Minggu, 27 September 2015

Si Imut Cindy Part 2

  

Setelah aku selesai mengeringkan badan dan berpakaian, akupun menyusul Cindy ke kamarnya. Tampak gadis cantik itu masih telanjang bulat sedang memilih-milih pakaian di lemari bajunya.
"Cindy...."

"Abang mau ngapain lagi sih? Cindy mau pake baju tau…"

"Yah... nanti dulu dong Cindy sayang, hehe" ujarku lalu memeluk Cindy dari belakang. Aku tutup lemari bajunya, aku tidak ingin dia cepat-cepat berpakaian. Aku masih ingin berbuat cabul pada gadis belia ini.

Tubuhku mendekap erat tubuh mungil telanjang Cindy. Aku cium rambut panjangnya yang wangi shampo. Aku lalu memandang wajahnya dari cermin lemari. Kecil-kecil gadis ini sudah sangat cantik. Dengan sengaja akupun mengelus-eluskan pipiku sendiri ke pipi Cindy. Karena tubuhnya yang jauh lebih pendek dariku membuat aku harus sedikit membungkuk. Aah... pipinya begitu lembut dan kenyal. Kembali aku mencium seluruh wajahnya habis-habisan sambil meraba-raba pinggul dan perutnya.

"Ngmmhh.... mau ngapain lagi sih bang?" tanyanya bingung melihat ulahku. Aku hanya cengengesan sambil terus menikmati suasana ini, tidak mau berhenti menciumi wajah imutnya, terus mengemut pipinya seperti lollipop hingga basah oleh liurku.

"Udah ah, capek" Cindy berontak melepaskan diri.

"Duuh... Cindy... kok udahan sih?"

"Cindy lapar, mau makan" jawabnya cuek.

“Ohh… Cindy lapar yah?? Ya sudah kalau gitu, Cindy makan dulu gih, biar cepat gede dan makin cantik, hehe"

"Abang mau makan juga? Cindy ambilin yah... mama tadi masak ayam goreng lho.." tawarnya.

"Wah boleh tuh"

"Ya udah, bentar yah bang... Cindy pakai baju dulu" ujar Cindy sambil kembali membuka lemarinya.

“Jangaan!”
Aku masih pengen dia tetap bertelanjang bulat saja keluyuran dalam rumah. Hmm… tapi sepertinya kalau ada sedikit pakaian yang menempel akan membuat Cindy jadi semakin seksi. Akupun menyuruhnya hanya mengenakan celana dalam saja, dan dia mau! Cindypun sibuk memilih celana dalam.

“Yang ini gimana bang?” tanyanya sambil menunjukkan sebuah celana dalam warna pink dengan gambar hello kitty. Aku acungkan jempol tanda setuju.

Cindy lalu memakainya. Sungguh pemandangan yang membuat penisku ngaceng maksimal. Seorang gadis belia cantik jelita yang baru mulai tumbuh remaja hanya mengenakan celana dalam saja! Imut banget kan!?

Dengan busana seperti itu Cindypun pergi ke dapur untuk mengambilkan nasi. Aku terus melihat gerak-geriknya. Sungguh gemas melihat bagaimana dia sibuk menyiapkan piring, menyedokkan nasi dari magic jar yang letaknya cukup tinggi sehingga Cindy harus menjinjit, serta mengambilkan lauk.

Aku memintanya untuk makan di kamar saja. Kamipun makan bersama di tepi tempat tidur. Kami makan satu piring berdua. Selama makan, dadaku terus berdebar karena melihat keadaan Cindy yang seksi imut ini.

"Cindy mau abang suapin?" tawarku.

"Nggak ah.. Cindy kan bukan anak kecil lagi"

"Sekali aja, aaaaaa......" ujarku sambil terus menyodorkan sendok berisi nasi dan lauk padanya. Cindy mau juga membuka mulutnya dan menerima suapan dariku.

“Ngmmhh”

"Enak kan? Nih lagi, aaaaaaa" Aku kembali menyuapi Cindy.

“Ngmmhh”

"Makan yang banyak yah Cindy sayang..."
Akhirnya mulut kecilnya terus-terusan menerima suapan dariku. Kadang aku terlalu banyak menyendok nasi sehingga Cindy jadi susah mengunyah, membuat pipinya jadi kembung karena penuh dengan makanan. Sungguh imut. Saat ada butiran nasi yang belepotan di tepi bibirnya, aku akan memungutnya dan memasukkannya ke mulutku.

"Cindy juga suapin abang dong..." pintaku.

"Ih... abang kayak anak kecil aja disuapin"

"Biarin"

"Hihihi... ya udah, Cindy suapin" setujunya.
Sekarang gantian aku yang disuapi olehnya. Kamipun jadi saling suap-suapan. Nikmat banget suap-suapan dengan gadis muda yang nyaris telanjang seperti ini. Sambil mulutku menyantap makanan, mataku juga menyantap pemandangan tubuh belia ranumnya yang terekspos itu.

"Makan yang banyak yah bang, biar perutnya makin gede, hihihi" ucapnya meledek perut buncitku. Aku tertawa saja sambil sedikit menggelitikinya.

Kamipun selesai makan. Untuk minum aku juga menyuruh Cindy mengambilkannya dan membantuku minum, dia menurutinya. Aku senang sekali, rasanya seperti di surga saja. Cindy begitu menggemaskan sekali. Membuatku ingin memeluknya lagi. Terang saja aku masih belum puas untuk mencabulinya. Aku masih ingin memuaskan fantasiku pada gadis di bawah umur ini. Aku kemudian ke dapur sebentar untuk mengambil sesuatu, lalu kembali ke kamar.

“Cindy… kamu suka pisang nggak? Mau pisang gak sayang? hehe”

"Pisang? Cindy suka! Hihihi" ucapnya girang kemudian mendekat ke arahku.

"Abang suapin nih… Cindy buka mulutnya yah… Tapi jangan digigit dulu pisangnya, diemut-emut dulu kayak permen, hehe" suruhku setelah mengupas kulit pisang tersebut. Cindy tampak bingung, tapi mau juga menuruti apa yang kusuruh. Diapun mengemut-ngemut pisang yang terus kugenggam dan kuarahkan ke mulutnya.

"Cindy suka?" Dia menjawab pertanyaanku dengan anggukan. Aku berdiri di belakangnya. Tangan kiriku memeluk pinggannya, sedangkan tangan kananku memainkan pisang di mulutnya. Posisi kami tepat di depan cermin lemari bajunya. Tampak dari bayangan cermin kalau Cindy terus menatapku dan terus berusaha tersenyum dengan mulut mungilnya penuh tersumpal buah pisang yang besar. Pemandangan yang membuatku makin belingsatan. Fantasiku jadi melayang-layang. Aku jadi membayangkan kalau peniskulah yang sedang diemut gadis ini.

"Cindy... coba kamu bilang, 'enak bang kontolnya'" dikteku pada Cindy.

"Enak bang kontolnya, hihihi" ujarnya menuruti. Ugh, sungguh menggemaskan saat mulut mungilnya mengucapkan kalimat itu.

"Cindy suka ngulum kontol yah??" tanyaku lagi sambil memainkan pisang di wajah cantiknya, menepuk-nepuk batang pisang itu serta menekan-nekan ujung pisang itu ke pipinya hingga basah oleh liurnya sendiri.

"Hmm… Abaaang… pipi Cindy jadi basah niiih…" ujarnya sambil mencoba meraih kembali pisang dengan mulutnya. Aku jadi tertawa melihat tingkahnya. Sungguh bocah polos yang menggemaskan.

"Hehehe, bilang dong kalau Cindy suka ngulum kontol. Kalau nggak, abang buang lho pisangnya, hehe"

“Iihh… abaaang, tapi ini kan pisaaaang, bukan kontol”

“Ayo dong Cindy…”

"Iiih... iya deh... Cindy suka ngulum kontol," ucapnya kemudian. Gak tahan banget dengarnya!

“Sekarang coba minta yang benar sama abang, hehe” suruhku yang semakin bejat mengerjainya.

“Ngmm… Abang… Cindy boleh ngulum pis-, eh ngulum kontol lagi nggak? Cindy suka banget ngulum kontol, pengen ngulum kontol terus”
Ugh…. Badanku panas dingin mendengarnya. Sungguh sesuatu yang sangat baru bagiku mendengar gadis semuda Cindy berucap vulgar seperti itu.

"Ugh… Iya Cindy sayang, boleh kok… Nih emut kontolnya"
Akupun memasukkan pisang itu lagi ke mulut Cindy. Kali ini sampai menyodok-nyodokkan pisang itu dengan cepat di mulutnya hingga membuat Cindy kewalahan. Sambil tetap menyodok pisang itu ke mulutnya, aku kini juga asik menggesek-gesekkan selangkanganku ke belahan pantatnya yang masih tertutup celana dalam.

Aku lalu melepaskan pisang itu dari genggamanku. Tanpa disuruh, Cindy lanjut mengulum dan memaju-mundurkan pisang itu ke mulutnya dengan tangannya sendiri. Dia melakukan itu sambil terus menatapku melalui cermin, seakan ingin memberi tontonan spesial padaku. Tentunya membuatku semakin horni saja, aku semakin terbawa nafsu. Celana dalam mungilnya kemudian ku turunkan hingga ke pahanya, membuat belahan pantatnya kini terpampang bebas di hadapanku. Cindy tidak protes celana dalamnya ku turunkan, hanya sedikit bingung saja awalnya, tapi tetap membiarkan.

Aku juga menurunkan celanaku dan kembali menggesekkan penisku yang kini sudah tegang ke belahan pantatnya. Kedua tanganku kini dengan bebasnya memeluk dan memegang pinggangnya.

“Cindy lagi apa sih sekarang?” godaku sengaja bertanya seperti itu.

“Ngh… Lagi ngemut kontol” jawabnya polos. Dia menjawab dengan kesusahan karena aku tetap menyodok-nyodok dan menggesek-gesek penisku dari belakang. Bahkan dengan sangat kencang hingga membuat Cindy tertungging-tungging dan membungkuk ke depan. Tubuh Cindy terguncang-guncang karenaku. Kalau dilihat dari cermin aku seperti sedang mengentotin gadis belia ini saja!

“Hehe, Cindy udah gede yah… udah pandai ngemut kontol”

“Hihihi” Meski kesusahan, dia masih bisa tertawa dan terus menjilat-jilat serta mengemut-ngemut buah pisang itu. Dia seakan sudah terbiasa menjilati penis saja, tapi sepertinya dia masih tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang dia lakukan.

“Enak nggak kontolnya?"

“Enak banget… nghh… Abaaaang, ahh… udah dong meluknyaaaa, ngh… susah nih ngemutnyaaaaa” Tapi aku tidak mau berhenti, justru sodokan dan gesekanku semakin kencang. Aku sangat menikmati sensasi ini. Cindypun akhirnya membiarkan saja aksiku sambil dia tetap mengemut pisang.

"Yaaah... pisangnya ancuuur..." kata Cindy dengan nada manja dan kecewa. Tampak pisang itu memang sudah hancur karena diemut terus dari tadi.

“Cindy masih mau pisang lagi?”

“Hmm… masih mau sih”

“Abang ambilkan lagi mau? Tapi Cindy berlutut dulu, terus matanya merem yah... nanti abang kasih pisang deh..." ucapku yang telah merencanakan perbuatan cabul padanya. Namun aku sendiri masih belum yakin apakah aku akan seberani ini. Aku agak takut, tapi nafsu sudah menguasai.

Cindy justru senang-senang saja menuruti perintahku. Dia kini telah berlutut dan memejamkan matanya. Tampak wajahnya memerah dan berkeringat, sepertinya dia kepanasan karena aku terus menempel dan memeluknya dari tadi. Celana dalam pink hello kittynya kini juga telah melorot dan menggantung di mata kaki kaki kirinya. Sungguh pemandangan yang begitu seksi dan membuat aku semakin bernafsu.

Aku segera mengambil pisang itu dan melumatnya dengan kepalanku. Lalu melumeri batang penisku dengan lumatan pisang tadi sampai rata.

"Ci-Cindy, buka deh mulutnya... i-ini pisangnya yang baru..." perintahku dengan nafas berat karena saking bernafsu.

"Manaaa... aaaa..." Ekspresi Cindy begitu lucu mangap-mangap mencari batang pisangku dengan mata tertutup. Ujung kepala peniskupun akhirnya menyentuh bibirnya dan dikecup mulutnya. Tubuhku bergetar. Penisku diemut gadis cantik berusia 11 tahun! Gila banget! Sensasinya sungguh luar biasa. Aku ingin memasukkan penisku semakin dalam, tapi tentu saja tidak muat di mulutnya yang mungil.

"Abaaang... pisangnya kegedeaan... Cindy capek mangapnyaaa... gak mauuu... mau yang tadi ajaaa.."

“Ayo dong Cindy diterusin aja”

“Ngmmhh… gak mauuuu…” tolaknya geleng-geleng kepala. “Cindy udah boleh buka mata?” tanyanya kemudian.

“Eh, jangan duluuuu…. Sekarang Cindy jilat-jilat aja kayak tadi yaah... kan tetap ada rasa pisangnya kan? Ayo Cindy, dijilat... dikit lagi nih" ucapku sambil menepuk-nepukkan batang penisku ke mulut gadis ini.

“Dikit lagi apa sih bang?” tanyanya bingung. Tentu saja tidak kujawab kalau aku sudah mau ngecrot. Birahiku sudah diubun-ubun, aku ingin menikmati mulutnya dengan penisku sepuas mungkin. Cindy yang masih bingung menurutinya juga, dia menjilati batang penisku seperti menjilati pisang tadi. Ah… Aku masih tak percaya telah berbuat sejauh ini pada anak gadis orang. Aku betul-betul bejat. Tapi jantungku tak mau berhenti berdebar karena saking nikmatnya sensasi ini.

“Pisangnya kok panas sih bang?”

"Cindy suka kan yang anget-anget?"

"Suka… pengen emut tapi gak muaaat…" ucapnya polos.

"Nanti kapan-kapan muat kok diemut"

Cindypun dengan polosnya terus menjilati penisku dengan matanya yang terus terpejam. Wajahnya yang putih cantik imut itu ditempeli batang penisku yang coklat gelap, sungguh perpaduan yang sangat kontras. Melihat kondisinya saat ini yang bertelanjang bulat dengan hanya celana dalam yang menggantung di mata kakinya juga semakin membuatku tidak tahan!

“Ugh… Cindyyyyy…”
Crooot! Crooot! Crooot!
Aku tak kuat untuk tidak memuntahkan spermaku, pejuku akhirnya muncrat-muncrat, kena telak menodai wajah cantik gadis belia ini.

"Iiih, muka Cindy kena apa iniii?" saking kagetnya ia langsung membuka matanya, suaranya begitu nyaring. Ketahuan juga akhirnya kalau peniskulah yang dari tadi dia emut.

“Abaaaaang… kok pipis putih di muka Cindy sih?” rengeknya merengut, tapi tidak terlihat ekspresi jijik di wajahnya, mungkin karena dia tidak terlalu mengerti apa ‘pipis putih’ itu sebenarnya.

“Eh, ma-maaf Cindy… tapi ini bagus lho buat muka Cindy, biar halus kayak Mamanya Cindy" jawabku asal mencari alasan.

“Ngh? Masa sih?”

“Beneran Cindy… Cindy pasti sering lihat kan kalau mamanya Cindy wajahnya sering disemprotin pipis putih sama om-om itu?”

“Iya… Cindy sering lihat”

“Naaah… itu supaya wajah mama Cindy makin cantik. Cindy mau kan cantik kayak mamanya?”

“Mau… Cindy mau cantik kayak mama. Kalau gitu Cindy mau lagi dong bang…”
Ugh… Aku tak menyangka dia justru berkata seperti itu.

"Hehehe, nanti lagi yaaah... abang harus ngumpulin lagi... nanti dikasi deh buat Cindy yang banyak"

"Bener yah bang... Janji yah… awas loh dikasih orang lain... "

"Hehehe, janji deeh..”

Senangnya aku, gadis ini justru menantikan dicabuli lagi olehku. Mungkin selanjutnya aku akan mencoba berbuat yang lebih cabul lagi terhadapnya.

Aku kemudian istirahat karena kecapaian. Cindy ku suruh untuk jangan mengelap pejuku dulu dari wajahnya. Jadilah dia beraktifitas di dalam rumah dengan wajah masih belepotan sperma, mana kini dia juga telah bertelanjang bulat sama sekali. Celana dalamnya tadi sudah benar-benar lepas dari tubuhnya, tergeletak begitu saja di atas lantai. Dia tampaknya kini sudah tidak malu lagi untuk bertelanjang bulat di depanku. Arghh… aku tidak pernah puas melihat pemandangan seperti ini. Cindy benar-benar gadis belia imut yang betul-betul bisa memuaskan fantasiku.

Tapi tak lama kemudian ternyata tante Rasti pulang. Dengan panik aku langsung menyuruh Cindy masuk ke kamarnya, mencuci mukanya dan berpakaian. Aku juga menyuruhnya untuk jangan bilang apa-apa pada mamanya. Tentu saja aku tidak mau tante Rasti mengetahui apa yang baru saja ku perbuat pada anak gadisnya ini.

“Wah… ada Beni. Udah lama ya?” sapa tante Rasti padaku.

“Lumayan tante, hehe”
Duh, sial! Celana dalam Cindy masih ketinggalan! Dengan cepat aku menggapai celana dalam itu dengan kakiku dan menendangnya ke kolong kursi.

“Maaf yah lama… Tante dari rumahnya pak RT, ngurus perizinan gitu… Dasar pak RT nakal, malah lama-lama nahan tante, kamu pasti tahu kan tantenya diapain? Hihihi” terang tante Rasti padaku, tentu saja aku tahu maksudnya. Untung aku sudah melampiaskannya pada anak gadisnya, kalau tidak aku pasti sudah konak berat karena membayangkan apa yang baru dialami tante Rasti.

“Iya tante… habisnya tante cantik sih, siapa aja pasti pengen lama-lama, hehe”

“Hihihi, bisa aja kamu ngegombal”

Tak lama kemudian Cindy keluar dari kamar, dia langsung berlari memeluk tante Rasti.
“Mamaaaaaaa”

“Duh, Cindy… kamu ini main peluk aja”

“Hihihi, biarin”

“Cindy gak nakal kan selama mama pergi? Ngapain aja?”

“Cindy gak nakal kok… Cindy tadi jagain adek-adek, terus nyapu, terus cuci piring juga lho ma…”

“Baguuus… Anak mama ini memang pinter” puji tante Rasti sambil mengusap-ngusap kepala Cindy. Duh, dua orang wanita ini sama-sama cantik. Yang satu masih sangat belia, yang satunya lagi sudah dewasa. Mana mereka adalah ibu dan anak pula. Tapi aku sudah melupakan tujuanku ke sini yang mana awalnya untuk ngecengin tante Rasti, aku kini jadi malah lebih tertarik pada Cindy.

Kami bertiga lalu ngobrol dan bercanda. Obrolan kami jadi lebih banyak menyinggung Cindy, termasuk perihal sekolahnya. Malah kemudian tante Rasty memintaku mengajari Cindy bahasa inggris, semacam les privat gitu. Tentu saja aku mau, karena aku jadi punya banyak kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan gadis kecilku ini. Yah… bahasa Inggrisku di sekolah lumayan bagus lha. Ngajarin anak SD sepertinya bukan masalah. Akupun setuju untuk datang tiap 3 kali seminggu.

Tak lama setelah itu aku pamit pulang. Tante Rasti memberiku kecupan di kening. Aku juga memberi kecupan yang sama pada Cindy. Ahh… Aku sangat bersemangat menantikan pertemuanku dengan Cindy berikutnya.

Bersambung….

Si Imut Cindy Part 1


Aku sedang sibuk mengeluarkan motorku dari ramainya parkiran sekolahan, namun tiba-tiba ada yang memanggilku.

“Ben, gue nebeng dong…” ujar temanku Angga menepuk pundakku. Dia biasanya memang sering nebeng denganku, tapi saat ini aku sudah punya rencana.

“Eh, sorry Bro, gue ada urusan lain nih, gak langsung pulang dulu” tolakku.

“Ah, elu… mau kemana sih emangnya? Gue temenin deh…”

“Duh, gue cuma bawa helm satu nih… ntar ditilang polisi” jawabku mencari alasan karena aku memang tidak ingin mengajaknya. Diapun akhirnya pergi dengan kecewa.

Ya… aku memang tidak ingin mengajaknya. Aku ingin menikmatinya sendiri. Hari ini, sepulang sekolah aku lagi-lagi ingin mengunjungi rumah tante Rasti, seorang ibu muda yang berprofesi sebagai…lonte.

Lonte? Ya… Lonte. Lonte cantik yang sudah memiliki 7 orang anak di usianya yang masih 26 tahun, dan dia tidak memiliki suami sama sekali. Hampir semua anaknya itu tidak jelas bapaknya siapa dan yang mana karena saking banyaknya yang membuahi benihnya. Dia doyan dihamili oleh laki-laki yang berbeda tanpa nikah!

Tante Rasti menghidupi anak-anaknya dengan cara melacurkan diri. Dia mengelola websitenya sendiri dan menerima tamu langsung di rumahnya, bahkan tak jarang dia melayani tamunya di hadapan anak-anaknya. Mereka sudah sangat terbiasa dengan profesi ibu mereka itu.

Sejak aku dikenalin temanku Jaka pada tante Rasti, aku jadi ketagihan datang ke sana. Bagaimana tidak? Sudahlah tante Rasti orangnya baik, ramah, cantik banget pula. Yang paling membuatku ketagihan adalah aku bisa melihat pemandangan yang membuat kontiku ngaceng bukan main. Mulai dari melihat tante Rasti yang sering berbusana minim, seperti hanya mengenakan handuk ataupun gaun tidur seksi tipis, hingga bertelanjang bulat yang menunjukkan seluruh tubuh moleknya.

Tak hanya itu, tante Rasti juga sering menggodaku dengan ulah dan tingkah nakalnya yang sungguh membuatku belingsatan hingga aku terpaksa melampiaskannya dengan beronani. Bahkan aku pernah diizinkan untuk menggerayangi tubuhnya, dan yang paling luar biasa aku pernah meminum susu langsung dari buah dadanya! Hanya bersetubuh dengannya saja yang belum pernah aku rasakan, karena tante Rasti melarang dengan alasan belum cukup umur. Ah, padahal usiaku sudah 16 tahun. Sudah kelas 2 SMA.

Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya aku sampai juga di rumah tante Rasti yang cukup mewah ini. Namun aku kecewa karena ternyata dia tidak ada di rumah. Tante Rasti sebenarnya sangat jarang keluar rumah, palingan hanya sesekali saja untuk mengurusi hal yang sangat penting ataupun permintaan spesial dari pelanggannya yang membutuhkan jasanya di tempat yang khusus. Aku sungguh tidak beruntung!

Saat ini hanya ada anak-anak Rasti yang masih kecil di rumah, termasuk Cindy yang merupakan anak perempuan tante Rasti satu-satunya.

“Mama kamu mana Cindy?” tanyaku pada gadis ini.

“Cindy gak tahu bang, mama gak bilang pergi kemana. Cuma bilang ada urusan aja tadi katanya,” jawab Cindy sambil menimang-nimang adiknya yang paling kecil.

“Owh… gitu, sayang banget. Hmm… tapi Cindy pintar yah bisa jagain adek-adeknya” pujiku kemudian, Cindy hanya tertawa kecil tersipu malu dipuji begitu. Dia terlihat sangat cantik dan menggemaskan di usianya yang masih 11 tahun ini. Aku yakin tante Rasti sewaktu remaja juga sangat cantik dan imut seperti Cindy.

“Abang mau Cindy buatin minum? Kalau mau sekalian makan juga boleh kok… Banyak makanan tuh di dapur” tawarnya.

“Eh, iya… ntar aja Cindy. Biar abang ambil sendiri” jawabku yang merasa tidak enak merepotkannya. Cindy tampak sibuk mengurusi adik-adiknya saat ini. Katanya sih ada babysitter yang menjaga anak-anaknya kalau tante Rasti sedang pergi, tapi kali ini tidak ada, berarti kemungkinan tante Rasti hanya pergi keluar sebentar saja. Mudah-mudahan deh, karena aku sudah kangen banget sama tante Rasti, hehe.

Akupun menghabiskan waktu menonton tv, sambil juga sesekali menjaga dan bermain dengan anak-anak tante Rasti yang lain. Tak lama kemudian suasana menjadi sepi karena mereka semua ketiduran. Hanya Cindy saja yang masih sibuk mondar-mandir beres-beresin rumah yang membuat aku lagi-lagi melontarkan pujian padanya.

Duh, entah kenapa sekarang aku jadi sangat tertarik pada gadis ini. Keimutan dan kecantikannya begitu membuat aku penasaran untuk menggodanya terus. Sebelum ini aku tidak pernah berpikiran yang aneh-aneh pada Cindy, tapi pikiranku yang sedang mesum membuat gadis di bawah umur inipun menarik perhatianku. Aku jadi berpikiran mesum tentangnya. Aku penasaran bagaimana bentuk tubuhnya bila tanpa busana, pastinya payudara remajanya itu sudah mulai tumbuh dan lekuk tubuhnya mulai terbentuk. Terus apa dia sudah memiliki rambut di kemaluan? Sepertinya belum, masih polos. Ugh, bayangan-bayangan itu menari-nari dalam pikiranku. Salah tante Rasti sih, aku lagi butuh pelampiasan tapi dia malah tidak ada, jadinya Cindy deh yang aku mupengin.

“Cindy… sini deh… kita nonton bareng yuk” ajakku padanya untuk duduk di sebelahku menemaniku nonton tv.

“Umm.. Iya bang. Nonton apa bang? Iihh… jangan nonton berita dong… nonton kartun dong…”

“Hehe, iya deh iya…” ucapku menukar chanel dengan remot sambil mencium pipinya. Dia hanya merengut mengelap pipinya yang basah kena cium olehku.

“Cindy udah kelas berapa sih sekarang?”

“Udah kelas enam”

“Owh… udah kelas enam. Pantesan udah pinter banget”

“Iya… Cindy pinter kok di sekolah” balasnya polos.

“Ngurusin rumah juga pinter. Udah pinter, cantik lagi” tambahku.

“Ih… abang nih muji-muji terus” ucap Cindy malu-malu senang. Sungguh gemesiiiin. Membuat aku kembali mencium pipinya sambil kini memeluk badannya dan menggelitikinya. Cindy justru tertawa geli dengan perlakuanku itu, bikin aku tambah gemas saja. Jadilah gadis mungil ini aku peluk-peluk, ku gelitiki dan ku ciumi wajahnya berkali-kali. Entah dia sadar atau tidak kalau aku sedang berniat mesum terhadapnya. Aku juga kemudian memangku Cindy sambil menonton tv, tentunya sambil menggerayangi tubuhnya. Tidak dapat mamanya, anaknya gadisnya yang masih beliapun jadi. Aku sungguh bejat.

“Ngmmh… udah dong bang ciumin Cindynya… badan abang bau…” ucap Cindy menggelinjang manja.

Cindy sungguh cantik. Betul-betul gadis imut yang lincah dan periang. Semakin lama membuat aku jadi semakin tak tahan untuk berbuat makin cabul terhadapnya. Tak peduli kalau usianya masih sangat belia.

"Ughh... Cindy imut... mau gak mandi bareng? hehehe" tanyaku iseng sambil mengelus-ngelus wajah cantik imutnya. Mumpung tidak ada mamanya, aku ingin berbuat semesum mungkin sebisaku.

"Nggak mau, Cindy kan udah gede!" jawabnya polos dengan wajah sok jutek.

"Yah... mau dong Cindy, abang gemas banget nih sama kamu, imut banget" ujarku kembali memeluk tubuh mungilnya.

"Nghhh... abang bau... lepasiiiin" ujarnya sambil berusaha mendorong tubuhku.

"Makanya, ayo dong mandi bareng...”

"Hmm… Ya udah deh... biar abang gak bau lagi, yuk mandi" ujarnya akhirnya mengiyakan dengan polosnya. Aku tak menyangka dia mau menuruti secepat ini. Aku benar-benar memanfaat sifatnya yang polos demi kesenanganku.

Aku yang sudah tak sabar langsung menuntun Cindy ke kamar mandi, bahkan lebih tepatnya dikatakan menyeret. Ketika sudah di dalam aku langsung membuka bajuku.

“Ih, abang perutnya gembul, lucu…”

“Hehe, Cindy mau pegang?” tawarku mesum, dan ternyata Cindy benar-benar memegangnya! Sungguh gemas melihat tingkahnya yang geli-geli mau saat memegang perutku. Kelakuan imutnya itu diam-diam malah membangunkan penisku hingga tegang maksimal.

"Lucu perutnya... emmm... abang suka gak Cindy pegang-pegang gini?"

"Ooughh.. suka banget Cindy... apalagi kalau kamu juga pegang punya abang yang panjang, gempal, dan ada bulu keritingnya, hehehe" ucapku yang semakin menginginkan perlakuan mesum pada gadis di bawah umur ini.

"Hah?! Apa itu ya? Boleh liat ngga?" Tanya bocah imut berambut panjang itu dengan polos. Mendengar perkataannya itu aku jadi semakin berani dan bersemangat!

"Buka deh celananya abang, nanti keliatan, hehehe..."

"Di dalam sini?"

"Iya..."

Lagi-lagi dengan polosnya Cindy menuruti keinginanku. Dia turunkan celanaku. Tentu saja penisku yang sudah sangat tegang itu langsung terbebas dan mengacung di hadapannya.

"Hihihi... lucu yah, kalo punya adek Cindy gak sebesar ini...” ucapnya. Aku tak menyangka dia malah berkata seperti itu.

“Waahh… Cindy udah tahu ya ini apaan? Tuh kan Cindy emang pinter, hehe”

“Tau dong… Kata mama ini namanya penis, tapi temen-temen mama suka bilang namanya kontol" jelasnya.

"Cindy suka panggilan yang mana donk?"

"Ummm, yang mana ya… kontol aja deh" jawabnya dengan nada centil. Ugh! Sungguh menggemaskan saat melihat bibir kecilnya mengucapkan kata itu.

"Hehehe... coba deh Cindy pegang... anget loh dek..." pintaku makin berani terhadapnya.

"Iiih, engga ah... itu kan kontol abang... Cindy maluuu... gak mauuu.. Ayo dong buruan mandi aja”

“Hehe, iya deh… Tapi masa mandi pake baju sih? Dibuka dong celana sama baju Cindy…" pintaku mesum.

"Nggak mau bang, malu..."

"Yaaaah mau dong... masa abang udah telanjang tapi kamu nggak mau. Ayo dong… entar abang beliin es krim deh...”

"Ngmmmhhh... mau es krim, tapi Cindy gak mau buka baju pokoknya"

“Yaaaah… Ya udah deh... gak papa” Wah, ternyata dia tidak mau. Aku sedikit kecewa, karena tujuan utama aku mengajaknya mandi tentunya adalah untuk dapat melihat tubuh telanjangnya. Ya sudah, aku tidak mau juga memaksanya.

Akhirnya kamipun saling siram-siraman. Walau Cindy masih memakai pakaian, tetap saja lekuk tubuhnya mencetak jelas dari pakaiannya yang basah. Itu sudah cukup bagiku. Sudah membuat penisku ngaceng poll!

Sambil menyiram, aku juga menggerepe tangan dan kakinya, bahkan memasukkan tanganku dan meraba-raba badannya dari balik bajunya dengan dalih menggosok badannya. Dari balik baju kaosnya yang basah, kurasakan halusnya punggung, perut, bahkan buah dadanya yang baru mulai tumbuh itu. Sungguh pemandangan yang cabul, seorang pria dewasa yang telanjang bulat sedang menggerayangi gadis belia cantik jelita yang masih berpakaian basah-basahan di dalam kamar mandi!

Nafsuku semakin bergejolak. Makin lama tubuhku makin mengapit tubuh mungil Cindy. Aku memeluk tubuh gadis mungil ini dari depan, membuat penis tegangku menempel di perutnya. Dia sepertinya tahu dan sadar kalau penisku tegang bukan main, tapi dia cuek saja dan membiarkan. Tak tahan melihat wajah polosnya, akupun nekat menggerakkan pinggulku naik turun menggesek pada perutnya yang masih dilapisi pakaian basah tersebut. Rasanya sungguh luar biasa! Aku tak pernah membayangkan kalau menggerayangi tubuh gadis cilik seperti Cindy rasanya juga sangat nikmat seperti ini. Rasanya aku tidak ingin beranjak, ingin terus dengan posisi ini. Tapi saat sedang asik-asiknya, Cindy malah berusaha melepaskan diri.

“Abang… lepasin dulu” pintanya.

“Kenapa Cindy?”

“Cindy mau pipis dulu”
Mau pipis? Yes! Ini kesempatanku untuk dapat melihat vagina mungilnya!

“Ya sudah, pipis saja” ucapku semangat.

“Tapi abang keluar dulu dong…”

“Lho, kenapa?”

“Iya… Cindy kan malu”

“Kok malu segala sih? Cindy gak usah malu kalau sama abang”

“Malu dong… Masa Cindy pipis di depan abang sih…”

“Gak apa Cindy sayang… ayo pipis aja. Gak usah malu…”

“Hmm…”

“Ayo dong Cindy…”

Cindy terlihat ragu, tapi akhirnya mau juga untuk kencing di hadapanku.

“Iya deh…”
Yes!

Dia kemudian mundur, lalu mulai menurunkan celana berserta celana dalamnya. Darahku berdesir melihat pemandangan ini. Vagina gadis belia yang masih di bawah umur terpampang di depanku! Benar ternyata kalau masih polos tanpa bulu.

Gadis mungil ini kemudian berjongkok. Dia menggigit bibir bawahnya, mengejan dan lalu mulai kencing. Matakupun tidak mau beranjak menatap selangkangannya yang memancurkan air kencing dengan deras itu. Sungguh membuat penisku konak bukan main. Cindy sendiri juga tampak malu dilihatin sedang kencing olehku.

"Udah selesai? Bisa nggak cebok sendiri?" tanyaku iseng setelah dia selesai kencing.

"Bisa donk... emang Cindy anak kecil gak bisa cebok sendiri..." ucapnya centil kemudian membasuh selangkangannya dengan gayung dan tangannya. Aku sengaja menyuruhnya cebok berlama-lama agar aku dapat melihat pemandangan ini sepuas mungkin. Mengarahkannya supaya terus membasuh dan mengusap-ngusap bagian sensitifnya itu berkali-kali dengan tangannya sendiri.

"Cebok yang bersih Cindy…”

“Iya abang… Abang gak pipis juga?“

“Nggak, nanti aja” jawabku. Penis tegang maksimal gini gimana mau kencing.

Aku sangat senang setelah selesai kencing dia tidak kembali memakai celananya, bahkan saat ku pinta dia membuka bajunya dia juga mau. Gadis cantik ini akhirnya telanjang bulat di hadapanku! Lututku lemas melihat kecantikan dan kemolekannya. Tubuh remajanya ternyata benar-benar sedang membentuk dengan sempurna. Membuat penisku jadi semakin tegang. Aku semakin tidak tahan.

Kami berdua sudah sama-sama telanjang bulat sekarang. Kamipun melanjutkan lagi acara mandi kami. Aku kembali menggerayangi tubuh mungil Cindy. Tentunya sekarang terasa lebih nikmat karena dia sudah bertelanjang bulat. Tanganku dengan nikmatnya menggesek di kulit putih mulusnya di setiap lekuk tubuhnya. Aku juga kembali memeluk tubuhnya sambil menggerep-gerepe badannya. Baik memeluk dari depan maupun dari belakang. Saat memeluk dari belakang tentunya penisku sengaja ku gesekkan di belahan pantat mungilnya itu. Rasanya sungguh luar biasa ingin membuat aku ngecrot.

"Cindy.. kamu kecil-kecil kok cantik banget sih?" sambil bicara bernafas berat aku menggoyang-goyangkan pinggulku di pantatnya.

"Hihihi... banyak yang bilang kok... katanya Cindy mirip mama..." jawabnya santai. Aaah… apa dia tidak mengerti kalau aku sekarang sedang mencabulinya? Penis tegangku jelas-jelas sedang menggesek dengan brutal di belakang tubuhnya itu.

"Berarti... egghh... Cindy mau jadi kayak mama donk?"

"Ehmmm... mau sih... lucu juga tiap hari bobo sama orang yang beda-beda..." jawabnya polos yang membuat aku ingin tertawa.

"Berarti kalo bobo sama abang… Cindy mau?"

"Emang abang mau nginap sini?”

“Mau dong…”

“Gak boleh… weeek!”

“Hehehe”

“Abaaaang…”

"Kenapa Cindy?"

“Abang ngapain sih? Kok meluk Cindy terus sambil goyang-goyang?”

“Gak boleh yah?”

“Cindy risih tau…”

“Dikit lagi kok…” jawabku dengan nafas semakin berat. Rasanya sebentar lagi aku ingin ngecrot, dan aku ingin ngecrot dengan posisi seperti ini. Posisi cabul yang mana kami sama-sama telanjang bulat dan aku sedang menggesek-gesekkan penisku di pantatnya.



“Ngmmhh… abaaang, udahan doooong…”

“Bentar lagi sayang. Ci-Cindy... abang boleh minta tolong nggak? Cuma bilang aja... ucapin satu... egghh... kalimat buat abang uughh..."

"Eegghh... kalimat apa?"

"Bilang, 'entotin Cindy'..."

"Emmm... 'Entotin Cindy'"

Arrghhh… gilaaaa… aku tak tahaaaan…

Crooot! Croooot!

Akupun memuncratkan pejuku dengan deras. Mana bisa tahan coba mendengar gadis cantik imut seperti Cindy berucap seperti itu. Pejukupun berlumuran mengotori pinggul gadis ini.

“Ngmhhh… abaaaang… ngapain sih?” rengeknya saat memegang pinggulnya dan sadar ada cairan lengket di pantatnya.


“Abang pipis putih?” tanyanya lugu. Pipis putih? Ah… mungkin itu istilah yang biasa dikatakan tante Rasti padanya. Sepertinya cairan peju juga sudah tak asing olehnya karena telah biasa melihat mamanya disetubuhi orang.

“Iya Cindy, pipis putih, hehe” jawabku. Ah… entah apa yang akan dikatakan tante Rasti kalau melihat anak gadisnya dicabuli seperti ini.

Setelah itu akupun membersihkan pejuku dari pinggulnya. Aku juga sedikit bersih-bersih. Setelah handukan, Cindypun kembali ke kamarnya dengan kondisi bertelanjang bulat. Gemas sekali rasanya melihat gadis cantik belia keluyuran di dalam rumah tanpa busana seperti itu.

Ahhh… Tante Rasti masih belum pulang, dan penisku juga kembali ngaceng tak lama kemudian. Sepertinya aku masih ingin mesumin Cindy. Mumpung masih ada kesempatan.

Bersambung….

Jumat, 25 September 2015

Ngentotin Temen SMA

 


Cerita ini merupakan pengalamanku semasa SMA di kota B. SMA yang deket lokalisasi black essence itu loh.. Namaku Yo, panggil aja gitu, saya mau ceritakan pengalamanku dengan Yuni, temen sekelasku. Saat itu, saya bukan siswa yang favorit, ganteng enggak, kaya juga nggak, siswa biasa yang cenderung culun dan nggak banyak tingkah.

Yuni adalah salah satu temen sekelasku. Bodynya sangat indah, toketnya juga sekel untuk ukuran sma. Yuni anak yang baik, meskipun sangat ekspresif dan supel. Setiap hari roknya bikin konti ngaceng, karena diatas lutut dan ditambah kakinya yang putih mulus walaupun agak pendek. Sebetulnya tingginya hampir sama denganku, sama sama pendek.

Sudah lama aku sering menelan ludah ketika melihat Yuni. Sering aku hanya senyum, menyapa sekadarnya, atau kalau ngobrolpun paling soal pelajaran di sekolah. Karena saya cukup cakap ketika di kelas, Yuni sering nanya soal PR kepadaku. Saya senang saat itu, sembari mengajari, dia yang punya kebiasaan melipatkan kedua tangannya di mejaku, lalu dadanya disandarkan ke meja sambil berdiri. Bisa agan bayangkan lah, kebiasaan anak SMA, yang suka bertumpu tangan dan dada di meja. Saat itu, saya sering mencuri-curi pandang ke belahan dadanya yang sedikit terbuka.

Indahnya! Walaupun toketnya besar, dia ga pake bra! Tapi hanya dilapis kaus dalam dan mungkin kawai penutup dada. Aku menelan ludah melihatnya, dan sering membayangkan untuk meremas dadanya, mengemutnya, aaah.. andaikan ini bisa jadi kenyataan. Namun, aku hanya siswa yang pendiam dan tak terlalu cakep atau ganteng dan item dan juga pendek. Aku hanya bisa membayangkan saja, dan paling saat pulang ke rumah coli sepuasnya membayangkan Yuniku yang seksi.

Satu hari, kesempatan untuk berpetualangan seksual itu datang. Hari itu, mata pelajaran sosiologi, pada saat itu setiap siswa berbondong datang menuju meja guru, untuk memeriksakan PR’nya kepada guru. Semua berkerumun, sambil memperlihatkan PR nya untuk diperiksa. Tak terkecuali Yuni saat itu. Saya yang sangat PD kalau jawabanku benar semua, sengaja mengakhirkan untuk diperiksa. Saya hanya duduk didepan melihat pantat teman-teman cewekku yang menungging bersandar dada ke meja guru. Karena meja guru lebih rendah dari tinggi dr tinggi siswa, otomatis mereka menungging pol, sampai roknya kelihatan melewati garis lipatan belakang lutut. Sungguh pemandangan yang menyenangkan

Lalu, giliran Yuni dan teman-temannya berkerumun datang ke meja guru. Aku yang saat itu begitu konak, karena melihat cewek-cewek sebelumnya, langsung terperangah ketika Yuni pun ikut berkerumun dan menungging. Sungguh, kontolku langsung berdiri tegak penuh ingin menikmati pantat Yuni yang bohay dan sekel. Oh my god, akal sehatku sudah tenggelam dan hanya ingin menikmati Yuni.

Saat pantat Yuni bergoyang2, aku langsung beranjak memberanikan diri mendekat pantat Yuni. Karena dia menungging, otomatis pantatnya sejajar dengan kontolku yang tegang dibalik celana SMA. Dengan pura-pura melihat tugas teman yang lain yang berkerumun, perlahan aku tempatkan kontolku yang udah keras di belahan pantat Yuni. Ohhh, nikmatnya langsung ke ubun-ubun. Akupun mulai merapatkan dan menekan kontolku untuk dijepit belahan pantat Yuni yang terhalang rok SMA nya. Meskipun terhalang, aku merasakan belahan pantatnya lembut dikontolku, nikmat yang selama ini aku idamkan, akhirnya terwujud juga.

Perlahan, akupun menggesekkan kontolku di belahan pantat Yuni. Yuni diam saja, masih memperhatikan tugas temen lainnnya yang dikoreksi guru sosiologiku. Melihat dia diam saja, akupun aktif menggesek pantat Yuni. Lama kelamaan, aku merasakan nikmat menggesek pantat Yuni. Teman-teman yang lain pada sibuk dengan kerjaan masing-masing. Tiba-tiba aku merasakan pantat Yuni malah menekan kontolku kebelakang, dan semakin menunggingkan pantatnya. Aku yang kepalang keenakan, merasakan itu, langsung menggesek belahan pantat Yuni dengan cepat, gak peduli apa ada yang lihat. Yang jelas aku udah kepalang nafsu nikmatin pantat Yuni..d Yuni semakin menekankan pantatnya kebelakang, gatau sadar atau tidak aku ga peduli. Aku cepetin gesekin pantatnya, dan akhirnya crooott...crooott... croott.. air maniku keluar didalam celana, dan aku tekan kontolku menikmati denyutan kontolku yang keluar berkali-kali. Yunipun masih diam saja hanya menekan kebelakang. Akupun memejamkan mata, merem melek merasakan kedutan-kedutan kontol. Nikmatnya, celanaku sedikit basah, dan juga basahannya sampe ke rok Yuniku yang seksi.

Aku perlahan mundur sebentar, Yuni terlihat masih anteng. Akupun sedikit merasa bersalah, lalu sayapun simpan bukuku di meja guruku. Setelah guruku melihatnya, lalu guruku beranjak mau membahas hasil PR ku yang isinya bagus. Kerumunan pun bubar, lalu penjelasan dilanjutkan dengan membahas PR punyaku.

Aku yg sedikit lemas, degdegan dan merasa bersalah menyandarkan kepalaku dimeja. Lalu dengan takut, sedikit aku melihat kearah Yuni. Dia hanya tersenyum, sambil melihat penjelasan guruku. Kulihat dia sedikit membetulkan celananya, menariknya sedikit, lalu duduk kembali. Mungkin ia membetulkan celana dalamnya yang terjepit pantatnya terlalu dalam karena perbuatanku. Jam belajarpun selesai, karena Sosiologi adalah jam terakhir.

Aku sengaja pulang dan beres2 agak lama, agar Yuni pulang duluan. Sejujurnya aku malu, dan Yunipun pulang seperti nggak terjadi apa-apa. Akupun pulang, sambil sedikit nggak nyaman karena banyak sperma yang keluar di celana dalamku. Setelah bersih-bersih dan ganti pakaian, dikamar aku buka HP ku. Dan kagetnya ada satu pesan dengan tulisan pengirimnya Yuni! Degdegan aku buka segera, isi tulisannya “hhi, Yo kamu ngapain ih tadi? Hihi... :P” akupun kaget bercampur gembira dan ingin segera membayangkan apa yang terjadi selanjutnya.


Setelah aku membaca SMS-nya akupun membalas dan kamipun saling SMS-an..
Yn = Yuni, Yo=aku
Yn= “hhi, Yo kamu ngapain ih tadi? Hihi... :P”
Yo= “hehe, tadi yang mana yun?” aku pura-pura blo’on
Yn=”haha dasar ih, tadi tau pas pelajaran sosiologi, pas dimeja guru..hhi dasaar ”
Yo=”hehe, maaf ya yun, kamu marah ya? Maaf banget..”
Yn=” Iya aku marah!” akupun langsung kaget baca itu, dibawahnya setelah beberapa spasi, “tapi enak hayoh yo, ntar lagi yah :P” jedeerr! Aku kaget bukan kepalang..
Yo= “hehe, enak ga yun? Aku ngerasain enak banget nyelipin itu aku di belahan kamu. Udah lama aku pengen sm kamu..”
Yn=”Iya enak yo. Kerasa banget ih anu nya kamu, nyaman, bikin aku gimanaa gitu..hehe.. btw, gede ih kamu, sering ngocok daaa.. :P”
Yo=”hehe, iya.. jgn bilang-bilang tapi, ntar ga aku kasih lagi.. :P makasih ya yun, kl km ga marah ntar aku boleh lg ga?”
Yn= “ih...dasarr ketagihan.. hhi.. iya boleh yo. ”
Smspun berlanjut dan topik berganti ke yang lain, seperti menanyakan PR dan urusan-urusan sekolah. Di percakapan terakhir, akupun memberanikan diri:
Yo=”okeh, kita lanjut besok.. sayang kamu Yuni”
Yn=”okreeh, sayang sm kamu juga yo”

Hatiku langsung berbunga-bunga dan membayangkan betapa indahnya hari-hari bisa “deket” sama Yuni yang aku idam-idamkan. Malamnya, aku kepalang nafsu, ingin ngocok batangku, kuberanikan diri buat sms Yuni lagi, “Yun, aku pengen ngocok, boleh bayangin kamu ga?”, tak lama iapun balas SMSku, “hihi dasarrr, iya sok aja, jgn lupa bersihin dan mandi.. hehe” dan dengan itupun aku meleleh, sambil ngocok muncrat beberapa kali bayangin Yuni.





Keesokan paginya, seperti biasa aku masuk ke sekolah. Aku yang selalu berusaha datang sepagi mungkin, kali ini aku keduluan Yuni. Ya, sepagi ini Yuni sudah menghuni kelasku yang sepi di pojok lorong sekolah. Tanpa aku menyapa, karena malu, aku langsung duduk di mejaku. “Ciyee, sombong banget ih kamu,” celetuk Yuni. Akupun menoleh dan melempar senyuman. “hehe, Pagi Yun..” sambil tersipu masih malu akibat kejadian kemarin.

Yuni pun menghampiriku, duduk di sebelahku, di kelas yang masih hanya ada aku dan Yuni. Saat dia mendekat, bukan main deg-degannya dadaku. Karena dasarnya emang Yuni ekspresif, ia langsung memulai pembicaraan. “Kenapa ih jadi diem, kemarin sms mah baceo banget..” celetuknya memulai pembicaraan. “Malu, hehe..” ujarku singkat. “Kenapa mesti malu, gpp kali yo.. jangan-jangan masih kebayang yang kemaren yaaaa...” katanya meledekku. “Kamu gak marah kan Yun?” kataku. “Nggak kok yo.. hehe.. mmh.. kamu suka?”, “ho’oh,” aku mengangguk sambil menunduk. Lalu Yuni perlahan memegang tanganku,

“Yo, aku ngerasa aneh tau, pas kamu tempelin kemaren teh..”
“aneh kenapa?”
“hehe, aku agak gemeteran, kaya ada yang panas di tubuh aku teh, tp aku ge pengen terus.. hihi.. pas kamu teken, aku malah merem-merem, dikit nggak nyaman sih, tapi lama-lama enak. Kamu sih ah..”
“Kamu suka Yun? Aku jg ngerasa enak kok.. pengen lagi,, hehe”
“haha, dasar ih kamu mah. Iya ntar lagi we yah, tp jangan di kelas atuh.. malu”
“hah? Emang mau dimana?”
“mmh.. ya dimana weh, yang sepi atuh!”
“Ajak aku weh ke kamar kamu,” unbelievable aku malah bilang ini.
“Haha, iya hayu,,”, jederrrr! Nggak kusangka dia mau...

Detak jantungku sekarang bergemuruh, berdetak lebih kencang dari biasanya. Begitu denger Yuni mau ngamar denganku, aku tak dapat membayangkan, bisa menikmati pantat Yuni. Yuni yang aku idam-idamkan selama ini, akhirnya membuka jalan untuk bisa mereguk kenikmatan cinta bersama. Aku merasa dialam mimpi, belum percaya aku sedikit gigit bibirku untuk menyadarkan bahwa ini bukanlah mimpi.

“Yo, yoo.. heyy ih,,,,ngalamun deuih.. haha,” akupun terhenyak dari lamunanku, tak terasa ternyata dari tadi tangannya yang lembut udah menggenggam erat tanganku. “he..ehh...kenapa tadi?,” akupun malah meremas tangannya dengan kedua tanganku. “Jangan ngelamun atuh ih, mana disini masih sepi.. tumbennya belum pada dateng,”katanya. “Iya, hehe.. lagian ini masih pagi banget atuh, masih jam 6.20,” kebetulan sekolahku ini masuk pukul 7.00, entah karena semesta mendukung entah apa, dikelas masih hanya kami berdua.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, akupun hendak memberanikan diri mengutarakan perasaanku kepada Yuni. Sebelum ada teman sekelasku datang dan mengetahuinya, jadi aku tidak terlalu malu.

“Yun,”
“Iya?”
“mmh, boleh ga aku jujur?”
“haha,, jujur apa pengen bujuur” katanya sedikit ketawa dan melet lidah.
“dua-duanya, hehe.. mmh engga ih aku serius, mmh, aku Cuma mau bilang, aku suka sama kamu Yun, aku sayang banget,” dengan sejuta keberanian yang telah terkumpul akupun mengatakannya
“iya, udah tau kok,” katanya lempeng. Ah siaaal, banyak waktu aku butuhkan untuk mengumpulkan keberanian mengatakan perasaanku, dia Cuma bilang udah tau? Ah gilaaa si Yuni ini, bikin hati dan kontolku jadi nggak karuan.
“Jadi??” kataku heran sembari mengernyitkan dahi
“Jadi apaa sayaaang...” katanya masih lempeng
“ih, jadi kamu mau nggak jadi pacar aku,” kataku sedikit kesal
“haha, biasa atuh Yo, ga romantis ih nembak teh..mmh,, mau nggak yah?” katanya dengan sedikit menyebalkan. Lalu diapun memeluk lengan kananku, menyandarkan kepalanya, tanpa sepatah kata.

Tak kusia siakan kesempatan itu, lalu aku mencium keningnya. “aku sayang ama kamu Yun,”kataku serius. Sejenak tak beranjak, lalu tiba-tiba dia memelukku erat, seperti aku tak boleh pergi darinya, seperti aku adalah pelabuhan terakhirnya. Yuni menenggelamkan kepalanya ke badanku yang tertutup jaket. Akupun balas memeluknya, meraba punggung dan rambutnya. Lama kita berpelukan, jujur kontolku mengeras, dan aku ingin pagi ini terjadi sesuatu.

Aku sedikit menurunkan tanganku dari punggungnya, menuju pantatnya yang sedikit terangkat karena memelukku. Perlahan aku elus pantatnya, aku raba lembut kedua bongkahan pantatnya berulangkali, dia diam saja, akupun berhenti dibelahan pantatnya aku elus belahannya, diapun semakin memelukku erat, merasakan susunya yang padat mulai menekan dadaku. Aku mulai sedikit nakal: nyolok lubang pantatnya pake jari telunjuk.

Yuni terbangun, melepaskan pelukanku, “Jangan disini ih, sarap da kamu mah..” Sambil tersenyum, perlahan aku mendekatkan mukaku ke mukanya, Yuni terpejam seakan tau apa yang akan terjadi selanjutnya, dengan lembut aku daratkan bibirku di bibirnya, aku cium bibirnya lembut, lalu perlahan aku emut bibirnya yang masih menutup. Perlahan, bibirnya pun terbuka, mengikutiku mengemut bibir. Jadilah kami saling berpagutan tipis, bibir dengan bibir, tanpa lidah. Sedikit-sedikit aku mulai beranikan diri untuk memasukan lidahku di mulutnya, dia membalas, kami berdua berciuman mesra di bangku kelas. Ciuman mesra pertama bersama orang yang aku inginkan, yang entah apa aku pacaran sama dia atau tidak, aku tak begitu peduli.



Setelah puas berciuman, akupun menjauhkan mukaku, menyempatkan melihat cantiknya wajah Yuni yang kini aku cintai. Aku tersenyum, dia malah menjulurkan lidahnya meledekku. Sambil tak lupa bola matanya sengaja ia julingkan. “Jelek ih..”, “Biarin.. cenah sayang...” katanya, sambil mencubit hidungku. Aku sedikit tertawa melihat tingkah lucunya. Perlahan aku mulai mendekatkan bibirku lagi, belum sempat aku mencium, datang lah temanku Adi. Ah siaal, akhirnya kita sedikit kaget dan mulai berbicara ngelantur, menutupi rasa malu kegep temenku. “heeyy.. keur naooon hayooh adeuuhh...” Yuni pun beranjak pindah dari bangkuku, lalu tertawa dan menyapa Adi yang baru datang, lalu mengalihkan perhatian Adi dengan bertanya tentang PR yang sudah ia kerjakan. Aku hanya diam melihat tingkah lucu Yuniku.

Pelajaranpun dimulai. Seperti biasa tidak istimewa. Skip... bel pun akhirnya berbunyi tanda berakhirnya pelajaran. Aku sengaja sedikit lama membereskan, buku-buku dan alat tulisku. Kelihatan Yunipun melakukan hal yang sama, sepertinya tahu apa yang ada difikiranku. “duluan yah Yo.. Yun... kata temanku yang terakhir pulang”. Kelaspun mulai sepi, tinggallah aku berdua dengan Yuni.

Yuni menghampiriku, memegang tanganku, “Yank, pengen kaya kemaren..” ajaknya. Akupun kaget bercampur tak percaya, dia memintaku duluan. Sontak kontolku berdiri tegang tak membutuhkan waktu lama. “Disini?” tanyaku setengah horny. “hayu gera..” dia menarik tanganku membawaku ke balik pintu.

Diapun mulai melingkarkan tangannya di leherku, akupun langsung nyosor mencium bibirnya, kita berpagut mesra seperti sepasang pengantin baru yang diburu nafsu. Aku menikmati ciumanku dengan yuni, aku peluk dia, dan memainkan lidahku didalam mulutnya. Yang terdengar hanya desahan pelan dari mulutnya yang ku cumbu. “mmh, yo.. mmhhh” “yun, mmhhh,, ssllpphh,,,sshpphh” mmh. Tanpa komando diapun langsung balik badan memunggungiku. Aku tau maksudnya. Kontolku yang sedari tadi sudah tegang, langsung aku tempelkan di pantatnya. Aku gesekkan kontolku di belahan pantatnya yang semok. Sambil aku rengkuh badannya, dan tangan kananku meremas susunya.

“Ahh.. yank,,sshh ahh...”
“Yun.. shhh ahhh...enak banget,,mmhhh”








Tangan kiriku mencari selangkangannya, dan langsung mendarat meraba memeknya. Telapak tanganku kini berada dimemeknya, sambil menggesek kontolku dan meremas susunya, aku juga meremas memeknya dari luar. “hmmmhh..ayaaannkk..ihhh...baooong.. ihhh” lenguhnya manja. Mendengar itu aku semakin terangsang, mempercepat menggesek belahan pantatnya. Tak lupa aku cium lehernya dari belakang, aku jilati dengan mesra lehernya, aku cupangin. Yuni hanya mendesah, “sshh,, ayank..sshhh ahh.. baoong,,,iihhh aah,,,” desahnya. Aku mulai memasukkan tanganku kedalam roknya, memegang memeknya yang terhalang celana dalam. Aku elus belahan memeknya yang mulai lembab, dan lalu semakin basah.



Aku remas memeknya, dan sedikit mengangkat roknya agar rok bagian belakang tidak menghalangi kontolku menggeseknya. “Yank, memek uni basaah.. shh ahh.. baoong ihh kamu maahh.. sshh aahh ahh,” “Tapi enak kan sayang, hmmmhh.. ahh shh ahh ahhh,” tanyaku.. “ahh, iyaahh,, mmmhh enakksshh...cepetin..” Sambil bibirku menciumi lehernya, tangan kananku meremas susunya juga tangan kiriku meremas memek Yuni, aku percepat gesekan kontolku yang terhalang celanaku dan celana dalam yuni.. tak lama kemudian akupun ingin mengeluarka maniku. Sambil aku gesek cepet, meremas keras memek dan susu Yuni, akhirnya pertahananku jebol, dan “crott.. croott...crooott... aahhhhhh” aku melenguh menikmati ejakulasiku di pantat Yuni walau terhalang celana.

Memek yuni semakin basah saja. Spermaku keluar didalam celana dalamku. Aku hanya bisa memeluknya dari belakang. “Yank, udah keluar..”kataku. “Makasih yah sayangku...udah bikin aku melayang..” tambahku sambil mencium pipinya. “Puas nggak ayank geseknya?” tanya Yuni yang dadanya masih naik turun dengan nafas memburu. “Puas banget sayang..” kataku sambil mengelus wajahnya, menciumnya. Lalu dia menarik kepalaku, lalu membisikkan kata ditelingaku “ayank, pengen ewean ga?” bisiknya. Aku langsung sedikit kaget, dan balik bertanya “Emang boleh aku ngewe ayank?” tanyaku. Aku singkap roknya, lalu aku selipkan telapak tanganku ke celana dalamnya, memegang memeknya langsung. Memek yang lembut, dengan bulu yang masih jarang, dan basah sisa pertempuran tadi. “Pengen memek yaaank..” kataku. Dia melihatku sayu, menikmati rabaanku di memeknya. “memek aku ampe basah banget ih.. tapi enak yah..” sambil tak menepis tanganku yang sedang meraba memeknya.

Terlihat ada yang lewat, yang entah siapa, aku langsung menarik tanganku. Yuni juga spontan merapihkan pakaiannya yang kacau akibat perbuatanku. Aku hampir tak sadar bahwa kami masih berada di kelas. Saking terlenanya oleh kenikmatan bercinta ala SMA. Yuni pun mengajakku pulang, aku mengangguk, mengambil tasku dan kami keluar kelas.

Didepan gerbang, yang lumayan ramai, saat aku mengeluarkan motorku, dia nyeletuk “Yank, ewe aku lah..”, sontak akupun menoleh padanya, dia hanya tertawa.
“Hayu atuh dimana?” ajakku
“Yu, kerumah, tapi ewe aku yah..”
“sst..ai kamu, bisi kedengeran..” kataku menyadarkan yuni kalau disana banyak orang.
“hihi.. yuk cepet ih yank..”
“iya..hayu.”

Kamipun bergegas, menuju rumah Yuni.. diperjalanan bayanganku melayang, membayangkan apa yang akan terjadi antara aku dan Yuni. Aku tak menyangka secepat ini, aku bisa menikmati memek Yuni. Sepanjang perjalanan, Yuni memelukku, susunya keras menekan punggungku.
“Cepetin atuh Yo, jalannya, pengen cepet nyampee...” katanya manja

Gas aku tarik sekuatnya, tak sabar pengen ngentotin tubuh Yuni yang aku cintai...



Tak lama kemudian, kamipun sampai di depan rumah Yuni. Rumah yuni memang tak terlalu jauh dari sekolah. Tak seperti rumahku yang agak jauh. “Yank, yu masuk..” ajak Yuni, akupun mengikutinya dari belakang melihat lenggok pantatnya yang tak sabar ingin aku nikmati hari ini. Tapi aku sedikit kecewa, karena dirumahnya sedang ramai ada mama dan saudara-saudara Yuni. “Eh anak mama pulang,” sambut mama Yuni sambil memeluk dan mencium kening Yuni. “Mama tumben rapih banget, mau kemana?” tanyanya kepada Mama. “Oiya, kenalin ma, temen uni, temen sekolah.. mau nemenin uni bikin PR,” mamanya menyapaku ramah, sedikit berkenalan dan tanya-tanya tentang Yuni di sekolah. “Eh..ma, Yo ini anak pinter di kelas, dapet ranking terus, kalo ada PR aku nyontek dia wae..,” cerocos Yuni kepada mamanya. Kamipun ngobrol-ngobrol sambil Yuni menerangkan tentangku di sekolah.



 “Ah, nggak tante, Yuni aja yang suka lebih lebihin..” kataku saat mamanya Yuni memastikan cerita anaknya. Tak butuh waktu lama, kamipun jadi akrab. Aku yang sedikit pemalu, berada pada keluarga yang se ekspresif dan terbuka itu, menjadi terbawa lebih terbuka dari biasanya. “Yuni tah tan, suka nakal di kelas, sering bolos mapel alesan ke WC,” ceritaku mencandai Yuniku. “Ih, da Yo mah bilang-bilang, ntar kamu pulang mama langsung ngamuk gera,” balasnya sambil manyun-manyun lucu. Kami hanya tertawa melihatnya seperti itu, aku perhatikan Yuni ku ini begitu cantik, mukanya yang putih, sedikit gingsul giginya dan juga pipinya yang halus, mengingatkanku pada Chelsea Olivia sekarang. Waktu itu, belum ada Chelsea, jadi yang terbayang adalah Yuni yang paling cantik. Rambutnya yang sebahu, dengan poni dan bondu, membuat dia lebih unyu.

Tak terlalu lama kami ngobrol dan sesekali di goda kakaknya kalau kami pacaran, akhirnya mereka beranjak pergi karena harus menghadiri nikahan saudara jauhnya yang ada di Garut. “Yun, awas ya, kunci pintunya, mama pulangnya paling malem, kalau mau makan ada di meja maka... Yo juga makan dulu ya, jangan dulu pulang.. kalau udah beres ngerjain PR nya, ingetin Yuni kunci pintu,” amanat mama Yuni kepada kami. Merekapun pergi, aku dan Yuni ikut melepas mereka pergi. Setelah jauh, aku melihat Yuni sambil tersenyum, sambil membayangkan hari ini aku mau menikmati tubuhnya. “Hayu yank, masuk..” ajaknya. Aku hanya mengikutinya dari belakang, sambil masuk rumah, aku sempatkan nyubit pantatnya yang bukan main bohaynya. Tubuhnya yang pendek, pantatnya yang semok, ditambah susunya yang padat dan besar, membuat kontolku sontak berdiri. Lehernya yang putih mulus, dihias rambut sebahu dengan baju seragam yang kekecilan akibat dadanya yang besar, dan roknya yang pendek kesukaan dia, membuatku tak sabar ingin menikmati memeknya.

Setelah kami masuk, pintu dikunci Yuni. Gorden depan dia tutup. Akupun langsung menubruk badannya, memeluknya dari belakang. Kuciumi lehernya, tanganku aktif meremas susunya yang besar. “Ih ayank, bentar mau tutup dulu ih...” katanya sambil menutup gorden rumahnya. “ga sabar yank, pengen ewean, ngewe memek ayank..” kataku sambil tak henti menciumi leher, menjilatinya, dan terus meremas susunya. Yunipun berbalik, “ayank pengen ewe uni ya? Kita eweannya jangan buru-buru. Bebasin aja weh,, ga ada siapa-siapa di rumah ini.. uni juga pengen puasin ayank..” katanya sambil memeluk leherku manja mengelus pipiku. Kamipun berpelukan di tengah rumah, pelukan mesra, seakan dunia milik berdua. Pelukan yang berbicara, bahwa kita gak akan pernah saling meninggalkan. Perlahan, Yunipun membuka sweater yang aku kenakan. “Yank, eweannya mau dimana?” tanya Yuni kepadaku. “mmh.. bebas we yank, yang penting nyaman aja..” balasku sambil merogoh memeknya. Yuni diam saja saat aku pegang memeknya.

Dengan wajah lempeng, namun kedip mata yang melambat karena keenakan mungkin memeknya aku mainin, Yuni inisiatif membuka kancing baju seragamnya. Baru tiga kancing terbuka, aku menghentikan Yuni, “yank jangan dibuka, aku pengen ngewe kamunya pake seragam,” cegahku ke tangannya yang halus dan sedikit berbulu yang juga halus. “Oh ya udah, tapi branya mah buka ya, hareudang (gerah),” sambil membuka bra’nya ke balik seragamnya. Lalu yuni memelorotkan celana dalamnya hingga lepas, “yank cium cangcut aku, bekas memek, masih basah bekas tadi dikelas,” katanya sambil mengangkat celana dalamnya ke hidungku. Akupun menciumnya, tercium harum memeknya yang khas, membuatku semakin terangsang. Akupun langsung memelorotkan celanaku sekalian dengan celana dalam yang sudah basah karena sperma yang muncrat di kelas tadi. “Ih, ayank kontol ayank gede, emang muat ke memek uni? Pelan ya yank pas ngewenya, uni belum pernah,” katanya sambil memainkan kontolku yang sudah berdiri tegak. “Pas uni nonton bokep sama si ega, sama si winda, kontolnya teh gede siah yank, tapi masuk ke memek gede juga, si ega mah pernah ewean sama pacarnya, si winda mah kayaknya belum, Cuma ngakunya sih udah, pas kita maenin memek, si ega mah berani masukin jarinya ke memek, ai si winda mah ngelus itil aja we kaya aku,” cerita yuni sambil memainkan kontolku yang mengkilap basah. Aku hanya mendengarkan dan menikmati elusan tangan halus Yuni di kontolku. Aku masih memainkan memeknya yang begitu halus, rambutnya yang belum lebat hanya bergaris garis tipis di kulit atas memeknya membuat pemandangan begitu indah.

“ayank suka maenin itil?,” tanyaku sambil meremas memeknya. “Iya sering yank, biasanya sambil nonton, tapi lama-lama bosen.. pengen di ewe beneran..” katanya. “iya sayang, sekarang aku ewe yah memeknya, udah siap sayangku?” kataku sambil mengecupnya. “mmmhh..” Yuni hanya menikmati elusanku di memek dan kecupanku. Aku rebakan Yuni di sofa, sofa yang agak besar, seperti kasur mini disertai bantal. Aku elus keningnya yang sedikit berkeringat, aku buka selangkangannya. Terbukalah pemandangan memeknya yang putihnya bukan main, mulus sampai terlihat urat-urat kebiruan dan hijau disekitar memeknya. Memek abg muda, dengan bulu tipis dan bibir memek berwarna pink rapat perawan, begitu membuatku sangat bernafsu. Namun, aku tak buru-buru ngentotin memek Yuni, aku memainkan dahulu memeknya yang halus. “sshh, ah.. yank mmhh..sshh,” saat ku elus bibir memek yuni. “Yank, itil teh yang mana sih?” tanyaku polos, karena betul betul baru pertama lihat memek dengan jelas didepan mata. Biasanya hanya liat di film bokep dengan kualitas jaman jebot. “Yang ini yank,” sambil membuka dan menekan hingga bibir memeknya sedikit terbuka dan kacang kecil yang asalnya sembunyi di sudut atas memek, sedikit menonjol. “Yank dibawahnya lobang memek aku, ntar ayank masukin kontolnya kesana,” sambil sedikit membuka memeknya, memperlihatkan lobang memeknya. “Kalo ayank pipis, keluar dari lobang memek ini?,” sambil aku sedikit tusuk lobang memeknya sedalam ruas jari. “Bukan ayankku, mun uni pipis mah dari lobang ini tah,” sambil menunjuk liang kencingnya.

Akupun hanya terus membuka-buka memeknya yang rapat. Sesekali Yuni mendesah, keenakan, apalagi ketika jariku menyenggol itilnya. Yuni sesekali meremas susunya sendiri. “yank.. boleh jilatin itil ga?” tanyaku. “iyah ayank..pengeen.. jilatin..mmhh” aku langsung mendekatkan bibirku kememeknya. Menciumi sedikit, memeknya masih harum, khas bau memek. Perlahan aku jilat itil dan belahan memeknya yang basah. Rasanya begitu legit, dan Yuni mulai mendesah.. suara Yuni yang agak serak basah, membuat desahannya begitu merdu. “aahh,,shh aahhh... mmmhh,,,enak yank.,mhh,,iya disitu lagi,,,aahh,, mmhh,, ayyaank,,ahh..,” desah Yuni sedikit keras karena dirumahnya yang cukup besar, dengan halaman yang juga cukup luas, hampir tak mungkin didengar orang luar. Aku terus menjilati memeknya, memutar mutar lidahku di itilnya yang mulai sedikit membesar.





“Ahh..ahh...ayaank..sshh aahh... ahh..cepetin yank jilatnya.. ssh aahh..”desah Yuni menikmati jilatanku. “ooohh... Yoo..sshh aahh Yo...mmhh yaank..aahh.. uni bentarrrhh lagi kluarr ihhhhh,,shhh aaaahhh...” aku mempercepat jilatanku, meski aku belum mengerti orgasme wanita, aku mulai mengenyot ngenyot keras memeknya.Paha Yuni mulai menjepit kepalaku..tangannya menekan kepalaku lebih dalam ke memeknya, dan pantatnya diangkat menekan mukaku, disaat itulah Yuni mulai mengejang cepat, “iiiihhhhhh aayaaaannnkkksssshhh aaaaaahhhhhh,,,uuuhhhhh..” aku mengeraskan jilatan dan kenyotan ke memeknya.. Aku rasakan banyak cairan keluar di memeknya. Aku jilat juga, dan rasanya sedikit aneh dan belum pernah aku rasakan. Seluruh tubuh Yuni mulai melemas, lunglai. Tangannya sudah berhenti menjambakku, pahanya mulai melebar, kepalanya mendongak keatas. Dadanya bergerak naik turun sedikit cepat, ngos-ngosan menikmati orgasmenya. “hahhh...hahh.. enak yank.. hahh..hahh.. hihi.. enak ih dijilatin ayank..” katanya masih lemas dan ngos-ngosan.

Aku berhenti sejenak melihat keadaan Yuni dengan seragamnya yang sedikit terbuka, rok abu abunya yang terangkat, dan memeknya yang terbuka lebar. Aku yang udah gak tahan ingin ngentot Yuni, mulai bergerak memeluknya. Mencium pipi dan bibirnya, menggoyang pantatku sambil menempatkan kontolku di bibir memek Yuni. “Yank, ewe sekarang yah? Mmhh..” “Iya sayang, pelan yah masukinnya.” Sambil menciumnya, kontolku mencari-cari lobang memeknya. Sesekali ke lobang pantatnya, “Jangan kesana ih,” Aku yang terburu nafsu masih mencari-cari lobangnya, sesekali aku tergelincir malan menusuk itilnya. “Yank, lobangnya dimana..sshh” tangan Yunipun memegang kontolku, mengarahkan kepala kontolku menyeruak bibir memeknya yang sudah licin. “Sok, dorong yank, pelan..udah masuk memek kepalanya mah..” katanya kembali memeluku.. mencium pipiku. Aku rasakan kepala kontolku mulai masuk ke lobang memeknya perlahan. Aku rasakan jepitan memeknya yang masih rapat, aku mulai sedikit memaksa masuk memek perawan Yuni. “Aahh..enak banget yank..sshh..mmh..” desahku menikmati daging memeknya yang hangat dikepala kontolku. “Pelan ih yank..ahh..shh sakiit...mmhh..”mendengar dia kesakitan aku mulai sedikit berhenti menekan. “Ayank ngewenya pelan dulu, masih sakit..ssshh..” bisiknya. “Iya yank, sshh..” akupun sedikit kesakitan karena kontolku serasa menabrak sesuatu didalam sana: memek yuni yang sempit. Aku rasa ini keperawanannya, aku harus merobeknya dengan kontolku, demi kenikmatan bersama. “Ayank tahan ya, aku mau masukin semua..” aku pikir aku harus dorong agak keras daripada menyakitinya perlahan. “Ahh..iyahh ayank..sshhh aahh sakiittt..sshhh” desahnya. Dengan satu hentakan aku dorong kontolku masuk memeknya yang sangat rapat. 

 



“Awwwwhhh...sakiiittt...aaaahh..hiksss..” Yuni mengerang kesakitan, dan aku lihat air mata di sudut matanya. Aku berhenti mendorong kontolku, membiarkan memek yuni beradaptasi, sambil aku menikmati memeknya yang hangat, berdenyut memijat kontolku didalam. “Maaf ya yank.. jangan nangis, memek kamu enak banget..kamu cantik banget kalau lagi diewe kaya gini,” kataku menghiburnya. Perlahan diapun tersenyum, “gapapa kok yank, sakit gening yah diewe teh, tadi mah enak.. perawan aku buat kamu yank..” Yuni menciumku, “I love you,.. coba ewe lagi pelan-pelan..” Aku mulai menggerakkan kontolku keluar masuk perlahan.. Saat aku menarik kontolku, mata yuni tenggelam ke atas, tandanya ia mulai menikmati. Saat ku tekan masuk memeknya, Yuni mendesah. “ahh...sshhh..ahhh...shhhh....aaaahhhhhhh yank..mmmmhh,” desahnya. Akupun menikmati memeknya yang rapat ini. Kontolku bergerak keluar masuk sambil memeluknya, mencium lehernya. “Ahh,,,sayang,,ih,,sayaang,,,shhhh aaahhhh..” aku begitu sangat menikmati memek Yuni ku yang sempit. “ahh, memek kamu enak bangethh yank..sshh ahhh... mmmhh...sayang kamu banget yaank...” aku ikut mendesah seiring mempercepat entotanku di memek Yuni.

Cukup lama kami bergumul, Yuni terus mendesah menikmati tusukan demi tusukan kontolku di memeknya. “aaachh uuuhh,,,Yo..cepetin Yo..shhh ahhh..cepetin bangett..shhh ahhhh..” Aku dengan segera mempercepat mengocok memeknya. Nikmatnya ngentot Yuniku yang cantik ini, tak dapat aku lukiskan dengan kata-kata apapun. Nikmatnya bagai melayang, seakan tubuhku ringan bagai kapas.”Ahhh..enak memeknya yank..sshh,,enak ngewe ayank...shhh aahhh... oohh oohh,,mmmuachh..oohhhsshhh...”racauku. “Aduh Yo, cintakuuu,,aahhh,,,enak banget...aahhh ewe cepet..terusshhh ahhh,,uuuuchhh,, Yoo..ih aacchhh,,shhh.. memek uni diapain enak ginii..shhh aahh” Yuni juga meracau menikmati pengalaman pertamanya ngentot denganku. Lama-lama aku juga nggak tahan, “yank.. bentar lagi crot ahh..shhh ahh” sambil aku percepat entotanku di memeknya. “Iyah yank...uni juga mau.. sshh ahh,..cepetin ihhhhhh..sshh aaaaaahhh ayaankhh..iihh..” desah Yuni semakin keras. Pada saat itu aku tak memikirkan apakah aku mau ngeluarin spermaku di dalam atau diluar, atau takut bakal hamil, aku tak pikir, yang jelas aku ingin segera mengeluarkan semua maniku di dalam memeknya yang begitu nikmat ini.

“Yank,, ahh aku udah ga tahan, aku pengen kluar..” teriakku, “uuhh aahhh uuuhhhh shhh ahhhhhh anjing enak bangeettthhhh di ewe giniihh aahhhhh...aahh ahhhh ahhhhhhh,,,yaaannkkk ahhhh ahhhh shhh mau kluar jugaaaahhh....aaaaarrrggghhh uni kluarhhh aaahhh..” tubuhnya mengejang menikmati orgasmenya mendahuluiku. Aku masih saja mengocok memek yuni dengan kontolku, kecepatannya sudah sangat cepat karena aku pengen segera keluar menumpahkan seluruh maniku di memek nikmat Yuni. “aaahhh ayaaankk...ooooohhh... oooohhhhhhh..... oooooccchhhhhhhhh....” Crot..crot..croottt...entah berapa kali maniku nyembur dalam memeknya. Aku dan Yuni berpelukan begitu erat menikmati orgasme kami masing-masing. Kontolku aku tekan dalam-dalam sambil menyemburkan maniku di lobang memeknya. Aku lanngsung cium Yuni, memagutnya hingga puas menikmati sensasi orgasme. “haahh...haaahhh...aaahhh..” hanya itu yang keluar dari mulutku. Sedangkan Yuni merem melek, bulatan hitamnya seolah tenggelam ke atas kelopak matanya yang sedikit terbuka, kepalanya terdongak dengan keringat mengucur. Begitu seksi Yuni ku ini, aku sangat bahagia akhirnya bisa menikmati tubuhnya.

Setelah selesai menikmati orgasme kami masing-masing, aku menindihnya karena lemas. “Berat ih yank..” akupun beringsut ke sisinya. Masih memeluknya, mencium pipinya yang putih dan lembut. Kami sama-sama terdiam, terbengong bisu. Yuni memulai bicara memecah kebisuan, “Enak ih yank di ewe kamu.. sakit awalnya, tapi terusannya mah enak.. memek uni ampe basah banget..” katanya dengan suara yang lucu dan lugu. “Iya enak banget ngewe memek ayank.. tau gini mah tiap hari pengen ngewe da..” balasku. “hihi.. berhasil uni puasin berarti ayanknya.. hebat kan memek uni..,”katanya bangga. “memek uni masih anget ih yank, kontol ayank ngecrotnya banyak deh kayaknya, ih ampe keluar nih yank,” kata Yuni sambil ngelus memeknya. Aku hanya memeluknya, entah kenapa birahiku naik lagi pengen ngewe Yuni lagi. Tapi aku masih lemas, menikmati pertempuran tadi. Yuni beranjak dari sofa, melepaskan pelukanku, “Uni nyuci memek dulu bentar, ga enakeun.. pengen pipis lagi..” kata Yuni meninggalkanku. Yuni berjalan sedikit mengangkang, terlihat darah keperawanannya membasahi roknya tepat di pantatnya. “Yank, eta darahnya ke rok, gimana atuh?” ujarku, kasihan. “Gapapa weh, uni banyak da rok mah, yang ini mah mau disimpen weh buat kenangan pertama kali ewean,” ujarnya sambil berjalan ke WC meninggalkanku.

Kontolku masih tegak berdiri, malah semakin keras ketika mendengar suara pipis Yuni yang deras menyemprot lantai. Akupun berjalan menuju WC, di pintu WC yang tidak Yuni tutup aku lihat dia jongkok pipis, tapi sepertinya dia sudah selesai, dan mulai cebok. Lain kali aku pengen ngentot dia pas sedang pipis begitu. Tapi karena sudah selesai, kontolku yang masih tegang mulai minta jatah lagi. “Yank, sini ewean lagi bentar, pengen ngewe sambil berdiri,” kataku mengajaknya kembali berhubungan intim. “Mau lagi? Ih dasar,, iya udah bentar yank.. uni ge masih pengen da..” balasnya, sambil menyiram pipisnya. Begitu keluar, aku langsung peluk dia, aku sandarkan ke tembok, aku angkat roknya, kontolku mencari cari lobang memeknya. “Ih lain kadinya yank... keatas dikit, tah,,iya itu..ahhhh,,,enak banget..” akhirnya aku menemukan lobang memeknya. Aku mulai menekan kontolku masuk memeknya. Yuni tak lagi kesakitan aku entotin, dia malah menikmati rakus menciumi bibirku. “Yank ah, enak banget sih memek ayank.. shhh ahhh...anget ahh,, mmhh memeknya enakkh sshh...aaahhh..” kataku memuji kenikmatan memek Yuni. “Jangan buru-buru sih yank ngewenya.. aahh shhh... pengen diemut susunya dulu atuh...,” aku langsung rakus menciumi susunya, mengemut putingnya yang keras, menjilatinya. “ahhh,,,,enaakkk shhh ahhhh...sayaangg ewe aku terus,,,iihhh shhh ahhhh ahhh,,cepetin ewenya yank shh ahhh...”ceracaunya menikmati entotan dan emutan di susunya. Aku entot Yuniku yang cantik sambil berdiri, melebarkan kakinya, lalu menusuknya dalam sampai kakiku sedikit berjinjit. “ahh..ayaankk shh,,,ewe terus yaannkk ahhh sayaangg,,shhh ahh ahh ahh auuuuucchhhhh,,,”Yuni terus berteriak mendesah. Aku terus mengocok memeknya dengan kecepatan tinggi. “aahh...ayank uni mau keluar lagi yank.. shhh ahhh ahhh...” desahnya semakin mengerang. Aku langsung mencabut kontolku membalikkan badan Yuni, menyandarkannya kembali ke tembok, aku tusuk memeknya dari belakang, langsung ku kocok cepat, tangan kiriku meremas susunya sambil memeluk dari belakang, tangan kananku bersatu dengan sela-sela tangannya. Aku kocok memeknya dengan cepat, “aahhh ahh ahh ahhh shhhh aahh ayaaankk..uni kluar nih yank.shhh ahhh ahhh ahhh auuuuuuucchhhhhhhhhh,” Yuni melolong keras, tubuhnya melunglai hampir jatuh. Aku tahan, sambil kontolku tetap mengocoknya yang juga hampir ngecrot, “tahan bentar yank ahh ahh ahhh sshh ahhhhhh,” desahku. “Yank ahh aku ga kuat, udah shh ahhh..” Akupun terus mempercepat kocokanku di memeknya, dan “aaaaacccch yaaaannnnkkkkssshhhh aaaaaaaaacccchhhh...” crott..croott croot... kontolku menyemburkan kembali maniku di dalam memeknya. Kami hampir ambruk ke lantai, tapi menguatkan diri dengan menekan ke tembok sambil berpelukan.

“Enak banget yank..haahh,,haahh,,,haahhhh...” kata Yuni yang habis aku ewe hari ini. “iyah yank, kamu hebat banget, memeknya lezat..” aku cium pipi dan lehernya.. Kamipun sudah sedikit pulih, kontolku mengecil, keluar sendiri dari jepitan memek yuni. Yuni membuka bajunya, membuangnya ke cucian. Roknya juga dia copot, dia genggam, hendak dia simpan sebagai kenangan. Sekarang sudah telanjang bulat, aku belum, seragam atasanku belum kulepas meski kusutnya sudah minta ampun. Yuni berjalan tenang tanpa sehelai benangpun ditubuhnya, terlihat begitu cuek bertelanjang bersamaku. Yuni berlari ke kamarnya, menyimpan roknya. Lalu keluar lagi masih tanpa busana. “ga akan pake baju?” tanyaku. “Enggak ah, telanjang aja weh, bisi ayank pengen ngewe lagi ntar,, tingal colok. Memek uni kan udah siap.. hihihi.” Ohh.. betapa indahnya hari ini, dilayani Yuniku tercinta. “yuk yank makan heula.” Ajak yuni kepadaku. Aku menghampirinya, saat dia menuangkan nasi ke piring, sambil telanjang begitu. Pantatnya yang besar dari belakang terlihat indah dan seksi. Aku memeluknya dari belakang, memainkan memeknya. “Jangan nyo’o memek wae yank.. linuu,.ayo kita makan..” ajaknya tanpa mengiraukan memeknya yang aku korek-korek. “Hihi..habis suka sih memek ayank,, lucu, enak lagi pas di ewe teh..” candaku sambil nyolokin memeknya. “Ihhh,,jangan dalem teuing nyoloknya, ya iya atuh enak yank.. memek uni buat ayank.. ewe aja semau ayank..” katanya. “Kapanpun??” tanyaku menantang. “Kapanpun, pake aja...” balasnya tak kalah. “Kalau pengen ngewe pas di sekolah?” .... “siapa takut! besok kita ngewe di sekolah yu,,”

Akupun menciumnya setelah itu kami tertawa, dan beranjak makan berdua, sambil telanjang. Kami ngobrol dan merencanakan gimana caranya ngentot saat di sekolah....


Pagi-pagi, aku sudah berada di sekolah. Kebiasaanku emang paling awal masuk ke sekolah, entah kenapa, ontime adalah prinsip dan harga mati. Akupun duduk di kelas sendirian, waktu itu belum ada satupun siswa yang masuk ke kelas. Sambil duduk, aku masih membayangkan pertempuran dengan Yuni hari kemarin. Sampai sore menjelang malam, aku terus mainin memek Yuniku tercinta. Sesekali aku entot-entot tanggung: ga sampai keluar cuman di colok-colok aja. Memeknya masih juga sempit. Dan kemarin, kami sempatkan bersepakat untuk mencoba sensasi baru, ngentot di sekolah.

Saat aku melamun, tak sadar aku mainkan kontolku yang sudah sedari tadi ngaceng berat. Gak tahan rasanya ingin melampiaskan nafsu birahiku di tubuh Yuni, gadisku yang sangat ku nikmati. Karena belum ada yang datang masuk kelas, kusempatkan melihat kontolku sendiri: lendirnya mulai keluar. Aku gesek-gesek, namun aku sadar “nanti aja masukin memek Yuni, kan udah bebas,” pikirku. Akupun segera membuka-buka buku, perlahan satu persatu kawan sekelasku hadir. Aku masih tak melihat Yuni, sampai ketika bel masuk pun belum juga hadir. Padahal hari itu di jam pertama, jam Sejarah yang terkenal gurunya yang Killer. Saat guru killerku menerangkan, lalu “tok..tok..tok..” pintu pun terbuka, “boleh masuk bu?” ternyata yang nongol adalah kekasihku Yuni. Wajah cantiknya sedikit cemberut karena kesiangan dan memelas untuk bisa masuk ke kelas, “jam berapa ini? Silahkan tutup pintu dari luar!” sentak guru Killerku. Aku hanya diam, kasihan melihat Yuniku yang tak bisa masuk kelas.

Tak lama kemudian, hp ku yang sengaja ku getarkan saja, bergetar. Satu pesan masuk, karena tak boleh buka hp di kelas, aku sembunyikan tanganku dibawah meja. SMS itu dari Yuni, “Yank, keluar lah..temenin aku.. ” pesannya. Akupun yang iba, langsung meminta izin untuk keluar kelas dengan alasan sakit perut. Untungnya, karena guru killer itu tau bahwa aku anak yang tak banyak tingkah dan selalu bagus nilai di matapelajarannya, aku langsung dipersilahkan, bahkan disarankan untuk beristirahat di UKS jika masih sakit. Dengan pura-pura kesakitan, akupun keluar.

Diluar, Yuni sudah menunggu dengan tas yang dia pangku diatas pahanya. “Ih, meni lama yank.. ” katanya cemberut. Akupun menghiburnya, dan menjelaskan bahwa minta izinnya susah. “Eh yank, ke wc yu?” ajak Yuni dengan mata berbinar. “Mau apa ai kamu?” tanyaku pura-pura blo’on padahal udah ngaceng banget nih kontol. “Ih ayank mah, ewe heula atuh yank istri kamu teh,” katanya tanpa malu malu sambil sedikit cekikikan. “Oh.. hhi, iya hayu,,tapi gimana yank ih? Ntar ketauan ada yang liat kita ke WC berdua...” kataku sedikit khawatir. Sejenak kami berpikir, meski waktu itu tak ada satu orangpun siswa yang berkeliaran karena sedang jam pelajaran, namun kami tetap masih takut ada yang memergoki. “Gini we yank, uni masuk duluan.. ayank tunggu dulu disini, trus kalo uni udah masuk, ayank masuk ke WC,,” katanya menjelaskan. “Oh iya atuh, hayu..” lalu Yunipun bergegas masuk ke WC perempuan. Aku lihat kanan kiri, menunggu situasi aman, tapi cukup sepi, WC antara perempuan dan laki laki di sekolah kami bersebelahan, jadi tak akan ada yang tau apakah masuk ke WC laki-laki atau perempuan.

Tak lama kemudian, aku menghampiri pintu WC yang Yuni masuki. Aku ketok pintu WC, “Yun, buka..” ujarku sedikit berbisik. Pintu terbuka sedikit, akupun bergegas langsung masuk ke WC yang ada Yuniku di dalamnya. Saat aku masuk, bukan main kagetnya, disana Yuniku yang cantik, masih kelihatan dandanannya yang sederhana karena memang baru berangkat sekolah, berbondu pink, rambut sebahu, berseragam rapih, namun roknya dan celana dalamnya sudah tak ia kenakan. Aku sedikit melongo melihat tampilan bidadariku ini, belahan memeknya yang berbulu tipis sembunyi di jepitan selangkangannya. “Naon ayank ih, melongo gitu, hayu ah.. cepet yank.. pengen ewean nih,” katanya dengan suara lembut dan sedikit dipelankan. Aku yang saat itu melongo, langsung menubruknya, memeluknya dari depan, dengan tanganku meremas pantatnya. “Cantik banget kamu yank,” kataku memuji. Pujianku langsung disambut dengan pagutan Yuni dibibirku. “mmuahchhmmhh,,,sppphh,,mmh,ammhh..” Cuma itu yang terdengar dari kami berdua yang saling pagut, tak lupa aku masih meremas pantat Yuni sambil sesekali memainkan lobang pantat dan memeknya dari belakang.

Perlahan ku lepaskan pagutannya untuk memelorotkan celanaku agar kontolku segera menusuk memeknya. Yuni yang hanya memeluk leherku dengan kedua tangannya, Cuma menatap wajahku dengan mata sayu. “Yank, ewe yank.. mmhh..” ucapnya lemah dengan mata sayu, aku langsung menciumnya, sambil melorotkan celanaku sampai bawah, “hayu yank..mmmmuachh...”. Setelah kontolku bebas terbuka, sempat dia pegang kontolku diremes dan dielus sebentar. Lalu Yuniku menarik kontolku untuk segera memasuki liang memeknya yang lembut. Aku menekan-nekan kontolku tak sabar ingin ngentot memek Yuni. “Kela atuh yank, uni masukin liang memek heula, ahh,,” Yuni sambil melihat kebawah melihat kontolku dan membetulkan posisinya agar masuk ke lobangnya. Ngentot sambil berdiri gini emang sedikit sulit, ketika kepala kontolku mulai masuk ke liang memek Yuni yang sudah basah berlendir, “sok yank teken kontolna,masukin lalaunan (perlahan)..” perintah Yuni, akupun perlahan memasukkan kontolku ke dalam memek Yuni. Sengaja aku masukkan pelan-pelan, Yuni yang kembali memeluk leherku dan melihat wajahku dengan sayu, hanya menaikkan bola matanya keatas saat pelan-pelan aku masukkan kontolku ke memeknya. “aahh...ssshh” aku tanamkan kontolku ke memek Yuni perlahan-lahan hingga pangkalnya.

Sejenak kami saling berpandangan menikmati kelamin kami masing-masing yang telah bersatu. “Kela yank, tahan dulu, pengen rasain kontol ayank.. ngeganjel yah,,enak banget. Memek uni ewe tiap hari nya yank?” katanya. Aku belum menggenjot kontolku, merasakan jepitan memeknya yang rapet, sedikit ngilu namun hangat,”Iya yank, enak banget memek ayank, empotin gera yank,” kataku memberi ide, “kumaha yank, gini?? Ahhhhhh,,linu,,,” kata dia sambil ngempot-ngempotin memeknya yang kutusuk. “Ahhh,, memek ayank enak banget? Nah iya gitu, agak keras yank..” kataku dan mulai memaju mundurkan kontolku di memek Yuni. “Aahh...shhh,,enak yank,,ahhh.. kela jangan dientotin dulu memeknya..ahh..” katanya sambil memegang dadaku. “ada apa yank? Sakit?”, “bukan yank, pengen ngerasain gedenya kontol kamu..memek uni kecil ya yank? Sok ketang ewe deui..” katanya, pelan-pelan aku genjot memek Yuni sambil saling melihat. Sesekali aku kecup bibiirnya yang agak sedikit terbuka menahan nikmatnya entotanku di memeknya. Betapa nikmatnya ketika menikmati ngentot sambil saling pandang melihat ekspresi saat digenjot.

Lama-lama Yuni memeluk badanku keras, “uni pengen keluar yank.. cepetin ngewenya..” bisik Yuni ditelingaku. Akupun memeluk erat badannya, dan aku genjot kontolku kluar masuk memek Yuni “ahh..ahh..mmhh..ahh,,ahhhh..” ceplak ceplak bunyi pahaku dan dan paha Yuni saling beradu. “sayang, ahhh,,sayang ahhhh...sshh aaahhhh,” aku mempercepat entotanku di memek Yuni, “ahh ayank, memek uni mw keluar,, ahhh enak giniiihh ahhhh...shhh ahhhhhh...” “kela yank bentar akuhh juga mauuuhhh..aahhh,...” aku percepat entotanku sambil memeluk tubuh Yuni erat, pantatku ku tekan dan dengan tubuh Yuni yang menyandar ke tembok, pantatnya beradu ke tembok, ceplak ceplak ceplak. “anjing, aaahhh enak gini lah di ewe kamu.. sshh ahhh,,, hayang kluar yank... cepetin terus ewenya,,, shhh ahh ahh ahh...” ceracau Yuni yang langsung ku tutup dengan pagutan bibirku karena takut ketahuan. “pelan-pelan yank ai kamu, bisi kedengeran..ahhh ahhh...” aku terus menggenjot memeknya, “ahh baeeeee.. enak banget sayaangg...uni mau keluaarrrrrhhhh...aaaaaccchh,” teriak Yuni, akupun langsung mencium bibirnya lagi, “aaaahhh,, aku ge keluar yaaankkk..shhhh...aaaaacchh” aku dorong pantatku tinggi- tinggi, sampai Yuni pun sedikit terangkat, kepala Yuni terdongak dengan bola mata naik keatas, sehingga hanya mata putihnya saja yang tersisaa.. “aaaaaccchhhhhhhhhh.... ayaank...aaahhh” desah Yuni lemah. Aku pun menyemburkan banyak sperma di memek Yuni, “aaachh... croot....crottt..croott..”.


Kami saling berpelukan erat, terdiam menikmati orgasme kami masing-masing. Entah berapa kali semburan spermaku keluar di mulut rahimnya. “Mani ayank banyak ih, anget memek uni.. hhi...” katanya menikmati kontolku yang masih berkedut di dalam memek. “Ayank jago banget ngempotin memeknya, ampe cepet keluarnya,” pujiku sambil ku cium kening dan bibirnya. “Yu ah ayank beberes, bawain rok uni ih,,” akupun mencabut kontolku yang mulai mengecil. Dan menaikkan celanaku, yang terlebih dahulu mengambilkan rok Yuni. Yunipun menaikkan roknya, “Yank, aku moal pake cangcut nya, bisi ayank pengen nyo’o memek di kelas..” katanya lempeng. Aku hanya tersenyum, “emang gak takut ketahuan?” “Ya ayank nyo’o memekna tong di depan kelas..” akupun tertawa mendengar celotehan bidadariku ini.

Rinda....Pacar ku yang masih SMP

 

Cerita ini terjadi di saat aku masih kelas dua SMA dengan seorang gadis belia yang masih duduk di kelas dua SMP.

Sebut saja gadis ini dengan nama Rinda, dan aku sendiri Ali.
Sekilas tentang si Rinda ini, dia seperti gadis abg lainnya, polos, cantik, dengan buah dada yang masih malu malu menampakkan dirinya dilengkapi dengan bongkahan pantat yang begitu menggoda untuk diremas.

Si gadis ini memiliki sebuah rumah dan sebuah warung yang bersebelahan, jadi setiap siang hari sepulang sekolah dialah yang menjaga warung tersebut.

Singkat cerita, kami bertukaran pin bbm, awal dari pengalaman yang indah.
Di sela sela chatting kami berdua, aku beberapa kali mengajaknya untuk sekedar berjalan memutari kota jakarta, dan dia pun menolak semuanya. Tapi suatu saat dia menerima ajakanku, entahlah apa penyebabnya.
Tibalah hari dimana kami berkencan, malam minggu pukul 7, ketemu di simpang gang rumah, padahal kami ini bertetangga, hahaha

Sesuai tempat janjian, dia datang, dengan mengenakan kaos biru langit yang agak ketat, menonjolkan buah dadanya yang serasa ingin di remas gemas. Dengan celana legging motif kembang kembang pula.
Hmmm, tentu dengan wangi khas abg yang mengunggah selera.

Naiklah dia di kendaraan roda duaku, pada awalnya dia enggan untuk memelukku, tapi apalah daya, jok motorku, yang sedemikian rupa kupapas, yang memaksanya untuk memelukku, "Ahh lembutnya", itulah yang aku rasakan saat dadanya menekan punggungku..

Motorku melaju cukup cepat. Dan membuat pelukannya semakin erat, dan dia berbisik, "Pelan pelan aja bang", terpaksalah aku menurutinya. Dalam perjalanan, aku bertanya, "Mau kemana kita?", dia menjawab, "Terserah abang ajalah." "Gimana kalau kita nonton aja,". "Oke bang".
Meluncurlah kami ke sebuah bioskop, malam minggu di bioskop ini sangat ramai, terpaksalah kami dapat kursi di belakang, deret dua sebelum pojok. Lampu dimatikan, dan film pun dimulai, film ini bergenre horror, terdengar lah suara teriakan para gadis, termasuk gadis manis berkuncir satu yang duduk di sebelahku, dengan spontan dia memeluk tanganku dan memejamkan matanya, aku pun hanya tertawa melihatnya. Dengan sigap, dia mencubit pinggangku seraya berkata, "Abang mah..." dengan sedikit kesakitan aku mencubit kembali hidungnya dengan lembut.
Filmpun berlanjut, tanganku pun masih dipeluk dadanya, sambil sesekali diremas dengan kencang, mengikuti scene scene filmnya... ahh hangat dan lembut dadanya...

 

Saat ketenggan film mulai menghilang, aku melepaskan tanganku yang sedari tadi di pelukannya, kpindahkan, kucoba merangkulnya, dia pun menerimanya, dengan menempelkan kepalanya ke bahuku. "Ahh, tercium wangi samponya yang begitu menggoda". Aku mencoba merangkul pinggangnya, tanganku terus bergerak mendekati perutnya dan berhenti d isana sambil mengelusnya dengan lembut. Dia semakin merapatkan duduknya. Sambil terus mengelus perutnya, aku mencium atas kepalanya, menikmati wanginya, sambil tanganku yang satu lagi mendekati tangannya yang berada di pahanya..
Kugenggam, kuremas, begitupun dengannya. Setelah selesai meremas tangannya, aku mencoba untuk mengelus pahanya, tanganku ditahan, akupun berhenti tepat dipahanya, tanganku yang sedari tadi mengelus perutnya, mulai mencoba mendakit bukit indahnya, saat mencapai tujuannya, si Rinda berkata," Bang... Jangan...", tanpa memindahkan tanganku yang berada tepat di puncaknya. Seolah olah tidak mendengar, aku pun mulai mengelus puncak itu dengan lembut sesekali meremasnya, dia hanya terdiam, dan terasa tanganku yang sedari tadi di pahanya, diremasnya.. aku mulai meningkatkan permainanku dengan lebih banyak meremas buah dadanya, pelan pelan, semakin lama semakin kuat, terasa sekali buah dadanya yang menegang, ukuran yang pas sekali dengan genggamanku, terdengar lirih suaranya, desahan yang begitu menggairahkan...


 


Selagi sibuk meremas dada indah itu, tanganku yang satu lagi berusaha melepaskan diri dari genggamannya, dan berusaha mengelus paha itu, keatas kebawah, sampai mendekati bagian intimnya, ya intimnya, yang tercetak menggembung dengan jelas. sesekali aku mengelus bagian itu, dia pun terkaget, dan menatapku, aku pun pura pura tidak tahu hahaha.
Aku pun menoleh kearahnya, kami bertatapan, selagi tanganku meremas dadanya, tanganku yang mengelus pahanya, naik jauh keatas, memegang dagunya, menariknya, mendekati wajahku, matanya terpejam, saat bibir kami hampir bersentuhan.

Tiba tiba saja, wajahnya berpindah haluan, alhasil yang tercium adalah lehernya, kepalang tanggung, aku cium lehernya, aku emut dan tinggalkan sebuah bekas diakhiri dengan "Ahh" dari bibir mininya.


Setelah percobaan pertama untuk menikmati bibirnya gagal, percobaan kedua pun dimulai. Percobaan kedua ini kelihatannya akan berhasil. Saat bibir kami bertemu, terasa hangat deru napasnyaa. Aku mulai menjilati bibir manis tanpa lipstiknya, berharap bibirnya terbuka, setelah terlalu lama menjilati bibirnya, rasanya bibirnya tak terbuka terbuka, dengan sigap aku membisikkan mantranya," Dibuka aja bibirnya, sayang". Dia hanya membalas "Hmm..." Percobaan ketiga pun dimulai, saat bersentuhan, dia langsung membuka mulutnya, aku langsung memanfaatkan kesempatan itu. Memasukkan lidahku, memutar lidahku didalamnya,"Ahhh keliatan sekali jika dia baru pertama kali melakukan ini", aku mencoba melilit lidahnya dengan lidahku, lidahnya hanya diam saja, lambat laun lidahnya mulai bergerak gerak, membentu-benturkan lidahnya, seakan mendorong lidahku keluar dari mulutnya. Aku pun tak mau kalah dalam pertarungan itu, dan memulai serangan balik. Cukup lama pertarungan itu, aku mulai melepaskan bibirku, dan terdengar "Pluk". Kulihat dirinya terengah engah. Keringatnya membasahi keningnya. "Ahhh manis sekali..." 




Kembali kami berdiam diri, aku lihat jam, "Ahh baru jam 8.30, masih tersisa 45 menit lagi, sampai film ini habis..."

Suasana seakan kaku, aku mencoba menarik perhatiannya... 


dengan menarik narik kunciran rambutnya, yang bermotif bintang bintang khas anak abg.
Tapi dia hanya diem saja, tapi terlihat sebuah senyuman dibibirnya sambil tetap fokus, aneh padahal scenenya masih cukup horror.

Hampir aku menyerah, tapi terbesit untuk membuka kunciran rambut, dan benar saja, baru aku ingin melepasnya, tanganku langsung di tangkapnya. " Yess!", batinku. "Abang mau ngapain?", tanyanya. "Ahh, enggak kok. Cuman mau ngelepas kuncirannya.", balasku. "Kenapa dibuka?", tanyanya lagi. "Ya gak papa, kayaknya keliatan lebih cantik kalau dibuka". Dia membalas hanya dengan senyuman, ya senyuman cukup untuk eksekusinya, maksudnya membuka kunciran rambutnya. Benar saja, dia terlihat lebih anggun untuk gadis seusianya, rambut lurus yang cukup panjang untuk menutupi putih mulus lehernya. Aku mencoba untuk mengatur rambutnya, otomatis dia menghadapku, terlihat dalam kegelapan dia tersenyum, dan terlihat samar-samar bekas merah di lehernya, "Ahhh tanda kekuasaanku", sekian lama mengelus rambutnya, "Coba deh julurin lidahnya, dek", pintaku. Dia keliatan kaget, "Ehh, buat apa bang?!". "Ahh, enggak. Gak mau juga gak papa". Tapi dia hanya diam, dan kulihat mulutnya mulai terbuka, dan lidahnya mulai terjulur. Dan langsung kutangkap dengan mulutku, happ, langsung kuemut, emut maju mundur cantik cantik, kulihat tangannya, berusaha untuk melepas wajah kami, dengan cepat kutangkap dan kutahan sampai permainan kami selesai, setelah selesai, kulihat dia kembali terengah engahh. mukanya kelihatan merah sekali.
Ku coba berbasa basi, "Kenapa ngos ngosan gitu kamu dek?", "Au deh kenapa...", jawabnya.
Akupun hanya tertawa mendengarnya.

Film pun berakhir, kami bersiap untuk keluar, tiba-tiba, dia menggandeng tanganku dengan mesranya. "Ahhh, umpanku membuahkan hasil."
Kami pun pulang, tanpa malu lagi dia memelukku dengan eratnya, motorku bergerak dengan lambatnya berharap akan seperti ini selamanya, ternyata tidak, rupanya kami sudah berada di gang rumah kami. Aku lihat sekeliling, kok sepi sekali, ternyata sudah hampir jam 10, dia pun turun, dan kata pertama yang keluar dari mulutnya,"Terima kasih bang". "Buat apa?" "Buat malam ini lah". Aku pun hanya tertawa.

 

Aku pun memegang kedua tangannya kunaikkan ke leherku. Dia berkata dengan lirih,"Jangan di sini bang". Aku tak mendengarkannyaa, tanganku pun merengkul pinggulnya, untuk mendekat padaku, dia hanya diam dan pasrah. Kembali dia berkata," Jangan bang..."
Tapi kepalang tanggung, bibir kami sudah sangat dekat, kukecup bibirnya, kukecup lagi, dia pun mulai mengecup juga. Kukecup lagi, dia pun langsung membalas, langsung saja , kumasukki mulutnya, ku geluti seluruh mulutnya, kulilit lidahnya, begitu panasnya ciuman kami, tanganku yang dipunggulnya mulai berangkat menuju dua bongkahan pantatnya yang terbungkus legging panjang motif kembang.



Tepat tanganku berada di bongkahan padat itu, satu tangan Rinda berusaha mencegahnya, tapi apalah daya, nafsu yang tertahan sejak di bioskop tadi sudah tak terbendung lagi.
Kembali kuremas bongkahan pantat itu, kiri kanan kiri kanan. Rinda pun mulai pasrah dan merangkul leherku dengan erat.
Ku ilit lidahnya, kuemut sekuat-kuatnya, sambil kuremas pantatnya, ahhh sudah tak tahan, konti ku sudah sangat sangat tegang.
 

Kulepas bibir kami, ku telesuri leher nan putih mulus itu, kujilatin, si Rinda hanya mendesis keenakkan, menikmati cumbuanku padanya. Kurasakan di balik legging panjangnya dia hanya memkai cd, ya cd, ingin sekali ku membukanya dan melepas cd nya. Tapi apalah aku masih berusaha untuk menahan nafsuku. Sampai pada saat aku ingin mencium bagian atas belahan dadanya, barulah aku tersadar untuk menghentikan aksiku. Entah kenapa aku berhenti, dan mengusap kepalanya seraya memberikan sebuah ciuman di keningnya, sambil berkata,"Maafkan aku". Dia hanya membalas dengan memelukku.

Setelah itu kami pulang ke rumah masing masing.
Sampai di rumah, ada pesan masuk dari si Rinda,"Bang, kok ada bekas merah di leherku, sih?" Begitulah kira kira isinya. Aku jawab saja, jika itu adalah tanda cinta aku padanya. Ujung dari sms itu adalah ajakannya untuk lari pagi, ya lari pagi jam 5 pagi, begitu malas untuk menyanggupinya, tapi mau gimana lagi, barangkali bisa sekalian "olahraga pagi", pikirku.

Tepat pukul 5 pagi, aku sudah menunggunya di tempat yang sudah kita janjikan semalam, dengan mengenakan celana pendek olah raga, sepatu training, dan kaos putih. Tak lama si Rinda datang, ya pakaiannya seperti pakaian yang biasa digunakan untuk lari pagi.
Kami bercerita banyak, bercanda gurau, ya pagi yang menyenangkan tanpa hal-hal kotor yang mencampurinya.
Setelah kami mutar mutar, kami memutuskan untuk pulang.
Hmm, gak bisa "olahraga pagi" yang sebenarnya.
Biarlah, rezeki mah tak kemana. 


Siang harinya, aku iseng menelponnya, "Dek, lagi dimana?". "Lagi di warung, bang". "Lah ngapain di warung siang siang gini?". "Mau tau aja si bang...". "Abang ke sana ya?". "Sini aja bang". Aku pun langsung meluncur ke TKP, yang hanya berjarak beberapa meter saja.
Kulihat sekeliling warung, hmm cukup sepi di siang hari seperti ini. Kutengok rumahnya yang berada tepat di sebelah warung itu, sepi ya sepi, kelihatannya sedang pergi.

Aku masuk ke warungnya, sedikit tentang warungnya, warungnya seperti kontrakkan 2 kamar, ruang depan untuk warungnya, ruang belakang dipisahkan dengan satu pintu yang isinya seperti gudang yang tertata cukup rapi.

Kulihat dia sedang memasukkan minuman ke dalam mesin pendingin, yang letaknya berada di sebelah pintu penghubung ke ruangan belakang.

Terlihat jelas cetakan cdnya saat dia membungkuk memasukkan botol botol itu.
Menggoda sekali.

Aku langsung memeluknya dari belakang, sambil berkata,"Sayang, lagi sibuk ya?". Sambil tanganku begerak keperutnya, dan merapatkan dirinya. Sambil terkaget dia berkata,"Ihh, abang ngagetin aja". Sambil tangannya berusaha untuk melepaskan tanganku yang lagi sibuk mengelus-ngelus perut kecilnya. Seakan tidak mendengarkan, aku malah menncium lehernya, menjilatnya. "Ahh", hanya itu yang terdengar dari mulutnya. Tanganku berusaha mencapai buah dadanya yang baru tumbuh itu. "Ahh, bang. Jangan, nanti ada yang lihat..."
Aku tak peduli, aku teruskan kegiatan itu, meremas dengan lembut. Tanganku yang satu lagi pun ikut menjelajah ke pahanya, kebetulan saat itu dia pakai celana pendek model boxer. Aku merabanya, ku angkat sedikit celananya, dengan cepat kuraba paha putih mulus tanpa noda itu... "Halus..." Itu yang kurasakan. Si Rinda mendesah-desah kegelian. Dia berkata,"Bang, pintu...". Bagai tersambar petir, aku langsung bergerak cepat ke pintu yang masih terbuka lebar, langsung kututup dan kukunci dari dalam. Aku langsung kembali ke tempat Rinda, yang masih tersengal-sengal nafasnya. Kudekati dia, kubalikin tubuhnya membelakangi dinding...
Lalu kubisikkan mantranya, "Sudah aman sayang". Kumulai lagi dengan mencium mulutnya.. 


Kujulurkan lidahku, kucongkel congkel bibirnya dengan lembut, berharap dia membuka mulutnya. Tak lama mulutnya terbuka, aku langsung memanfaatkan momen itu. Kedua tanganku mengarah ke pantatnya. Kuremas remas dengan cukup keras...

Lidah kami sudah memulai pertarungannya. Dia lebih mahir dari yang kemarin, dia sudah cukup berkembang. Permainan kami pun semakin panas, rasanya ada sesuatu yang bergerak menuju selangkanganku. Ternyata itu tangan si Rinda, OMG apa yang terjadi. Apa yang terjadi? Kenapa dia begitu agresif. Saat itu aku masih pakai celana olah raga pendek. Kubiarkan tangan itu kelayaban disana.


Tak mau kalah, tanganku pun mulai merayap ke selangkangannya. Ku elus paha dalamnya yang masih terbungkus celana. Sambil sesekali ku elus bagian tengahnya. Ahh, nafsuku sudah di ujung kepalaku.
Ku lepas ciumanku, ku mulai menjilati pipinya, bergerak ke kupingnya. Kujilat, kugigit kecil. Lalu bergerak lagi ke lehernya.. Dia hanya mengerang kegelian. Aku mulai mengemut lehernya, tepat di bekas merah yang kemarin kubuat. Kedua tangannya langsung ingin menarik kepalaku saat ku emut bagian itu, tapi tak bisa lepas. Aku terus saja mengemutnya. Sekian lama baru aku lepas, terciptala tanda merah yang lebih merah dari sebelumnya.

Kulihat dia terengah-engah. Matanya terpejam, kedua tangannya menempel ke dinding. Kuberbisik, "Enak ya sayang?". "Hmm..." Hanya itu yang terdengar dari mulutnya.

Kusudahi saja permainan hari itu. "Tak perlu terburu-buru," pikirku. Kuakhiri dengan ciuman.

Dan berbisik,"Nanti lagi ya sayang." "Ya...", jawabnya. Tampak ada rasa kecewa di raut wajahnya. Tapi mau gimana lagi. Kalau kuturuti bisa aku ekse di sana nanti.

Aku berbalik dan bersiap melangkah keluar. Baru satu langkah. Si Rinda langsung memelukku dari belakang. Erat, erat sekali. Kubiarkan saja dia memelukku seperti. Tak lama,"Bang", ucapnya. Pelukannya dilepas, aku berbalik menghadapnya. Dia langsung memelukku. Erat... Aku pun ikut memeluknya. Tanganku merangkul pingganggnya. Kurapatkan tubuhku, rapat sekali. Terasa dadanya naik turun saat dia bernapas. Dia berucap, "Bang, gendong...", dengan manjanya. Akupun melakukan seperti yang ia pinta. Kugendong dia, agak berat rasanya. Mungkin daging di bongkahan pantatnya yang membuat berat. Kini kami sejajar, mukanya kelihatan merah sekali. Tangannya merangkul leherku. Dia langsung mencium bibirku dengan ganasnya. "Sial, apa harus kutuntaskan sekarang?!", pikirku. Kamipun berciuman kembali, dengan ganasnya. Dia mulai berani menjilati lidahku, digigit kecilnya lidahku. Akupun menikmatinya. Sepertinya dia bernafsu sekali. Kulepaskan bibirku, kudaratkan bibirku di belahan dadanya, "Ahh...", pekiknya. Kujilati seganas mungkin, kugigitin, kuemut dan tinggalkan bekas disana. Ku gendong dia, ku bawa dia ke ruangan belakang. Kuturunin dia, ku mulai mencumbu dadanya yang masih terbungkus kaos biru muda. Dia hanya pasrah dan meremas kepalaku. Tanpa sepengetahuannya, celana olahragaku sudah kubuka, sekarang aku hanya pakai cd, cd yang Tak muat menampung batang penis ku yang menegang keras.

Aku mulai sedikit membuka kaosnya... ku usap usap perut putihnya, ku tusuk tusuk lubang pusarnya dengan jariku. Ku sandarkan dia ke dinding. Ku cium bibirnya yang tipis itu. Ku emut habis habisan. Ludah kami sudah bercampur. Ku genggam tangannya, kuarakan ke selangkanganku yang menggembung dan berontak didalam cd itu. Tampak dia terkaget saat pertama kali menyentuhnya. Pergelangan tangangannya ku genggam, kuarah kembali ke tempat itu. Bibir kami masih sibuk dengan kegiatan lahap melahapnya.

Kembali kusentuhkan tangannya, ku naik turunkan tangannya. Lama kelamaan baru kulepaskan tanganku. Ku biarkan dia meraba cd ku yang didalamnya bersembunyi penis perkasa yang siap menerjang vagina mininya. Tangangku mulai bersiap membuka kaosnya, membuat kedua tangannya terangkat keatas. Terpampanglah, BH biru muda kecil, ada pita di tengahnya. Putih, bersih sekali. Tanpa di suruh lagi tangannya kembali meraba raba cd ku yang hampir robek menahan betapa keras isi didalamnya. Mataku terpana akan BH mini yang ada di hadapanku. Langsung kujilat pinggiran BH itu. Ku jilatin dari kanan terus berjalah ke kiri. Rinda hanya menggeliat kegelian... "Ahh, seksi sekali dia". Kumulai meraba punggungnya, mencari pengait BHnya, bibirku masih sibuk menjilati dadanya. Rasanya begitu lembut sekali.

Kurasa pergerakan dibawah, tangannya mulai berani masuk ke dalam CDku dan bertemu penisku yang berdenyut.
Lembut sekali telapak tangannya. Nafsuku sudah
Tak terkendali, kutemukan kait BHnya, kulepaskan dengan segera. Tak sampai di situ, tangan ku langsung bergerak kebawah, ke celana lang sung kutarik kebawah sampai ke dengkulnya..

Ahh manis sekali CD biru muda dengan pita putih serasi sekali dengan BHnya.

Kulihat kakinya bergerak gerak berusaha menurunkan celananya yang masih tersangkut di dengkul. Sementara aku sudah sibuk bermain di toketnya, yang dilengkapi puting merah muda yang mulai menegang. Kumulai menjilati putingnya yang kanan, tanganku sibuk memilin putingnya yang kiri. Dia hanya mengerang... "Ahh... Bang... Geli bang..."Seraya kedua tangannya berusaha meremas rambutku. Bagai kesetanan aku lanjutkan menyantap dada itu, dari kanan ke kiri, dari kiri ke kanan. Terlihat beberapa bekas merah di sana. Tanganku berusaha membuka CDku, yang sudah tercetak sedikit pelumasku. Ahh lega rasanya. Penisku yang berukuran cukup panjang dan cukup besar itu mengangguk angguk melihat CD biru muda di hadapannya. Tanpa babibu lagi, kurogoh celana dalamnya, lembab, itu yang kurasakan pertama
Sementara bibirku sudah sibuk mencari bibirnya, dan bersiap untuk melumatnya...

Ku elus vaginanya, terasa ada cairan yang keluar dari dalamnya. Becek. Bibirnya tak bisa mengerang karena sudah ku sumpal dengan mulutku. Kedua tangannya erat merangkul leherku. Tanganku sibuk mencari itil kecilnya. Agak susah, tapi akhirnya ketemu. Baru sekali ku colek, tubuhnya bergetar, lidahku sampai tergigit karenannya. Kulepaskan ciumanku sambil berkata,"Kenapa sayang?". "Aku pipis bang", jawabnya dengan polosnya. Aku kembali tersenyum dan mulai memainkann itilnya. Tangannya berusaha mencegahnya, yang sepertinya tak sepenuh hati. Dia hanya memegang tanganku yang sibuk memainkannya itil kecilnya, dan mencongkel congkel lubang nikmat itu. Ku lihat keningnya yang penuh dengan keringat, nafasnya yang memburu begitu cepat, dadanya yang penuh bekas kebangganku. Begitu sempurnanya pemandangan itu.

Kumulai menurunkan CDnya.. Terpampanglah vagina kecil, yang dihiasi bulu bulu halus, dan ada sedikit cairan disana. Pemandangan yang begitu menggairahkan.
Dalam keadaan berdiri seperti itu, ku bawa tangannya untuk memelukku. Sementara satu tanganku mengarahkan penisku ke vaginanya. si Rinda berkata,"Jangan bang...", "Tak apa sayang, tak abang masukkan kok." Bagai lelaki sejati, aku menepati janjiku, aku hanya menggesek vagina kecil yang sudah begitu basah, dengan penisku yang sudah begitu keras menegang. Sempat terpikir olehku,"Sepertinya takkan muat jika kumasukkan".


Aku menggeseknya maju mundur. Kuremas pantatnya, kuemut putingnya, dia hanya mengerang ngerang. Kumaju mundurkan tubuhku.

Kumulai ajak dia untuk berbaring. Awalnya dia tak mau, tapi kuyakinkan. Dia akhirnya menurut. Kugulung gulung baju dan kaosnya untuk kujadikan bantalan kepalanya. Kugulung gulung kaos dan celanaku kujadikan bantalan pantatnya
.
Kumulai dengan mencium bibirnya, dengan satu tanganku meremas remas toket mininya, dan mulai turun meraba vaginanya...
Aku mulai memainkan itilnya, terasa sekali dia seperti mengangkang setiap ku mainkan itilnya, seperti menyuruhku memasuki dirinya dari bawah. Kulepaskan ciumanku, ku mulai melumat puting merah mudanya yang menegang dengan indah. Tanganku masih tetap mempermainkan itilnya. Kelihatannya dia sudah ingin orgasme untuk kedua kalinya. Cepat kuhentikan semua kegiatanku itu. Terlihat di sorot matanya, yang mempertanyakan kenapa tiba tiba aku berhenti. Aku lihat vagina kecil yang indah itu sudah sangat memerah, aku buka belahannya terlihat lubang kenikmatin merah muda. Ku siapkan penisku yang sudah minta jatahnya. "Bang, jangan...", begitu katanya. Aku tak peduli lagi. Kuposisikan penisku di depan lubang kebahagiaan itu. Anehnya, pahanya semakin mengangkang, semakin terlihat jelas target untuk roketku. Kumasukkan kepala bawahku. "AHHH, sakit bang pekiknya. Kudiamkan diposisi itu, kujilati puting toketnya untuk menghiburnya. 


Setelah agak tenang kulanjutkan aksiku menusuk dirinya. Terasa seperti aku merobek sesuatu di bawah sana, diiringi pekik kesakitannya, dibarengi dengan keluarnya darah. "Ahh, perawannya.", gumamku. Kumulain lanjutkan seranganku. Agak sulit, tapi berhasil, belum seluruh penisku masuk dan terasa aku seperti menabrak suatu dinding di dalamnya. Enak sekali rasanya. Penisku di remas remas nya. Mantap. Aku mulia memundurkan pantatku, kulihat ekspresinya begitu menggoda. Bibir bawahnya digigitnya. Seksi sekali. Kumajukan lagi, terasa lagi aku menabarak dinding itu. Maju mundur maju
mundur, kulakukan secara bertahap, sambil kuperhatikan ekspresinya yang keenakan.
 


Pelan pelan, kencang kencang. Diiringi erangannya yang menggairahkan. Tiba tiba saja,"Bang, aku mau pipis lagi". Semakin kupercepat pompaanku, tak lama kurasakan tubuhnya menegang, diingin pekikkannya,"Abangggggg........". Kurasakan penisku tersiram cairan hangat. Kubiarkan dia menikmatinya. Sambil kukecup bibir manisnya. Setelah kurasa cukup, aku kembali memaju mundurkan pantatku, beberapa kali penisku kembali menabarak dinding itu.
Teriakannya yang begitu keras membuatku agak takut. "Jangan keras keras sayang nanti ada yang dengar". Akhirnya volumenya dikecilkan. Aku masih memompa lubang itu, tak peduli lagi walau harus mengenai dinding itu. Sambil sesekali kugigit putingnya dari kiri ke kanan. Ahh, sepertinya penisku akan meletuskan cairan hangatnya. Semakin ku percepat pompannku. Dan kudengar,"Bang aku mau pipis lagi", dari mulutnya. Maka semakin kupercepat pompaanku, selang beberapa menit kurasakan tubuhnya menegang dengan dahsyat. Akupun tak mau kalah ku tancapkan penisku dalam, rasanya seperti menembus didinding yang tadi.
Ahhhhhh.....




Kutumpahkan cairan hangatku didalam sana. Kucium bibirnya dengan ganas. Cukup banyak pejuh ku yang kutumpahkan didalamnya.
Kubiarkan dia menikmati orgamesnya.





Tak lama kucabut penisku yang rasanya masih menegang. Kulihat cukup banyak cairan yang keluar dari dalam lubang itu..puas sekali rasanya.

Kukecup keningnya, kubisikkan,"Terima kasih sayang. Dia hanyaa memelukku, dan kurasakan air hangat turun dari matanya, kubiarkan saja, padahal penisku masih menginginkan ronde ke dua...

Setelag selesai, kami mulai berkemas memakai pakaian kami. Sepertinya dia agak malu berpakaian dihadapan, sehingga dia membelakangiku. Aku cuek saja.





Kami sama sama membersihkan arena pertarungan kami.

Sebelum aku meninggalkan arena itu, aku sempat mencumbunya dengan nafsu serigala.