Namaku Wawan. Ketika kisah nyata ini mulai terjadi, umurku 20 tahun, tapi aku sudah menyelesaikan pendidikan program D3, sehingga aku bisa bekerja di sebuah perusahaan swasta dengan gaji yang lumayan.
Sejak kecil aku menjadi tulang
punggung keluarga. Karena ayahku sudah meninggal, sementara ibuku seorang
tunanetra. Kakak perempuanku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang
entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana - mana, tapi selalu gagal
menemukannya.
Dengan sendirinya yang tinggal di
rumah warisan dari almarhum ayahku ini hanya aku dan ibuku berdua.
Di satu pihak aku harus
bersyukur, karena penglihatanku normal. Tidak seperti ibu dan kakakku. Namun di
pihak lain sejak kecil aku harus jadi tulang punggung Ibu dalam segalanya.
Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari uang sendiri untuk membeli sembako
dan kebutuhan lainnya.
Maka sejak masih di SMP aku
berusaha nyari duit dengan segala cara yang halal. Waktu masih di SMP, aku jadi
tukang nyemir sepatu. Setelah di SMA aku berusaha nbyatut sana nyatut sini. Dan
untungnya aku sering berhasil mendapatkan hasil dari usaha nyatut itu.
Setelah jadi mahasiswa pun aku
sering bisnis kecil - kecilan. Cuma jadi calo, yang menghubungkan pihak penjual
dengan pembeli. Berkat keuletanku, hasil bisnis kecil - kecilan itu aku bisa
kuliah dengan membiayai sendiri.
Dalam kesibukan kuliahku sambil
harus mencari uang sendiri untuk biaya kuliahnya, aku tak punya waktu untuk
memikirkan cewek. Mungkin di antara teman - teman kuliahku, hanya aku sendiri
yang tidak punya cewek. Karena di samping sibuk mencari uang dan kuliah, aku
pun sering merasa minder. Takut ceweknya mundur sendiri setelah mengetahui
keadaan ibuku yang tunanetra itu. Karena itu aku bertekad harus jadi orang
sukses dahulu, barulah kemudian mencari calon istri yang bisa menerima
keadaanku apa adanya, terutama tentang masalah ibuku yang tidak bisa melihat
itu.
Begitulah latar belakang
kehidupanku yang berat memikulnya ini
Mengenai ibuku, sebenarnya Ibu
belum tua. Ketika aku berusia 20 tahun, usia Ibu baru 38 tahun. Karena Ibu
menikah di usia 16 tahun. Di usia 17 tahun Ibu melahirkan Kak Wati, satu
satunya kakakku. Dan di usia 18 tahun melahirkan aku
Ibu juga punya bentuk tubuh yang
tinggi montok dan punya wajah yang cantik. Kalau Ibu mengenakan kaca mata
hitam, beliau tampak lebih cantik lagi. Sayangnya Ibu tidak bisa melihat,
sehingga tidak bisa punya suami lagi, karena setiap hari beliau cuma tinggal di
rumah, tak pernah ke mana - mana. Pernah juga aku bertanya apakah Ibu punya
niat untuk kawin lagi ? Tapi Ibu malah menjawab begini, “Memang usia ibu belum
tua. Tapi ibu tak mau kawin lagi. Takut ayah tirimu gak sayang sama kamu.
Biarlah ibu hidup seperti sekar, gak mau punya suami lagi. Yang penting kamu
harus jadi orang sukses ya Wan.
Memang aku sangat prihatin
melihat keadaan ibuku itu.
Ketika aku sedang nonton
televisi, Ibu suka duduk di sampingku. Dan itu berarti bahwa aku harus
menerangkan apa yang sedang kutonton itu.
Terkadang Ibu suka menghidupkan
televisi sendiri. Lalu beliau hanya mendengarkan suaranya sambil rebahan di
sofa. Biasanya Ibu suka mencari sendiri channel yang sedang menyiarkan FTV atau
sinetron. Ibu malah sudah hafal jalannya cerita setiap sinetron yang
“ditontonnya”, meski hanya bisa mendengarkan suaranya saja.
Pada suatu malam ...
Aku baru pulang kerja jam tiga
pagi. Karena habis kerja lembur.
Seperti biasa, untguk membuka
pintu depan kugunakan kunci cadangan yang selalu kubekal setiap bepergian.
Supaya aku tak merepotkan Ibu untuk membukakan pintu depan yang terkunci.
Setelah masuk ke dalam rumah,
kukuncikan kembali pintu depan, lalu masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa
letih sekali. Tadinya aku ingin langsung tidur. Tapi sayup - sayup kudengar
suara rintihan ibuku. “Aaaaah .... aaaaaah ... aaaaaaaaa ... aaaaaah ... aaaaa
... aaaaaaah ... “
Kenapa Ibu merintih - rintih
begitu ? Apakah Ibu sedang sakit ?
Maka setelah melepaskan sepatu,
aku melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu kamar Ibu yang
biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu ternyata pintu kamar ibuku terkunci.
Sementara rintihan - rintihan ibuku masih terdengar, bahkan semakin jelas.
“Aaaaa ... aaaaaaah .... aaaaa .... aaaaah ... aaaa ... aaaahhhhhh ... “
Aku semakin penasaran. Kenapa Ibu
merintih - rintih begitu ? Apakah Ibu sedang merasa kesakitan atau ... nah, aku
baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit
berjingkat aku bisa melihat ke dalam kamar Ibu. Bahkan pada saat itu sengaja
aku memindahkan kursi makan ke dekat pintu kamar Ibu. Lalu aku berdiri di atas
kursi itu sambil melihat ke dalam kamar ibuku.
Dan ... apa yang kulihat ?
Ternyata Ibu sedang telanjang
bulat. Tangan kanannya sedang meremas - remas payudaranya, sementara tangan
kirinya sedang mengelus - elus memeknya yang berjembut lebat itu.
Sebenarnya aku sudah sering
melihat Ibu telanjang. Tapi biasanya aku suka memalingkan muka, karena merasa
jengah dan malu sendiri. Tapi kali ini aku memandangnya dengan mata nyaris tak
berkedip.
Rupanya Ibu sedang bermasturbasi.
Jari tangannya dimasuk - masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya
ternganga sambil berdesah - desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam
celah kewanitaannya Rupanya Ibu sedang bermasturbasi. Jari tangannya dimasuk -
masukkan ke celah kewanitaannya, sementara mulutnya ternganga sambil berdesah -
desah histeris seiring dengan gerakan jari di dalam celah kewanitaannya
“Aaaaaaa .... aaaaahhhh ... aaaaa
.... aaaaahhhhh .... aaaaa ... aaaaaahhhh .... aaaaa .... aaaaaah ... aaaaaa
.... aaaaaahhhhhh .... “
Dan ... diam - diam tongkat kejantananku jadi tegang ... tegang sekali ... !
Dan aku tak kuat lagi menyaksikan
kejadian selanjutnya. Lalu aku turun dari kursi dan memindahkannya ke tempat
semula
Kemudian aku merebahkan diri di
atas ranjang, sambil membayangkan lagi apa yang barusan kusaksikan itu.
Kenapa penisku jadi ngaceng
begini ? Apakah nafsuku bangkit setelah menyaksikan Ibu yang telanjang sambil
bermasturbasi itu ?
Entahlah.
Yang jelas dalam tidurku di hari
yang sudah pagi itu, aku bermimpi tentang sesuatu yang tidak pernah kualami
sebelumnya. Aku bermimpi menyetubuhi Ibu.
Mimpi gila memang. Tapi ketika
aku terbangun, celanaku basah ... !
Gara - gara mimpi gila itu
spermaku meletus di balik celana dalamku ... !
Tapi kenapa aku harus mengalami
mimpi segila itu ? Kenapa pula di dalam mimpi itu aku merasakan liang memek Ibu
sedemikian enaknya sehingga aku sampai ngecrot dan celana dalamku basah.
Apakah di dalam kenyataan memang
seperti itu ? Bahwa memek ibuku itu enak sekali sehingga membuat penisku
ngecrot seperti di dalam mimpi gilaku ?
Entahlah. Yang jelas setelah
bangun, aku langsung mandi sebersih mungkin. Rambut pun kukeramasi dengan
shampoo.
Hari itu aku memang libur. Biasa,
kalau sudah kerja lembur, aku dikasih libur keesokan harinya.
Setelah menyisir rambut, aku
pergi ke warung nasi yang tidak jauh dari rumahku. Kubeli dua nasi bungkus.
Untukku dan untuk Ibu. Lalu kuajak Ibu makan bersama.
Pada waktu makan itulah aku mulai
mengorek pengakuan Ibu.
“Bu ... aku mau bertanya, tapi
kuharap Ibu menjawabnya secara jujur ya. “
“Mau nanya apa Wan ?”
“Ibu masih membutuhkan sentuhan
lelaki kan ?
”Ibu terdiam sesaat. Lalu
menjawab pertanyaanku,
“Ibu kan belum tua - tua amat
Wan.
Tentu saja ibu masih membutuhkan
sentuhan lelaki.
Tapi ibu nggak mau kawin lagi,
karena takut tidak sayang sama kamu dan Wati. “
Aku yang sudah selesai makan,
lalu berdiri dan melangkah ke belakang kursi yang sedang diduduki oleh ibuku.
Lalu kuselinapkan tanganku ke daster Ibu bagian dadanya. Aku tahu Ibu tidak
mengenakan beha, sehingga aku bisa langsung menggenggam kedua payudara
montoknya dengan sepasang tanganku yang sudah berada di balik dasternya. Sambil
berkata, “Kalau Ibu gak mau kawin lagi, aku mau kok menggauli Ibu.
“Ibu tersentak, “Haaa ?! Kamu kan
anak ibu Wan ... !“
“Iya ... tapi daripada Ibu terus
- terusan bermasturbasi, mendingan pakai kontol yang asli Bu ... lagian di
rumah ini kan hanya ada kita berdua, “ sahutku sambil mengelus kedua puting
payudara ibuku dengan kedua tanganku yang sudah berada di balik dasternya.
Ibu terdiam sejenak. Lalu
memegang kedua pergelangan tanganku sambil bertanya, “Memangnya kamu bisa nafsu
sama ibu ?”
“Bisa Bu. Tadi jam tiga pagi aku
melihat Ibu sedang bermasturbasi. Aku tak kuat menahan nafsu. Tapi nggak mau
ganggu Ibu yang kelihatannya sedang asyik gitu. Makanya aku langsung tidur aja.
Eee ... aku malah bermimpi menyetubuhi Ibu.
Sampai basah celanaku Bu. “
“Masa ?! Berarti kamu nafsu
melihat ibu sedang telanjang sambil masturbasi tadi ?”
“Iya Bu. Nafsu sekali melihatnya.
Padahal biasanya sih gak gitu. Tiap melihat Ibu telanjang, aku suka memalingkan
muka. Karena merasa jengah dan malu sendiri. Tapi tadi menjelang subuh ...
malah sampai terbawa - bawa mimpi Bu. “
“Terus maumu sekarang bagaimana ?”
“Pokoknya aku siap untuk
menyetubuhi Ibu, supaya Ibu jangan masturbasi lagi. Keseringan masturbasi, lama
- lama bisa gila lho Bu, “ sahutku dengan “dalil” mengada - ada. Padahal aku
belum pernah mendengar atau pun membaca kalau keseringan masturbasi itu bisa
gila.
Tapi kelihatannya Ibu terpengaruh
oleh ucapanku. “Kalau ibu nanti hamil gimana ?” “Gak apa - apa. Hamil ya hamil
aja. Aku mampu kok ngurus anaknya kalau sudah lahir kelak. “
“Tapi apa kata tetangga nanti ?
Ibu kan gak punyha suami, lalu hamil dan melahirkan ... lalu anaknya menangis
... suaranya terdengar ke mana - mana ... jangan Wan ah ... jangan sampai ibu
hamil. Beli kondom aja dulu gih ... atau beli pil anti hamil. Mungkin di apotek
atau toko obat juga ada. “
“Iya Bu. Sekarang juga aku mau nyari
sampai dapet, “ sahutku sambil bergegas menuju gudang di sebelah. Di situlah
kuletakkan motorku yang jarang dipakai. Karena untuk bekerja disediakan bus
antar jemput karyawan.
Beberapa saat kemudian motor
bebekku meluncur di jalan aspal, menuju toko obat langgananku yang letaknya
agak jauh dari rumahku.
Kebetulan pil anti hamil itu
tidak sulit mencarinya. Toko obat langgananku menyediakannya dengan harga yang
lumayan murah. Kubeli pil itu 3 strip, untuk persediaan ibuku. Kemudian aku
pulang lagi ke rumah.
Begitu tiba di rumah, aku
langsung mencari ibuku di dalam kamarnya. Tapi Ibu tidak ada di situ.
O, ternyata sedang di kamar
mandi, karena aku mendengar bunyi air dituangkan ke lantai. Maka kubuka pintu
kamar mandi yang tidak pernah dikunci oleh ibuku itu (karena takut kalau jatuh
di dalam kamar mandi). Ternyata Ibu sedang telanjang bulat di dalam kamar
mandi.
“Habis makan kok mandi Bu ?
Bagusnya kalau mau mandi sebelum
makan tadi, “ kataku sambil masuk ke dalam kamar mandi.
“Siapa yang mandi ?” tanya Ibu
sambil memutar badannya jadi menghadap padaku, “ibu abis nyukur jembut ibu Wan
... tuh lihat ... memek ibu jadi bersih sekarang kan ?”
“Hihihihiii ... iyaaa ... tadi
subuh masih gondrong. Sekarang udah dibotakin.
Pake apa nyukurnya Bu ?” “Pake
silet pemberianmu tempo hari itu, waktu ibu minta silet untuk nyukur bulu
ketek. “
“Duuuh ... kalau bersih gini
pasti enak jilatinnya Bu, “ kataku sambil mengusap - usap kemaluan ibuku yang
putih bersih dan lumayan tembem itu.
“Memangnya kamu mau jilatin memek
ibu ?” tanyanya. “Mau kalau sudah bersih gitu sih, “ sahutku sambil membeberkan
handuk dan membalutkannya di tubuh Ibu.