku senang bukan main mendengarnya. Dengan gemetaran karena saking girangnya akupun mengambil sabun. Cindy kemudian mendekat ke arahku, tanda dia setuju-setuju saja disabuni olehku sambil dilihatin mamanya.

“Sabuni anak tante yang bener yah… Awas lho kalau gak bersih, hihihi” goda tante Rasti.

“i-iya tante…”
Akupun mulai menyabuni badan gadis belia ini. Sambil menyabuni Cindy, penis tegangku sering menampar-nampar dan menggesek di tubuhnya, bahkan kadang ku lakukan dengan sengaja. Tentunya hal itu terlihat oleh tante Rasti, bagaimana tubuh anak gadisnya ini sedang digesek oleh penisku, bagaimana seluruh lekuk tubuh telanjang putrinya ini termasuk buah dada mungil Cindy digerayangi dengan dalih menyabuni oleh tanganku.

“Itunya juga dibersihin dong…” suruh tante Rasti kemudian.

“I-itunya yang mana tante?”

“Tempat keluar pipisnya Cindy. Duh, kamu ini… kan udah tante bilang Cindy harus mandi yang bersih”

“Eh, i-iya tante”
‘Glek…’ Dengan canggung akupun membelai dan menyabuni selangkangan gadis ini seperti yang disuruh mamanya. Tante Rasti menyaksikan semua perbuatanku pada putrinya. Sungguh keadaan yang aneh, aku menyabuni anak gadis dibawah arahan ibu kandungnya sendiri! Arghhh! Apa-apaan suasana mesum ini!?

“Ngh… geli….” erang Cindy manja yang membuatku jadi semakin bernafsu menggerayangi kelaminnya, tak peduli mamanya sedang menyaksikanku. Nafas Cindy kembali menjadi berat. Aku terus memainkan tanganku di sana. Sesekali aku kembali menggerayangi bagian tubuhnya yang lain seperti buah dadanya, kemudian kembali ke vaginanya. Begitu terus berulang-ulang. Jelas kalau ini bukan lagi terlihat seperti sedang menyabuni, tapi mencabuli.

“Nahh… Sekarang gantian Cindy yah yang sabunin abangnya…” suruh tante Rasti kemudian.

“Iya ma…” jawab Cindy pelan yang wajahnya sedang memerah itu. Akupun berhenti menggerayangi Cindy. Tangan-tangan mungil Cindy kini gantian menyabuni tubuhku. Tubuhku terasa bergetar merasakan jari-jari kecilnya menggosok-gosok badanku. Mana Cindy sesekali juga tersenyum padaku. Gak tahan.

“Kontolnya juga dong sayang…” ucap tante Rasti lagi. Cindy mengangguk ragu, tapi dia tidak langsung melakukannya, mungkin masih geli. Namun akhirnya Cindy mau juga. Dengan agak canggung dia pegang batang penisku, lalu mulai menyabuninya dari batang, buah zakar, hingga rambut kemaluanku. Bagiku ini sebuah kenikmatan luar biasa karena bisa merasakan dikocok gadis cantik jelita dibawah umur seperti Cindy.

“Hihihi.. kamu ternyata mau juga megang kontol” goda tante Rasti pada putrinya. Cindy hanya tersenyum malu sambil terus mengusap-usap tangannya di batang penisku. Ada perasaan bangga bagiku jadi yang pertama kali dipegang penisnya oleh tangan Cindy, hehe.

“Tapi kurang benar tuh… sini mama ajarin” ujar tante Rasti mendekat padaku. Tante Rasti mau ngapain? Jangan-jangan akan…

Tante Rasti menggenggam kontolku! Lalu mulai mengocok pelan penisku maju-mundur!

“Gini sayang… kocokin yang benar kaya gini”

“Gitu yah Ma??”

“Iya… Sini kamu coba” suruh tante Rasti. Dia kemudian menuntun tangan putrinya ke batang penisku dan memaju-mundurkannya. Arghh gila! Mataku terpejam, melayang-layangku dibuatnya.

“Udah benar Ma?”

“Sudah kok, anak mama memang pinter… terusin yah… tuh Bang Beni keenakan disabuni sama kamu, hihihi”

“Ngmh.. Iya Ma…”
Cindy terus mengocok penisku. Semakin lama kocokannya semakin teratur dan semakin lihai. Cindy sungguh cepat belajar. Sepertinya dia punya bakat yang diturunkan dari mamanya.

“Hihihi, anak mama ini kecil-kecil udah genit, udah pandai mainin kontol” goda tante Rasti sambil memeluk Cindy dari belakang.

“Iihhh.. mama”
Sesekali tante Rasti mencium-cium pipi anaknya. Posisi memeluk tante Rasti sedikit membungkuk sehingga wajahnya sejajar dengan wajah imut Cindy. Mereka memang ibu dan anak yang sangat cantik. Arghhhh… situasi yang sangat ganjil namun menggairahkan. Seorang gadis belia imut sedang mengocok penis pria dewasa sambil dipeluk ibu kandungnya dari belakang! Sepertinya aku tidak kuat untuk terus menahan rasa nikmat ini. Pengen muncrat rasanya!

Tante Rasti lalu berbisik pelan ke Cindy sambil melirik ke arahku. Sepertinya dia sedang mendikte Cindy untuk mengucapkan sesuatu padaku.

“Abang…. Suka dikocokin sama tangan Cindy?” tanya Cindy kemudian yang sepertinya meniru bisikan mamanya.

“Suka sayang…”

Tante Rasti lalu berbisik lagi pada Cindy.
“Enak banget yah bang kontolnya Cindy mainin?” Ugh, ucapan yang terlontar dari mulutnya itu membuatku makin pengen muncrat saja.

“Iya Cindy...”

Tante Rasti berbisik lagi. Ampuuun!
“Abang pengen ngentotin Cindy? Abang mau jejalin kontol abang ke memek Cindy? Abang mau bikin Cindy bunting dibawah umur seperti mama Cindy dulu?” ujar Cindy berkali-kali menuruti setiap kalimat yang dibisikkan mamanya. Semua ucapan itu sukses membuatku semakin ingin muncrat.

Tante Rasti berbisik lagi ke Cindy. Sepertinya setelah yang ini aku tidak akan bertahan lagi.
“Maaa… Cindy boleh kan ngentot sama abang ini??” ujar Cindy lantang, Tak tahan lagi!

“Crooooooootttttt Croooooooooooooootttt” Pejuku muncrat berhamburan. Menghantam tubuh bagian depan gadis belia cantik imut ini dengan deras berkali-kali. Sungguh nikmat! Mana mamanya masih senyum-senyum memeluk Cindy dari belakang, membuat efek kenikmatan itu jadi bertambah berkali-kali lipat.

Saat masih muncrat, ku lihat tubuh Cindy juga menegang. Ternyata sedari tadi tante Rasti juga membelai-belai vagina Cindy.

“Maaaa… Cindy pengen pipiiiiiis” Cindy memekik manja yang diikuti tubuh mengejang. Cindy orgasme! Sungguh takjub aku melihat pemandangan ini. Orgasmeku terasa lebih nikmat karenanya.

Akhirnya semprotan pejuku berhenti. Tubuh Cindy yang lemas tampak kembali ternoda oleh pejuku, beberapa tetes ada yang terkena kaki dan pakaian tante Rasti juga. Sesaat suasana menjadi hening.

“Aduh.. jadi kotor lagi deh kalian. Mandi lagi yang bersih sana, hihihi” Ujar Tante Rasti kemudian melepaskan pelukannnya dari Cindy. “Baju gantimu nanti tante letakkan di kamar Cindy, jadi langsung aja ke sana ya” ucapnya lagi padaku. Tante Rasti lalu dengan santainya keluar dan menutup pintu kamar mandi. Ah... aku masih tak percaya apa yang baru saja terjadi.

Aku dan Cindypun terpaksa mengulang mandi lagi, terutama Cindy yang bagian depan tubuhnya jelas-jelas kotor oleh spermaku. Namun kali ini hanya mandi biasa saja, walaupun sesekali masih ada juga sih gerepein Cindy.

Setelah selesai mandi aku dan Cindy langsung ke kamar. Karena handuknya cuma satu, hanya aku yang mengenakan handuk sedangkan Cindy bertelanjang bulat menuju kamar. Tante Rasti justru biasa-biasa saja melihat anak gadisnya keluyuran telanjang bulat dalam rumah.

“Kalian langsung belajar kan setelah ini?”

“Iya tante… Setelah pakai baju kami langsung belajar kok” jawabku.

“Kamu belajar yang benar yah sayang… jangan nakal di dalam sana” ujar tante Rasti pada putrinya.

“Iya Mah…”

“Kalau anak tante nakal dihukum aja yah Ben, tante rela kok” ujar tante Rasti kini padaku sambil mengedipkan mata. Duh, ucapan tante Rasti bikin aku gregetan aja.

“I-iya tante…”

Kamipun sampai di kamar. Tentunya berduaan di dalam kamar bersama gadis belia cantik yang telanjang bulat lagi-lagi membuatku tak bisa menahan diri. Sebelum berpakaian, aku memeluk dan menciumi Cindy lagi, bahkan sampai berguling-gulingan di atas tempat tidur. Cindy merespon kelakuanku dengan tertawa cekikikan geli.

Duh, kalau begini terus tidak akan mulai-mulai belajarnya, hehe. Kamipun berpakaian untuk kemudian mulai belajar. Pakaian Cindy saat ini mengenakan tanktop pink dan celana pendek putih. Setelan yang membuat Cindy terlihat sangat cantik dan imut.

Cindy duduk di depan meja belajarnya. Aku hanya mengajarinya dengan buku-buku saja. Aku sih pengennya mengajari Cindy dengan benar, tapi setiap melihat gadis imut ini aku jadi selalu pengen memeluk dan menciuminya. Walaupun dia terlihat serius mengikuti pelajaran namun tetap terlihat menggemaskan.

Sambil belajar, sesekali aku melempar pertanyaan pada Cindy. Tiap kali dia bisa menjawab, aku akan memujinya sambil mengecup pipinya, terkadang mengecup bibirnya. Cindy justru suka dan jadi bersemangat tiap dipuji dan dicium olehku.

Rasa penasaranku pada gadis ini memang tidak akan ada habisnya. Bayangan saat Cindy orgasme di kamar mandi tadi masih membekas di kepalaku, gadis kecil ini terlihat sangat menggairahkan saat itu. Mana mamanya sendiri pula yang membuat anaknya orgasme. Apakah itu berarti aku diizinkan mesumin Cindy sepuasku? Bagaimana kalau aku berbuat lebih dari ini? Bagaimana kalau aku menyetubuhi anaknya yang jelas masih di bawah umur ini?

Ah, hari ini aku mengajarinya dengan benar dulu deh. Tapi…

“Cindy pengen bisa bahasa Inggris kayak Mama Cindy kan? Cindy harus lemesin tuh mulut dan lidahnya, nggak boleh kaku kalo mau bisa bahasa inggris… Pakai ini” ucapku sambil menurunkan resletingku.

Kalian sudah bisa menebak kan apa yang akan terjadi berikutnya?? Begitulah… Cindy akhirnya mengemut, mengulum, serta mengocok penisku dengan mulutnya, yang kali ini dilakukan dengan mata terbuka. Sungguh pemandangan yang ganjil. Seorang gadis 11 tahun sedang menyepong penis pria dewasa!


****
****

Acara belajar privatku dengan Cindy terus berlanjut di hari-hari berikutnya. Kadang aku menjemputnya ke sekolah, kadang tidak. Tentunya sambil aku mengajari Cindy, aku juga mencabuli gadis belia imut ini. Tak jarang Cindy telanjang bulat tanpa pakaian sama sekali selama belajar. Siapa yang bisa konsentrasi mengajar coba!?

Semakin hari Cindy semakin tidak mempermasalahkan lagi perbuatan-perbuatan mesumku padanya. Dari hanya menggerepe, menggesek, mencium, hingga memainkan penisku pada mulut mungilnya. Dia sangat menyukai ketika aku memuncratkan sperma di wajahnya karena dia masih menganggap itu sebagai obat penghalus wajah. Cindy menerima muncratan spermaku pada wajahnya dengan riang!

Cindy juga kembali dibikin merasakan nikmatnya orgasme, kali ini akibat aksi gesek-gesek tanganku pada vagina mungilnya. Cindy menyukainya, bahkan ketagihan karenanya. Malahan dia yang kini sering memintaku untuk membuatnya orgasme dan dipejuin olehku. Aku tentunya senang sekali.

Tante Rasti jelas tahu apa yang kuperbuat pada putrinya. Hampir semua perbuatan cabulku pada Cindy dilihat langsung oleh ibu kandung gadis ini. Meskipun begitu, ternyata tante Rasti tidak berniat mengizinkan aku melakukan lebih dari ini.

“Gak boleh sampai masuk ya…. Tetap kalau umur 18 tahun nanti baru boleh” ujarnya mengingatkan. Aku baru saja selesai mengajarkan Cindy les privat. Saat ini aku dan tante Rasti ngobrol di ruang tamu, sedangkan Cindy masih berada di kamarnya.

“Yah.. tante… boleh dong…” pintaku seakan memohon restunya untuk menyetubuhi anak gadisnya.

“Duh… kamu ini ngebet banget yah? Dia masih 11 tahun lho…”

“Penasaran sih.. Cindy kayaknya juga gak masalah”

“Cindy itu masih kecil, kamu juga belum 18 tahun kan?”

“Tapi aku beneran suka sama Cindy tante…”

“Dasar… gak boleh pokoknya, hanya boleh nempelin aja. Gak boleh lebih” ucap tante Rasti. Aku iyakan saja akhirnya.

Tepat setelah itu tiba-tiba terdengar pintu depan diketuk orang. Ada tamu. Aku penasaran siapa yang datang. Tante Rasti lalu membukakan pintu. Saat pintu terbuka, ternyata yang datang adalah Jaka, temanku yang mengenalkan aku pada tante Rasti. Jaka tidak datang sendiri, dia datang bersama Angga yang biasa sering nebeng pulang denganku.

“Waaahh... Ternyata ini alasan lo gak mau nebengin gue lagi? Ke sini rupanya… Ah… gak bilang-bilang lo bro, haha” ucap Angga padaku.

“Eh, g-gue cuma ngajarin anaknya tante Rasti privat bahasa Inggris kok” jawabku beralasan. Tentu saja dia tidak percaya begitu saja.

“Temanmu yang lain Jaka?” tanya tante Rasti.

“Iya tante… kenalin ini Angga”

Anggapun bersalaman dengan tante Rasti. Kalau dipikir-pikir Jaka ini seenaknya saja bawa orang lain untuk dikenalkan pada tante Rasti, tapi aku tentu saja bersyukur sudah diajak Jaka kesini, sehingga aku bisa kenal dengan tante Rasti dan Cindy.

Sama seperti awal tujuanku datang ke sini, jelas tujuan mereka juga untuk ngecengin tante Rasti. Tante Rasti yang memang baikpun menerima mereka dengan ramah. Dia ladeni setiap candaan maupun gerayangan cabul mereka. Bahkan tante Rasti sendiri yang menggoda mereka hingga membuat mereka jadi mupeng berat.

Semakin lama perlakuan mereka pada tante Rasti semakin cabul. Mereka sudah menggerepe-gerepe ibu muda lonte ini hingga tante Rasti nyaris tak berbusana. Merekapun tanpa segan juga telah mengeluarkan penis mereka, mengocok dan menggesek-gesekkannya pada bagian tubuh ibu muda cantik ini. Aku yang sudah puasa menggerepe tante Rastipun jadi ikut-ikutan.

“Duh, kalian ini kecil-kecil udah mesum semua, hihihi” ucap tante Rasti geli.

“Habisnya tante cantik sih, hehe” balas Jaka.

“Huuu… dasar”
Tiba-tiba tante Rasti melepaskan diri dari kami.
“Sudah dulu ah…”

“Yah… mau kemana tante?” tanya Jaka.

“Tante mau masak makan malam dulu”

“Terus kita gimana tante? Tanggung nih…” protesnya tak tahu diri.

“Ya kalian lanjut coli aja sana, hihihi”

“Yahh… masa coli terus sih”

“Terus apa? Lanjut ngentotin tante?”

“I-iya, hehe”

“Huuu… jangan harap. Cukupin dulu umur kalian 18 tahun dan siapin ongkos tarifnya, hihihi”

“Yaaahhh”

“Hmm… Kalian lanjut ditemani Cindy aja yah… Cindyyyyy… Sini sayaaaang” ucap tante Rasti memanggil Cindy. Ternyata sedari tadi Cindy melihat perbuatan kami pada ibunya. Entah apa yang dipikirkan Cindy melihat aku dan temanku mencabuli mamanya, tapi setahuku dia memang sudah terbiasa melihat yang seperti ini.

“Kamu temani abang-abang ini main yah… Mama mau masak dulu” ucap tante Rasti pada putrinya.

“Nghh… iya mah…” Cindy yang polos menuruti saja permintaan mamanya tanpa protes.

“Kalian lanjutin mainnya dengan Cindy yah…” ucap tante Rasti kemudian pada kami.

“I-iya tante”

“Tapi ingat… jangan paksa Cindy kalau dia gak mau, dan gak boleh sampai gituin anak tante. Gak boleh sampai masuk”

Ucapan tante Rasti membuatku terkejut. Apa sih yang dipikirkan tante Rasti? Walaupun tetap tidak membolehkan Cindy disetubuhi tapi tetap saja gadis ini putri kandungnya. Aku masih tak habis pikir dia juga menyuguhkan putrinya sendiri itu pada mereka untuk dicabuli beramai-ramai. Membuatku miris, merinding serta ngaceng sekaligus! Apa dia terobsesi melihat anak gadisnya dicabuli orang lain?

Tampaknya tidak hanya aku saja yang terkejut, tapi juga teman-temanku ini. Mereka pasti tidak mengira tante Rasti akan menawarkan putrinya. Namun kalau disuguhkan anak gadisnya yang cantik seperti Cindy tentunya mereka juga tidak akan menolak. Mereka pastinya juga penasaran ingin sedikit mencicipi tubuh Cindy walau gadis itu masih belia. Bagaimanapun Cindy memang sangat cantik. Mungkin saat besar nanti mengalahkan kecantikan mamanya.

Merekapun membawa Cindy ke kamarnya. Aku tentu saja ikut. Di dalam kamar kini ada seorang gadis belia bersama 3 orang cowok!

Ada perasaan cemburu yang timbul di diriku karena aku ingin memiliki Cindy untuk diriku saja. Aku tidak ingin dia disentuh oleh pria lain. Aku tidak tahu apa karena aku ingin menang sendiri, atau karena aku sudah jatuh hati pada gadis belia ini. Penisku memang ngaceng berat dibuatnya, tapi aku cemburu berat. Namun kenapa aku malah ikut mereka untuk bersama-sama mencabuli Cindy!? Sialan!

Tampak mereka mulai menciumi dan menjamah tubuh gadis kecilku ini di atas tempat tidur. Cindy mendesah manja menerima perlakuan mereka. Cindy sepertinya jadi ketagihan dibelai sehingga dia diam saja digerepe-gerepe. Cindy memang masih gadis yang polos, dia tentunya masih tidak mengetahui apa sebenarnya rasa nikmat yang sedang dia rasakan. Cindy dengan riangnya meladeni kami layaknya bermain biasa. Gadis ini seakan menikmati dijadikan mainan boneka seks oleh kami.

“Abaaang… peluk dan cium Cindy juga dong… kok diam aja sih?” ucap Cindy kemudian padaku.

“Eh, i-iya…”

“Ayo dong Ben, kita gerepein anaknya tante Rasti ini. Tante Rasti sendiri lho yang nawarin. Gak kalah cantik dan nafsuin kayak mamanya nih cewek” Ucap Jaka dan Angga juga mengajakku. Mereka tentunya tidak tahu kalau aku sudah dapat jatah cukup banyak dari gadis mungil ini.

Dengan perasaan campur aduk akupun ikut menciumi dan menggerayangi tubuh Cindy yang bergelinjang manja. Gadis ini kini sudah tak berbusana karena ditelanjangi oleh kami beramai-ramai, tubuh belianya yang polos habis digerayangi dan diciumi. Aku marah dan cemburu, namun setiap perlakuan cabul mereka pada Cindy justru membuat aku semakin konak dan tak mau kalah.

Cindy kemudian duduk di pangkuan Jaka. Sedangkan aku menerima kocokan tangan Cindy pada penisku. Entah dapat ide dari mana, Angga kini mengambil posisi berdiri di depan Cindy, menggenggam rambut panjang Cindy lalu dieluskan ke rambut gadis itu. Angga memilin dan menyelibungi rambut panjang gadis mungil yang cantik imut ini ke penisnya! Seperti sedang mengentoti rambut Cindy saja.

"Ihh... abang lagi ngapain sih? Kok kontol abang diselimuti pake rambut Cindy sih?" rengeknya manja tapi tetap membiarkan.

"Habisnya kamu imut banget sih Cindy, abang jadi gemas" jawab Angga ngasal sambil terus menggoyangkan pinggulnya maju mundur dengan penis tetap diselibungi rambut Cindy.

"Lucu yah Cindy, bang Angga mainin rambutnya Cindy, hehehe..." ucap Jaka sambil tertawa cengengesan. Sungguh pemandangan yang sangat ganjil terpantul dari cermin bagaimana kami beramai-ramai mencabuli gadis di bawah umur ini.

Aku berkali-kali mengingatkan mereka agar jangan sampai keblablasan. Mereka jelas sekali sekarang sangat horny. Pastinya mereka juga tak mengira kalau mencabuli gadis semuda Cindy terasa senikmat ini. Terutama Jaka yang terlihat sangat ganas menggesekkan penisnya pada permukaan vagina Cindy. Untung saja mereka mau mendengarkanku agar berhenti dan jangan ada yang melakukan posisi itu lagi.


 


Tapi kelakuan cabul mereka pada Cindy masih belum berhenti. Jaka menyuruh Cindy menduduki botol minum plastik yang berisi air dingin dari kulkas, kemudian meminta Cindy menggoyang-goyangkan pinggulnya di atas botol itu sambil mengocok penis kami bergantian.

"Kayak gini bang?" tanyanya sambil menuruti keinginan Jaka.

"Iya... Lonte kecil pinter, hehe" puji Jaka kurang ajar. Tapi Cindy terlihat senang-senang saja dimintai melakukan hal cabul oleh kami. Cindy terlihat sangat cantik dan seksi dengan tubuh telanjang bulat menggoyangkan pinggulnya di atas botol plastik tersebut, mana sambil mengocok penis kami pula. Kadang saat salah satu dari kami tidak mendapatkan kocokan tangan Cindy, maka akan memukul-mukulkan penisnya ke wajah gadis ini. Wajahnyapun jadi basah oleh liurnya sendiri.

Ahh.. Cindy kini seperti lonte kecil saja. Goyangan Cindy semakin lama menjadi semakin cepat, tampaknya dia juga mulai keenakan dengan gesekan botol itu pada permukaan vaginanya. Wajah Cindy sudah mulai memerah serta berkeringat karena dari tadi pastinya kepanasan karena dikelilingi kami. Tapi dia masih terus tersenyum sambil tertawa renyah pada kami. Betul-betul menggemaskan.

"Bang... Cindy mau pipis..." ucap Cindy kemudian.

“Waah… dia mau pipis bro”

“Pipis aja Cindy…” ucapku.

Tak lama kemudian Cindy melepaskan tangannya dari penis kami, tapi tetap terus menggoyang-goyangkan pinggulnya di atas botol minuman itu. Kamipun mengocok penis kami di depan wajahnya, siap membukake wajah gadis belia yang cantik serta imut menggemaskan ini.

"Baaang.. Cindy pipis yaaah... gak tahaaaan..."

"Cindy boleh pipis kok, tapi bilang dulu... 'Cindy anak nakaal', ayoooh... bilang gitu yah?" suruhku yang telah terbawa suasana.

"Ehmmmaaahhhhh... eeeghhh, Cindy anak nakaaaal... Cindy pipiiiiisss!"

Cindy orgasme! Mendengarnya kelojotan karena pipis dan menggelinjang hebat akupun muncrat juga, begitupun dengan Jaka dan Angga. Sekarang tidak hanya pejuku saja yang mengotori wajah Cindy, tapi peju 3 orang pria sekaligus! Pemandangan yang sangat seksi dan jarang tentunya dapat menyaksikan gadis belia seumuran Cindy dengan kondisi begini. Wajah gadis imut ini jadi berantakan karena keringat, liur serta peju. Cindy justru kesenangan wajahnya belepotan sperma yang banyak karena menganggap itu vitamin wajah yang banyak.

“Kenapa Cindy? Suka ya mukanya penuh peju?” goda Jaka.

“Suka… kan biar wajah Cindy halus, hihihi” jawab Cindy cekikikan.

Kami betul-betul berbuat bejat pada gadis dibawah umur ini. Setelah beberapa saat kemudian tante Rasti datang. Diapun melihat bagaimana wajah putrinya penuh sperma.

“Ya ampuuuun… kalian habis ngapain aja sama Cindy?” tanya tante Rasti geleng-geleng kepala. Kami hanya cengengesan saja, sedangkan Cindy tertawa dengan sangat imut.

*****
*****

Perasaanku campur aduk setelah melakukan perbuatan ini. Aku memang merasakan kepuasan yang luar biasa karena fantasiku tersalurkan, namun hatiku jadi tidak tenang, aku cemburu mereka juga dapat ikut merasakan nikmatnya tubuh Cindy. Terlebih tidak hanya sekali itu saja mereka berbuat seperti itu pada gadis ini, bahkan saat aku tidak ada mereka juga sering mesumin Cindy.

Aku tidak rela! Sepertinya aku benar-benar jatuh hati pada gadis ini. Aku tidak ingin dia digerepein orang lain lagi. Saat aku mesum-mesuman berdua dengan Cindy ketika les privat selanjutnya, akupun nekat ingin mendapatkan sesuatu yang lebih.

“Cindy.. ngentot yuk”

“Ih, kata mama gak boleh ngentot Bang…”

“Kan mama Cindy gak ada, jadi gak bakal tahu”

“Tapi kan…”

“Cindy sayang kan sama abang?”

“Sayang…”

“Suka kan waktu Cindy abang bikin pipis enak?”

“Suka…”

“Waktu abang pejuin muka Cindy, Cindy juga suka kan?”

“Iya… suka”

“Jadi ayo dong… Mama Cindy gak tahu kok…”

“Ngmmhhh… Iya deh…” jawab Cindy akhirnya membolehkan. Ah… aku sungguh bejat. Aku yakin Cindy pasti belum mengerti apa arti diperawani itu. Aku benar-benar memanfaatkan keluguannya demi kepuasanku.

“Ya sudah… yuk mulai” ajakku.

“Iya… yuk! Sini kontolnya Cindy jilatin dulu”

Cindy semakin hari memang semakin centil saja. Malah kini tanpa ragu lagi memegang dan menciumi penisku, bahkan dia jadi suka ngomong-ngomong sendiri pada penisku. Menganggapnya seperti boneka saja.

"Hihihi... kontol, kamu Cindy emut yah.. mau kan? Atau Cindy mandiin dulu... iya deh, nanti masuk mulut yaaah, hihihi.. Hap" peniskupun masuk ke mulutnya.

Setelah cukup lama memanjakan penisku dengan mulutnya, kini akupun mengangkangi tubuhnya dan mengarahkan kepala penisku hingga menempel pada bibir vagina Cindy. Aku gesek-gesekkan penisku di sana. Sempat terbersit lagi keraguan apakah aku akan memerawaninya. Dia masih kecil! Masih 11 tahun! Tapi aku terus saja melakukan aksiku.

Kepala penisku mulai masuk ke dalam vaginanya. Sedikit demi sedikit. Saat ku lihat Cindy merintih, akupun menarik penisku, kemudian mencoba memasukkannya kembali. Begitu terus hingga vagina Cindy terbiasa dengan kehadiran penisku. Semakin lama penetrasiku semakin dalam menyodok liang vaginanya. Aku dapat merasakan sesuatu menghalangi kepala penisku. Aku kemudian meminta Cindy untuk menahan, dia mengangguk, dan jleb! Penisku masuk ke vagina gadis ini. Aku baru saja memerawani gadis 11 tahun!

“Nghhh…. Abaaaang” rintihnya pelan sambil meremas sprei tempat tidur. Aku tetap saja mendiamkan penisku di dalam liang vagina Cindy sambil terus menyuruhnya menahan perih. Saat dia tenang, aku coba menggenjot dengan lembut. Ah… rasanya sungguh luar biasa.

Cindy semakin lama semakin terbiasa dengan penisku yang mengganjal bagian bawah tubuhnya itu, dia kini malah mendesah kenikmatan. Genjotankupun semakin mantap menyodok vagina kecilnya. Ku rasa aku tak bisa menahan lama-lama kenikmatan ini. Selain karena ini yang pertama bagiku, aku juga melakukannya dengan gadis belia yang tentunya terasa sangat sempit. Mana bisa tahan!?

“Ya ampuuun! Kalian ngapain!??” tiba-tiba tante Rasti muncul. Aku terkejut bukan main, begitupun dengan Cindy. Namun aku tetap tidak ingin melepaskan penisku dari vagina gadis belia ini.

“Udah tante bilang kamu gak boleh sampai entotin Cindy!”

“Ma-maaf tante… aku sshh… gak tahan…”

Tante Rasti geleng-geleng kepala. Wajahnya terlihat memerah, sepertinya dia benar-benar tidak suka hal ini terjadi. Tapi kemudian dia menghela nafas.

“Ya sudah… udah terlanjur” ucapnya terdengar pasrah. Sepertinya tante Rasti berusaha merelakan karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tante Rasti memang tidak pernah sekalipun aku melihatnya marah. Dia seakan lebih memasrahkan apa yang telah terjadi daripada menyesalinya.

“Maaf tante…”

“Sudahlah.. udah terlanjur. Kalau ingin menyalahkan, ya tante yang lebih pantas disalahkan karena membiarkan kalian sejauh ini”

“Ngh… mama…” erang Cindy ikut memanggil mamanya.

“Cindy… kamu nakal yah kecil-kecil udah ngentot, gak mau kalah sama mama waktu kecil dulu, hihihi” ucap tante Rasti kemudian yang terlihat sudah seperti biasa. Cindy hanya tertawa kecil mendengarnya. Akupun kembali menggenjot Cindy. Ah… tak pernah ku bayangkan keadaannya akan menjadi seperti ini. Aku menyetubuhi gadis belia di depan ibu kandungnya sendiri! Suasana yang begitu ganjil.

“Nghhh… abaaanngg… Maaahh” erang Cindy meracau kenikmatan.

“Cindy suka yah dientotin? Mau dientotin terus sama bang Beni?” goda tante Rasti pada putrinya. Bisa-bisanya dia berucap seperti itu saat melihat anak gadisya yang masih di bawah umur dientoin orang.

"Mamaaa... Cindy mau dientotin terus maaa... Cindy suka mainan kontol di memek Cindy... Maaaaah..." racau Cindy menanggapi omongan mamanya ditengah pompaanku yang makin kuat dan kencang.

"Iyah sayang, nanti kamu ngentot tiap hari yah, jangan lupa minta bayaran, hihihi..." lanjut tante iseng sambil cekikikan. Sungguh gila. Tante Rasti malah seakan mengajarkan anaknya untuk melonte.

Mendengar perbincangan tak senonoh itu membuatku semakin belingsatan. Aku rasa aku akan benar-benar muncrat sekarang. Kocokanku pada vagina Cindy semakin kencang. Ku pandangi wajah gadis mungil ini. Wajahnya yang cantik terlihat semakin cantik karena memerah dan basah oleh keringat. Tubuhnya yang terhentak-hentak oleh sodokan penisku membuat dia semakin seksi saja. Gak tahan!

“Cindy… abang keluar” lenguhku disertai semprotan pejuku ke liang vagina gadis ini. Aku benamkan penisku dalam-dalam seakan ingin membuat gadis kecil ini hamil. Berbarengan dengan itu tubuh Cindy juga melenting, dia menjerit kenikmatan. Cindy orgasme!

“Nghh… Cindy…”

“Abaaang… Maaahh…”

“Duh, anak Mama yang nakaaal, akhirnya dientot juga deh kamunyaaa, hihihi... bisa-bisa Mama kehilangan pelanggan deh nanti..." ucap tante Rasti lagi-lagi menggoda putrinya.

"Hihihi... engga ah, Cindy kan belum cukup umur Ma, jadi mainnya sama bang Beni aja… nghh” balas Cindy dengan nafas masih terengah-engah.

“Hmm.. tante masih gak menyangka lho ini kalian berbuat beginian. Tapi karena sudah terlanjur ya mau bagaimana lagi. Kalau kamu mau entotin anak tante lagi silahkan, kalau tidak juga gak apa. Tapi ingat hanya boleh melakukannya dengan Cindy aja, Cindy juga gak boleh sama orang lain”

“I-iya tante…” Aku senang sekali mendengarnya.

“Abaaang…” panggil Cindy lirih.

“Apa Cindy?”

“Sekali lagi yuk…”

Ugh…

****

Setelah saat itu akupun jadi ngentotin Cindy terus. Waktu les privat yang seharusnya dijadikan untuk belajar malah jadi waktu untukku bersetubuh dengan gadis belia ini. Tante Rastipun memang akhirnya menjaga putrinya dari sentuhan pria lain selain aku. Aku senang sekali. Tapi hal yang tak terbayangkan bagiku kemudian terjadi. Cindy hamil!

Aku tidak tahu harus bagaimana. Tante Rasti juga bingung. Padahal aku selalu pakai kondom, hanya sesekali saja tidak kalau aku sudah tidak tahan. Mungkin itu. Tante Rasti hanya bisa pasrah karena ini sudah terjadi. Meskipun sedang hamil, tapi aku masih juga menyetubuhi Cindy. Hingga usia kehamilan Cindy memasuki 6 bulan, barulah aku berhenti.

Cindy kini tidak sekolah lagi karena kehamilannya, padahal sebentar lagi dia mau UN. Cindypun terpaksa tidak mengikuti ujian kelulusan SD. Aku jadi merasa bersalah. Aku juga akhirnya mengakui pada orangtuaku kalau aku telah menghamili anak gadis orang. Tentu saja aku kena marah habis-habisan, aku bahkan dihajar ayahku. Namun karena sudah terjadi ya mau bagaimana lagi, mereka juga akhirnya pasrah.

Waktu kami memeriksa kehamilan Cindy, tentu saja dokter itu geleng-geleng kepala karena gadis muda seusia Cindy sudah hamil.

“Bapaknya siapa? Aduh… Berbahaya wanita semuda dia ini sudah hamil. Organ reproduksi gadis di bawah umur 20 tahun itu sebenarnya belum siap untuk mengandung. Takutnya nanti terjadi pendarahan. Apalagi gadis ini masih 12 tahun” terang dokter tersebut.

“I-iya Dok.. maaf”

“Yang penting harus dikontrol terus”

“Baik Dok…”

Beberapa bulan kemudian Cindypun melahirkan dengan cara operasi. Setelah melahirkan, aku memutuskan untuk membawa Cindy denganku. Aku takut kalau Cindy terus tinggal di sana. Aku tidak ingin Cindy ikut-ikutan seperti mamanya menjadi seorang lonte. Aku kini sudah tamat SMA. Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan dan tinggal berdua bersama gadis kecilku ini. Orangtuaku dan tante Rasti mengerti. Mereka mengizinkanku untuk tinggal berdua dengan Cindy. Bayi kami dititipkan pada orangtuaku.

 


Aku dan Cindy akhirnya tingga berdua di sebuah rumah kontrakan yang kecil. Untungnya para tetangga menganggap kami kakak adik. Cindy kini melanjutkan sekolahnya lagi. Kehidupan baru kami baru saja dimulai, antara aku dan gadis lollipopku…

Si Imut Cindy Part 2

  

Setelah aku selesai mengeringkan badan dan berpakaian, akupun menyusul Cindy ke kamarnya. Tampak gadis cantik itu masih telanjang bulat sedang memilih-milih pakaian di lemari bajunya.
"Cindy...."

"Abang mau ngapain lagi sih? Cindy mau pake baju tau…"

"Yah... nanti dulu dong Cindy sayang, hehe" ujarku lalu memeluk Cindy dari belakang. Aku tutup lemari bajunya, aku tidak ingin dia cepat-cepat berpakaian. Aku masih ingin berbuat cabul pada gadis belia ini.

Tubuhku mendekap erat tubuh mungil telanjang Cindy. Aku cium rambut panjangnya yang wangi shampo. Aku lalu memandang wajahnya dari cermin lemari. Kecil-kecil gadis ini sudah sangat cantik. Dengan sengaja akupun mengelus-eluskan pipiku sendiri ke pipi Cindy. Karena tubuhnya yang jauh lebih pendek dariku membuat aku harus sedikit membungkuk. Aah... pipinya begitu lembut dan kenyal. Kembali aku mencium seluruh wajahnya habis-habisan sambil meraba-raba pinggul dan perutnya.

"Ngmmhh.... mau ngapain lagi sih bang?" tanyanya bingung melihat ulahku. Aku hanya cengengesan sambil terus menikmati suasana ini, tidak mau berhenti menciumi wajah imutnya, terus mengemut pipinya seperti lollipop hingga basah oleh liurku.

"Udah ah, capek" Cindy berontak melepaskan diri.

"Duuh... Cindy... kok udahan sih?"

"Cindy lapar, mau makan" jawabnya cuek.

“Ohh… Cindy lapar yah?? Ya sudah kalau gitu, Cindy makan dulu gih, biar cepat gede dan makin cantik, hehe"

"Abang mau makan juga? Cindy ambilin yah... mama tadi masak ayam goreng lho.." tawarnya.

"Wah boleh tuh"

"Ya udah, bentar yah bang... Cindy pakai baju dulu" ujar Cindy sambil kembali membuka lemarinya.

“Jangaan!”
Aku masih pengen dia tetap bertelanjang bulat saja keluyuran dalam rumah. Hmm… tapi sepertinya kalau ada sedikit pakaian yang menempel akan membuat Cindy jadi semakin seksi. Akupun menyuruhnya hanya mengenakan celana dalam saja, dan dia mau! Cindypun sibuk memilih celana dalam.

“Yang ini gimana bang?” tanyanya sambil menunjukkan sebuah celana dalam warna pink dengan gambar hello kitty. Aku acungkan jempol tanda setuju.

Cindy lalu memakainya. Sungguh pemandangan yang membuat penisku ngaceng maksimal. Seorang gadis belia cantik jelita yang baru mulai tumbuh remaja hanya mengenakan celana dalam saja! Imut banget kan!?

Dengan busana seperti itu Cindypun pergi ke dapur untuk mengambilkan nasi. Aku terus melihat gerak-geriknya. Sungguh gemas melihat bagaimana dia sibuk menyiapkan piring, menyedokkan nasi dari magic jar yang letaknya cukup tinggi sehingga Cindy harus menjinjit, serta mengambilkan lauk.

Aku memintanya untuk makan di kamar saja. Kamipun makan bersama di tepi tempat tidur. Kami makan satu piring berdua. Selama makan, dadaku terus berdebar karena melihat keadaan Cindy yang seksi imut ini.

"Cindy mau abang suapin?" tawarku.

"Nggak ah.. Cindy kan bukan anak kecil lagi"

"Sekali aja, aaaaaa......" ujarku sambil terus menyodorkan sendok berisi nasi dan lauk padanya. Cindy mau juga membuka mulutnya dan menerima suapan dariku.

“Ngmmhh”

"Enak kan? Nih lagi, aaaaaaa" Aku kembali menyuapi Cindy.

“Ngmmhh”

"Makan yang banyak yah Cindy sayang..."
Akhirnya mulut kecilnya terus-terusan menerima suapan dariku. Kadang aku terlalu banyak menyendok nasi sehingga Cindy jadi susah mengunyah, membuat pipinya jadi kembung karena penuh dengan makanan. Sungguh imut. Saat ada butiran nasi yang belepotan di tepi bibirnya, aku akan memungutnya dan memasukkannya ke mulutku.

"Cindy juga suapin abang dong..." pintaku.

"Ih... abang kayak anak kecil aja disuapin"

"Biarin"

"Hihihi... ya udah, Cindy suapin" setujunya.
Sekarang gantian aku yang disuapi olehnya. Kamipun jadi saling suap-suapan. Nikmat banget suap-suapan dengan gadis muda yang nyaris telanjang seperti ini. Sambil mulutku menyantap makanan, mataku juga menyantap pemandangan tubuh belia ranumnya yang terekspos itu.

"Makan yang banyak yah bang, biar perutnya makin gede, hihihi" ucapnya meledek perut buncitku. Aku tertawa saja sambil sedikit menggelitikinya.

Kamipun selesai makan. Untuk minum aku juga menyuruh Cindy mengambilkannya dan membantuku minum, dia menurutinya. Aku senang sekali, rasanya seperti di surga saja. Cindy begitu menggemaskan sekali. Membuatku ingin memeluknya lagi. Terang saja aku masih belum puas untuk mencabulinya. Aku masih ingin memuaskan fantasiku pada gadis di bawah umur ini. Aku kemudian ke dapur sebentar untuk mengambil sesuatu, lalu kembali ke kamar.

“Cindy… kamu suka pisang nggak? Mau pisang gak sayang? hehe”

"Pisang? Cindy suka! Hihihi" ucapnya girang kemudian mendekat ke arahku.

"Abang suapin nih… Cindy buka mulutnya yah… Tapi jangan digigit dulu pisangnya, diemut-emut dulu kayak permen, hehe" suruhku setelah mengupas kulit pisang tersebut. Cindy tampak bingung, tapi mau juga menuruti apa yang kusuruh. Diapun mengemut-ngemut pisang yang terus kugenggam dan kuarahkan ke mulutnya.

"Cindy suka?" Dia menjawab pertanyaanku dengan anggukan. Aku berdiri di belakangnya. Tangan kiriku memeluk pinggannya, sedangkan tangan kananku memainkan pisang di mulutnya. Posisi kami tepat di depan cermin lemari bajunya. Tampak dari bayangan cermin kalau Cindy terus menatapku dan terus berusaha tersenyum dengan mulut mungilnya penuh tersumpal buah pisang yang besar. Pemandangan yang membuatku makin belingsatan. Fantasiku jadi melayang-layang. Aku jadi membayangkan kalau peniskulah yang sedang diemut gadis ini.

"Cindy... coba kamu bilang, 'enak bang kontolnya'" dikteku pada Cindy.

"Enak bang kontolnya, hihihi" ujarnya menuruti. Ugh, sungguh menggemaskan saat mulut mungilnya mengucapkan kalimat itu.

"Cindy suka ngulum kontol yah??" tanyaku lagi sambil memainkan pisang di wajah cantiknya, menepuk-nepuk batang pisang itu serta menekan-nekan ujung pisang itu ke pipinya hingga basah oleh liurnya sendiri.

"Hmm… Abaaang… pipi Cindy jadi basah niiih…" ujarnya sambil mencoba meraih kembali pisang dengan mulutnya. Aku jadi tertawa melihat tingkahnya. Sungguh bocah polos yang menggemaskan.

"Hehehe, bilang dong kalau Cindy suka ngulum kontol. Kalau nggak, abang buang lho pisangnya, hehe"

“Iihh… abaaang, tapi ini kan pisaaaang, bukan kontol”

“Ayo dong Cindy…”

"Iiih... iya deh... Cindy suka ngulum kontol," ucapnya kemudian. Gak tahan banget dengarnya!

“Sekarang coba minta yang benar sama abang, hehe” suruhku yang semakin bejat mengerjainya.

“Ngmm… Abang… Cindy boleh ngulum pis-, eh ngulum kontol lagi nggak? Cindy suka banget ngulum kontol, pengen ngulum kontol terus”
Ugh…. Badanku panas dingin mendengarnya. Sungguh sesuatu yang sangat baru bagiku mendengar gadis semuda Cindy berucap vulgar seperti itu.

"Ugh… Iya Cindy sayang, boleh kok… Nih emut kontolnya"
Akupun memasukkan pisang itu lagi ke mulut Cindy. Kali ini sampai menyodok-nyodokkan pisang itu dengan cepat di mulutnya hingga membuat Cindy kewalahan. Sambil tetap menyodok pisang itu ke mulutnya, aku kini juga asik menggesek-gesekkan selangkanganku ke belahan pantatnya yang masih tertutup celana dalam.

Aku lalu melepaskan pisang itu dari genggamanku. Tanpa disuruh, Cindy lanjut mengulum dan memaju-mundurkan pisang itu ke mulutnya dengan tangannya sendiri. Dia melakukan itu sambil terus menatapku melalui cermin, seakan ingin memberi tontonan spesial padaku. Tentunya membuatku semakin horni saja, aku semakin terbawa nafsu. Celana dalam mungilnya kemudian ku turunkan hingga ke pahanya, membuat belahan pantatnya kini terpampang bebas di hadapanku. Cindy tidak protes celana dalamnya ku turunkan, hanya sedikit bingung saja awalnya, tapi tetap membiarkan.

Aku juga menurunkan celanaku dan kembali menggesekkan penisku yang kini sudah tegang ke belahan pantatnya. Kedua tanganku kini dengan bebasnya memeluk dan memegang pinggangnya.

“Cindy lagi apa sih sekarang?” godaku sengaja bertanya seperti itu.

“Ngh… Lagi ngemut kontol” jawabnya polos. Dia menjawab dengan kesusahan karena aku tetap menyodok-nyodok dan menggesek-gesek penisku dari belakang. Bahkan dengan sangat kencang hingga membuat Cindy tertungging-tungging dan membungkuk ke depan. Tubuh Cindy terguncang-guncang karenaku. Kalau dilihat dari cermin aku seperti sedang mengentotin gadis belia ini saja!

“Hehe, Cindy udah gede yah… udah pandai ngemut kontol”

“Hihihi” Meski kesusahan, dia masih bisa tertawa dan terus menjilat-jilat serta mengemut-ngemut buah pisang itu. Dia seakan sudah terbiasa menjilati penis saja, tapi sepertinya dia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dia lakukan.

“Enak nggak kontolnya?"

“Enak banget… nghh… Abaaaang, ahh… udah dong meluknyaaaa, ngh… susah nih ngemutnyaaaaa” Tapi aku tidak mau berhenti, justru sodokan dan gesekanku semakin kencang. Aku sangat menikmati sensasi ini. Cindypun akhirnya membiarkan saja aksiku sambil dia tetap mengemut pisang.

"Yaaah... pisangnya ancuuur..." kata Cindy dengan nada manja dan kecewa. Tampak pisang itu memang sudah hancur karena diemut terus dari tadi.

“Cindy masih mau pisang lagi?”

“Hmm… masih mau sih”

“Abang ambilkan lagi mau? Tapi Cindy berlutut dulu, terus matanya merem yah... nanti abang kasih pisang deh..." ucapku yang telah merencanakan perbuatan cabul padanya. Namun aku sendiri masih belum yakin apakah aku akan seberani ini. Aku agak takut, tapi nafsu sudah menguasai.

Cindy justru senang-senang saja menuruti perintahku. Dia kini telah berlutut dan memejamkan matanya. Tampak wajahnya memerah dan berkeringat, sepertinya dia kepanasan karena aku terus menempel dan memeluknya dari tadi. Celana dalam pink hello kittynya kini juga telah melorot dan menggantung di mata kaki kaki kirinya. Sungguh pemandangan yang begitu seksi dan membuat aku semakin bernafsu.

Aku segera mengambil pisang itu dan melumatnya dengan kepalanku. Lalu melumeri batang penisku dengan lumatan pisang tadi sampai rata.

"Ci-Cindy, buka deh mulutnya... i-ini pisangnya yang baru..." perintahku dengan nafas berat karena saking bernafsu.

"Manaaa... aaaa..." Ekspresi Cindy begitu lucu mangap-mangap mencari batang pisangku dengan mata tertutup. Ujung kepala peniskupun akhirnya menyentuh bibirnya dan dikecup mulutnya. Tubuhku bergetar. Penisku diemut gadis cantik berusia 11 tahun! Gila banget! Sensasinya sungguh luar biasa. Aku ingin memasukkan penisku semakin dalam, tapi tentu saja tidak muat di mulutnya yang mungil.

"Abaaang... pisangnya kegedeaan... Cindy capek mangapnyaaa... gak mauuu... mau yang tadi ajaaa.."

“Ayo dong Cindy diterusin aja”

“Ngmmhh… gak mauuuu…” tolaknya geleng-geleng kepala. “Cindy udah boleh buka mata?” tanyanya kemudian.

“Eh, jangan duluuuu…. Sekarang Cindy jilat-jilat aja kayak tadi yaah... kan tetap ada rasa pisangnya kan? Ayo Cindy, dijilat... dikit lagi nih" ucapku sambil menepuk-nepukkan batang penisku ke mulut gadis ini.

“Dikit lagi apa sih bang?” tanyanya bingung. Tentu saja tidak kujawab kalau aku sudah mau ngecrot. Birahiku sudah diubun-ubun, aku ingin menikmati mulutnya dengan penisku sepuas mungkin. Cindy yang masih bingung menurutinya juga, dia menjilati batang penisku seperti menjilati pisang tadi. Ah… Aku masih tak percaya telah berbuat sejauh ini pada anak gadis orang. Aku betul-betul bejat. Tapi jantungku tak mau berhenti berdebar karena saking nikmatnya sensasi ini.

“Pisangnya kok panas sih bang?”

"Cindy suka kan yang anget-anget?"

"Suka… pengen emut tapi gak muaaat…" ucapnya polos.

"Nanti kapan-kapan muat kok diemut"

Cindypun dengan polosnya terus menjilati penisku dengan matanya yang terus terpejam. Wajahnya yang putih cantik imut itu ditempeli batang penisku yang coklat gelap, sungguh perpaduan yang sangat kontras. Melihat kondisinya saat ini yang bertelanjang bulat dengan hanya celana dalam yang menggantung di mata kakinya juga semakin membuatku tidak tahan!

“Ugh… Cindyyyyy…”
Crooot! Crooot! Crooot!
Aku tak kuat untuk tidak memuntahkan spermaku, pejuku akhirnya muncrat-muncrat, kena telak menodai wajah cantik gadis belia ini.

"Iiih, muka Cindy kena apa iniii?" saking kagetnya ia langsung membuka matanya, suaranya begitu nyaring. Ketahuan juga akhirnya kalau peniskulah yang dari tadi dia emut.

“Abaaaaang… kok pipis putih di muka Cindy sih?” rengeknya merengut, tapi tidak terlihat ekspresi jijik di wajahnya, mungkin karena dia tidak terlalu mengerti apa ‘pipis putih’ itu sebenarnya.

“Eh, ma-maaf Cindy… tapi ini bagus lho buat muka Cindy, biar halus kayak Mamanya Cindy" jawabku asal mencari alasan.

“Ngh? Masa sih?”

“Beneran Cindy… Cindy pasti sering lihat kan kalau mamanya Cindy wajahnya sering disemprotin pipis putih sama om-om itu?”

“Iya… Cindy sering lihat”

“Naaah… itu supaya wajah mama Cindy makin cantik. Cindy mau kan cantik kayak mamanya?”

“Mau… Cindy mau cantik kayak mama. Kalau gitu Cindy mau lagi dong bang…”
Ugh… Aku tak menyangka dia justru berkata seperti itu.

"Hehehe, nanti lagi yaaah... abang harus ngumpulin lagi... nanti dikasi deh buat Cindy yang banyak"

"Bener yah bang... Janji yah… awas loh dikasih orang lain... "

"Hehehe, janji deeh..”

Senangnya aku, gadis ini justru menantikan dicabuli lagi olehku. Mungkin selanjutnya aku akan mencoba berbuat yang lebih cabul lagi terhadapnya.

Aku kemudian istirahat karena kecapaian. Cindy ku suruh untuk jangan mengelap pejuku dulu dari wajahnya. Jadilah dia beraktifitas di dalam rumah dengan wajah masih belepotan sperma, mana kini dia juga telah bertelanjang bulat sama sekali. Celana dalamnya tadi sudah benar-benar lepas dari tubuhnya, tergeletak begitu saja di atas lantai. Dia tampaknya kini sudah tidak malu lagi untuk bertelanjang bulat di depanku. Arghh… aku tidak pernah puas melihat pemandangan seperti ini. Cindy benar-benar gadis belia imut yang betul-betul bisa memuaskan fantasiku.

Tapi tak lama kemudian ternyata tante Rasti pulang. Dengan panik aku langsung menyuruh Cindy masuk ke kamarnya, mencuci mukanya dan berpakaian. Aku juga menyuruhnya untuk jangan bilang apa-apa pada mamanya. Tentu saja aku tidak mau tante Rasti mengetahui apa yang baru saja ku perbuat pada anak gadisnya ini.

“Wah… ada Beni. Udah lama ya?” sapa tante Rasti padaku.

“Lumayan tante, hehe”
Duh, sial! Celana dalam Cindy masih ketinggalan! Dengan cepat aku menggapai celana dalam itu dengan kakiku dan menendangnya ke kolong kursi.

“Maaf yah lama… Tante dari rumahnya pak RT, ngurus perizinan gitu… Dasar pak RT nakal, malah lama-lama nahan tante, kamu pasti tahu kan tantenya diapain? Hihihi” terang tante Rasti padaku, tentu saja aku tahu maksudnya. Untung aku sudah melampiaskannya pada anak gadisnya, kalau tidak aku pasti sudah konak berat karena membayangkan apa yang baru dialami tante Rasti.

“Iya tante… habisnya tante cantik sih, siapa aja pasti pengen lama-lama, hehe”

“Hihihi, bisa aja kamu ngegombal”

Tak lama kemudian Cindy keluar dari kamar, dia langsung berlari memeluk tante Rasti.
“Mamaaaaaaa”

“Duh, Cindy… kamu ini main peluk aja”

“Hihihi, biarin”

“Cindy gak nakal kan selama mama pergi? Ngapain aja?”

“Cindy gak nakal kok… Cindy tadi jagain adek-adek, terus nyapu, terus cuci piring juga lho ma…”

“Baguuus… Anak mama ini memang pinter” puji tante Rasti sambil mengusap-ngusap kepala Cindy. Duh, dua orang wanita ini sama-sama cantik. Yang satu masih sangat belia, yang satunya lagi sudah dewasa. Mana mereka adalah ibu dan anak pula. Tapi aku sudah melupakan tujuanku ke sini yang mana awalnya untuk ngecengin tante Rasti, aku kini jadi malah lebih tertarik pada Cindy.

Kami bertiga lalu ngobrol dan bercanda. Obrolan kami jadi lebih banyak menyinggung Cindy, termasuk perihal sekolahnya. Malah kemudian tante Rasty memintaku mengajari Cindy bahasa inggris, semacam les privat gitu. Tentu saja aku mau, karena aku jadi punya banyak kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan gadis kecilku ini. Yah… bahasa Inggrisku di sekolah lumayan bagus lha. Ngajarin anak SD sepertinya bukan masalah. Akupun setuju untuk datang tiap 3 kali seminggu.

Tak lama setelah itu aku pamit pulang. Tante Rasti memberiku kecupan di kening. Aku juga memberi kecupan yang sama pada Cindy. Ahh… Aku sangat bersemangat menantikan pertemuanku dengan Cindy berikutnya.

Bersambung….

Si Imut Cindy Part 1


Aku sedang sibuk mengeluarkan motorku dari ramainya parkiran sekolahan, namun tiba-tiba ada yang memanggilku.

“Ben, gue nebeng dong…” ujar temanku Angga menepuk pundakku. Dia biasanya memang sering nebeng denganku, tapi saat ini aku sudah punya rencana.

“Eh, sorry Bro, gue ada urusan lain nih, gak langsung pulang dulu” tolakku.

“Ah, elu… mau kemana sih emangnya? Gue temenin deh…”

“Duh, gue cuma bawa helm satu nih… ntar ditilang polisi” jawabku mencari alasan karena aku memang tidak ingin mengajaknya. Diapun akhirnya pergi dengan kecewa.

Ya… aku memang tidak ingin mengajaknya. Aku ingin menikmatinya sendiri. Hari ini, sepulang sekolah aku lagi-lagi ingin mengunjungi rumah tante Rasti, seorang ibu muda yang berprofesi sebagai…lonte.

Lonte? Ya… Lonte. Lonte cantik yang sudah memiliki 7 orang anak di usianya yang masih 26 tahun, dan dia tidak memiliki suami sama sekali. Hampir semua anaknya itu tidak jelas bapaknya siapa dan yang mana karena saking banyaknya yang membuahi benihnya. Dia doyan dihamili oleh laki-laki yang berbeda tanpa nikah!

Tante Rasti menghidupi anak-anaknya dengan cara melacurkan diri. Dia mengelola websitenya sendiri dan menerima tamu langsung di rumahnya, bahkan tak jarang dia melayani tamunya di hadapan anak-anaknya. Mereka sudah sangat terbiasa dengan profesi ibu mereka itu.

Sejak aku dikenalin temanku Jaka pada tante Rasti, aku jadi ketagihan datang ke sana. Bagaimana tidak? Sudahlah tante Rasti orangnya baik, ramah, cantik banget pula. Yang paling membuatku ketagihan adalah aku bisa melihat pemandangan yang membuat kontiku ngaceng bukan main. Mulai dari melihat tante Rasti yang sering berbusana minim, seperti hanya mengenakan handuk ataupun gaun tidur seksi tipis, hingga bertelanjang bulat yang menunjukkan seluruh tubuh moleknya.

Tak hanya itu, tante Rasti juga sering menggodaku dengan ulah dan tingkah nakalnya yang sungguh membuatku belingsatan hingga aku terpaksa melampiaskannya dengan beronani. Bahkan aku pernah diizinkan untuk menggerayangi tubuhnya, dan yang paling luar biasa aku pernah meminum susu langsung dari buah dadanya! Hanya bersetubuh dengannya saja yang belum pernah aku rasakan, karena tante Rasti melarang dengan alasan belum cukup umur. Ah, padahal usiaku sudah 16 tahun. Sudah kelas 2 SMA.

Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya aku sampai juga di rumah tante Rasti yang cukup mewah ini. Namun aku kecewa karena ternyata dia tidak ada di rumah. Tante Rasti sebenarnya sangat jarang keluar rumah, palingan hanya sesekali saja untuk mengurusi hal yang sangat penting ataupun permintaan spesial dari pelanggannya yang membutuhkan jasanya di tempat yang khusus. Aku sungguh tidak beruntung!

Saat ini hanya ada anak-anak Rasti yang masih kecil di rumah, termasuk Cindy yang merupakan anak perempuan tante Rasti satu-satunya.

“Mama kamu mana Cindy?” tanyaku pada gadis ini.

“Cindy gak tahu bang, mama gak bilang pergi kemana. Cuma bilang ada urusan aja tadi katanya,” jawab Cindy sambil menimang-nimang adiknya yang paling kecil.

“Owh… gitu, sayang banget. Hmm… tapi Cindy pintar yah bisa jagain adek-adeknya” pujiku kemudian, Cindy hanya tertawa kecil tersipu malu dipuji begitu. Dia terlihat sangat cantik dan menggemaskan di usianya yang masih 11 tahun ini. Aku yakin tante Rasti sewaktu remaja juga sangat cantik dan imut seperti Cindy.

“Abang mau Cindy buatin minum? Kalau mau sekalian makan juga boleh kok… Banyak makanan tuh di dapur” tawarnya.

“Eh, iya… ntar aja Cindy. Biar abang ambil sendiri” jawabku yang merasa tidak enak merepotkannya. Cindy tampak sibuk mengurusi adik-adiknya saat ini. Katanya sih ada babysitter yang menjaga anak-anaknya kalau tante Rasti sedang pergi, tapi kali ini tidak ada, berarti kemungkinan tante Rasti hanya pergi keluar sebentar saja. Mudah-mudahan deh, karena aku sudah kangen banget sama tante Rasti, hehe.

Akupun menghabiskan waktu menonton tv, sambil juga sesekali menjaga dan bermain dengan anak-anak tante Rasti yang lain. Tak lama kemudian suasana menjadi sepi karena mereka semua ketiduran. Hanya Cindy saja yang masih sibuk mondar-mandir beres-beresin rumah yang membuat aku lagi-lagi melontarkan pujian padanya.

Duh, entah kenapa sekarang aku jadi sangat tertarik pada gadis ini. Keimutan dan kecantikannya begitu membuat aku penasaran untuk menggodanya terus. Sebelum ini aku tidak pernah berpikiran yang aneh-aneh pada Cindy, tapi pikiranku yang sedang mesum membuat gadis di bawah umur inipun menarik perhatianku. Aku jadi berpikiran mesum tentangnya. Aku penasaran bagaimana bentuk tubuhnya bila tanpa busana, pastinya payudara remajanya itu sudah mulai tumbuh dan lekuk tubuhnya mulai terbentuk. Terus apa dia sudah memiliki rambut di kemaluan? Sepertinya belum, masih polos. Ugh, bayangan-bayangan itu menari-nari dalam pikiranku. Salah tante Rasti sih, aku lagi butuh pelampiasan tapi dia malah tidak ada, jadinya Cindy deh yang aku mupengin.

“Cindy… sini deh… kita nonton bareng yuk” ajakku padanya untuk duduk di sebelahku menemaniku nonton tv.

“Umm.. Iya bang. Nonton apa bang? Iihh… jangan nonton berita dong… nonton kartun dong…”

“Hehe, iya deh iya…” ucapku menukar chanel dengan remot sambil mencium pipinya. Dia hanya merengut mengelap pipinya yang basah kena cium olehku.

“Cindy udah kelas berapa sih sekarang?”

“Udah kelas enam”

“Owh… udah kelas enam. Pantesan udah pinter banget”

“Iya… Cindy pinter kok di sekolah” balasnya polos.

“Ngurusin rumah juga pinter. Udah pinter, cantik lagi” tambahku.

“Ih… abang nih muji-muji terus” ucap Cindy malu-malu senang. Sungguh gemesiiiin. Membuat aku kembali mencium pipinya sambil kini memeluk badannya dan menggelitikinya. Cindy justru tertawa geli dengan perlakuanku itu, bikin aku tambah gemas saja. Jadilah gadis mungil ini aku peluk-peluk, ku gelitiki dan ku ciumi wajahnya berkali-kali. Entah dia sadar atau tidak kalau aku sedang berniat mesum terhadapnya. Aku juga kemudian memangku Cindy sambil menonton tv, tentunya sambil menggerayangi tubuhnya. Tidak dapat mamanya, anaknya gadisnya yang masih beliapun jadi. Aku sungguh bejat.

“Ngmmh… udah dong bang ciumin Cindynya… badan abang bau…” ucap Cindy menggelinjang manja.

Cindy sungguh cantik. Betul-betul gadis imut yang lincah dan periang. Semakin lama membuat aku jadi semakin tak tahan untuk berbuat makin cabul terhadapnya. Tak peduli kalau usianya masih sangat belia.

"Ughh... Cindy imut... mau gak mandi bareng? hehehe" tanyaku iseng sambil mengelus-ngelus wajah cantik imutnya. Mumpung tidak ada mamanya, aku ingin berbuat semesum mungkin sebisaku.

"Nggak mau, Cindy kan udah gede!" jawabnya polos dengan wajah sok jutek.

"Yah... mau dong Cindy, abang gemas banget nih sama kamu, imut banget" ujarku kembali memeluk tubuh mungilnya.

"Nghhh... abang bau... lepasiiiin" ujarnya sambil berusaha mendorong tubuhku.

"Makanya, ayo dong mandi bareng...”

"Hmm… Ya udah deh... biar abang gak bau lagi, yuk mandi" ujarnya akhirnya mengiyakan dengan polosnya. Aku tak menyangka dia mau menuruti secepat ini. Aku benar-benar memanfaat sifatnya yang polos demi kesenanganku.

Aku yang sudah tak sabar langsung menuntun Cindy ke kamar mandi, bahkan lebih tepatnya dikatakan menyeret. Ketika sudah di dalam aku langsung membuka bajuku.

“Ih, abang perutnya gembul, lucu…”

“Hehe, Cindy mau pegang?” tawarku mesum, dan ternyata Cindy benar-benar memegangnya! Sungguh gemas melihat tingkahnya yang geli-geli mau saat memegang perutku. Kelakuan imutnya itu diam-diam malah membangunkan penisku hingga tegang maksimal.

"Lucu perutnya... emmm... abang suka gak Cindy pegang-pegang gini?"

"Ooughh.. suka banget Cindy... apalagi kalau kamu juga pegang punya abang yang panjang, gempal, dan ada bulu keritingnya, hehehe" ucapku yang semakin menginginkan perlakuan mesum pada gadis di bawah umur ini.

"Hah?! Apa itu ya? Boleh liat ngga?" Tanya bocah imut berambut panjang itu dengan polos. Mendengar perkataannya itu aku jadi semakin berani dan bersemangat!

"Buka deh celananya abang, nanti keliatan, hehehe..."

"Di dalam sini?"

"Iya..."

Lagi-lagi dengan polosnya Cindy menuruti keinginanku. Dia turunkan celanaku. Tentu saja penisku yang sudah sangat tegang itu langsung terbebas dan mengacung di hadapannya.

"Hihihi... lucu yah, kalo punya adek Cindy gak sebesar ini...” ucapnya. Aku tak menyangka dia malah berkata seperti itu.

“Waahh… Cindy udah tahu ya ini apaan? Tuh kan Cindy emang pinter, hehe”

“Tau dong… Kata mama ini namanya penis, tapi temen-temen mama suka bilang namanya kontol" jelasnya.

"Cindy suka panggilan yang mana donk?"

"Ummm, yang mana ya… kontol aja deh" jawabnya dengan nada centil. Ugh! Sungguh menggemaskan saat melihat bibir kecilnya mengucapkan kata itu.

"Hehehe... coba deh Cindy pegang... anget loh dek..." pintaku makin berani terhadapnya.

"Iiih, engga ah... itu kan kontol abang... Cindy maluuu... gak mauuu.. Ayo dong buruan mandi aja”

“Hehe, iya deh… Tapi masa mandi pake baju sih? Dibuka dong celana sama baju Cindy…" pintaku mesum.

"Nggak mau bang, malu..."

"Yaaaah mau dong... masa abang udah telanjang tapi kamu nggak mau. Ayo dong… entar abang beliin es krim deh...”

"Ngmmmhhh... mau es krim, tapi Cindy gak mau buka baju pokoknya"

“Yaaaah… Ya udah deh... gak papa” Wah, ternyata dia tidak mau. Aku sedikit kecewa, karena tujuan utama aku mengajaknya mandi tentunya adalah untuk dapat melihat tubuh telanjangnya. Ya sudah, aku tidak mau juga memaksanya.

Akhirnya kamipun saling siram-siraman. Walau Cindy masih memakai pakaian, tetap saja lekuk tubuhnya mencetak jelas dari pakaiannya yang basah. Itu sudah cukup bagiku. Sudah membuat penisku ngaceng poll!

Sambil menyiram, aku juga menggerepe tangan dan kakinya, bahkan memasukkan tanganku dan meraba-raba badannya dari balik bajunya dengan dalih menggosok badannya. Dari balik baju kaosnya yang basah, kurasakan halusnya punggung, perut, bahkan buah dadanya yang baru mulai tumbuh itu. Sungguh pemandangan yang cabul, seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi gadis belia cantik jelita yang masih berpakaian basah-basahan di dalam kamar mandi!

Nafsuku semakin bergejolak. Makin lama tubuhku makin mengapit tubuh mungil Cindy. Aku memeluk tubuh gadis mungil ini dari depan, membuat penis tegangku menempel di perutnya. Dia sepertinya tahu dan sadar kalau penisku tegang bukan main, tapi dia cuek saja dan membiarkan. Tak tahan melihat wajah polosnya, akupun nekat menggerakkan pinggulku naik turun menggesek pada perutnya yang masih dilapisi pakaian basah tersebut. Rasanya sungguh luar biasa! Aku tak pernah membayangkan kalau menggerayangi tubuh gadis cilik seperti Cindy rasanya juga sangat nikmat seperti ini. Rasanya aku tidak ingin beranjak, ingin terus dengan posisi ini. Tapi saat sedang asik-asiknya, Cindy malah berusaha melepaskan diri.

“Abang… lepasin dulu” pintanya.

“Kenapa Cindy?”

“Cindy mau pipis dulu”
Mau pipis? Yes! Ini kesempatanku untuk dapat melihat vagina mungilnya!

“Ya sudah, pipis saja” ucapku semangat.

“Tapi abang keluar dulu dong…”

“Lho, kenapa?”

“Iya… Cindy kan malu”

“Kok malu segala sih? Cindy gak usah malu kalau sama abang”

“Malu dong… Masa Cindy pipis di depan abang sih…”

“Gak apa Cindy sayang… ayo pipis aja. Gak usah malu…”

“Hmm…”

“Ayo dong Cindy…”

Cindy terlihat ragu, tapi akhirnya mau juga untuk kencing di hadapanku.

“Iya deh…”
Yes!

Dia kemudian mundur, lalu mulai menurunkan celana berserta celana dalamnya. Darahku berdesir melihat pemandangan ini. Vagina gadis belia yang masih di bawah umur terpampang di depanku! Benar ternyata kalau masih polos tanpa bulu.

Gadis mungil ini kemudian berjongkok. Dia menggigit bibir bawahnya, mengejan dan lalu mulai kencing. Matakupun tidak mau beranjak menatap selangkangannya yang memancurkan air kencing dengan deras itu. Sungguh membuat penisku konak bukan main. Cindy sendiri juga tampak malu dilihatin sedang kencing olehku.

"Udah selesai? Bisa nggak cebok sendiri?" tanyaku iseng setelah dia selesai kencing.

"Bisa donk... emang Cindy anak kecil gak bisa cebok sendiri..." ucapnya centil kemudian membasuh selangkangannya dengan gayung dan tangannya. Aku sengaja menyuruhnya cebok berlama-lama agar aku dapat melihat pemandangan ini sepuas mungkin. Mengarahkannya supaya terus membasuh dan mengusap-ngusap bagian sensitifnya itu berkali-kali dengan tangannya sendiri.

"Cebok yang bersih Cindy…”

“Iya abang… Abang gak pipis juga?“

“Nggak, nanti aja” jawabku. Penis tegang maksimal gini gimana mau kencing.

Aku sangat senang setelah selesai kencing dia tidak kembali memakai celananya, bahkan saat ku pinta dia membuka bajunya dia juga mau. Gadis cantik ini akhirnya telanjang bulat di hadapanku! Lututku lemas melihat kecantikan dan kemolekannya. Tubuh remajanya ternyata benar-benar sedang membentuk dengan sempurna. Membuat penisku jadi semakin tegang. Aku semakin tidak tahan.

Kami berdua sudah sama-sama telanjang bulat sekarang. Kamipun melanjutkan lagi acara mandi kami. Aku kembali menggerayangi tubuh mungil Cindy. Tentunya sekarang terasa lebih nikmat karena dia sudah bertelanjang bulat. Tanganku dengan nikmatnya menggesek di kulit putih mulusnya di setiap lekuk tubuhnya. Aku juga kembali memeluk tubuhnya sambil menggerep-gerepe badannya. Baik memeluk dari depan maupun dari belakang. Saat memeluk dari belakang tentunya penisku sengaja ku gesekkan di belahan pantat mungilnya itu. Rasanya sungguh luar biasa ingin membuat aku ngecrot.

"Cindy.. kamu kecil-kecil kok cantik banget sih?" sambil bicara bernafas berat aku menggoyang-goyangkan pinggulku di pantatnya.

"Hihihi... banyak yang bilang kok... katanya Cindy mirip mama..." jawabnya santai. Aaah… apa dia tidak mengerti kalau aku sekarang sedang mencabulinya? Penis tegangku jelas-jelas sedang menggesek dengan brutal di belakang tubuhnya itu.

"Berarti... egghh... Cindy mau jadi kayak mama donk?"

"Ehmmm... mau sih... lucu juga tiap hari bobo sama orang yang beda-beda..." jawabnya polos yang membuat aku ingin tertawa.

"Berarti kalo bobo sama abang… Cindy mau?"

"Emang abang mau nginap sini?”

“Mau dong…”

“Gak boleh… weeek!”

“Hehehe”

“Abaaaang…”

"Kenapa Cindy?"

“Abang ngapain sih? Kok meluk Cindy terus sambil goyang-goyang?”

“Gak boleh yah?”

“Cindy risih tau…”

“Dikit lagi kok…” jawabku dengan nafas semakin berat. Rasanya sebentar lagi aku ingin ngecrot, dan aku ingin ngecrot dengan posisi seperti ini. Posisi cabul yang mana kami sama-sama telanjang bulat dan aku sedang menggesek-gesekkan penisku di pantatnya.



“Ngmmhh… abaaang, udahan doooong…”

“Bentar lagi sayang. Ci-Cindy... abang boleh minta tolong nggak? Cuma bilang aja... ucapin satu... egghh... kalimat buat abang uughh..."

"Eegghh... kalimat apa?"

"Bilang, 'entotin Cindy'..."

"Emmm... 'Entotin Cindy'"

Arrghhh… gilaaaa… aku tak tahaaaan…

Crooot! Croooot!

Akupun memuncratkan pejuku dengan deras. Mana bisa tahan coba mendengar gadis cantik imut seperti Cindy berucap seperti itu. Pejukupun berlumuran mengotori pinggul gadis ini.

“Ngmhhh… abaaaang… ngapain sih?” rengeknya saat memegang pinggulnya dan sadar ada cairan lengket di pantatnya.


“Abang pipis putih?” tanyanya lugu. Pipis putih? Ah… mungkin itu istilah yang biasa dikatakan tante Rasti padanya. Sepertinya cairan peju juga sudah tak asing olehnya karena telah biasa melihat mamanya disetubuhi orang.

“Iya Cindy, pipis putih, hehe” jawabku. Ah… entah apa yang akan dikatakan tante Rasti kalau melihat anak gadisnya dicabuli seperti ini.

Setelah itu akupun membersihkan pejuku dari pinggulnya. Aku juga sedikit bersih-bersih. Setelah handukan, Cindypun kembali ke kamarnya dengan kondisi bertelanjang bulat. Gemas sekali rasanya melihat gadis cantik belia keluyuran di dalam rumah tanpa busana seperti itu.

Ahhh… Tante Rasti masih belum pulang, dan penisku juga kembali ngaceng tak lama kemudian. Sepertinya aku masih ingin mesumin Cindy. Mumpung masih ada kesempatan.

Bersambung….